News

Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (IPTP) Fakultas Peternakan IPB University menggelar International Webinar dengan tema ‘Multiomics Technologies for Genetic Improvement in Livestock’. 

“Kegiatan ini merupakan komitmen Departemen IPTP IPB University dalam menggabungkan teknologi dasar multiomics dalam sektor peternakan serta sebagai upaya mendorong kemajuan teknologi dan menghadapi berbagai tantangan dalam produksi ternak,” ujar Prof Irma Isnafia Arief, Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Fakultas Peternakan IPB University.

Ia mengatakan, teknologi omics memiliki potensi yang sangat menjanjikan dalam menjelajahi dan meningkatkan kemajuan sektor peternakan. Departemen IPTP IPB University bahan berupaya mengimplementasikan ilmu omics ke dalam dua kelas khusus bagi mahasiswa tingkat sarjana.

“Kelas tersebut untuk mengungkap prinsip omics dan aplikasinya sehingga lulusan dapat berfokus pada pengembangan teknologi omics dan bioteknologi yang dapat diaplikasikan di sektor produksi ternak,” ungkapnya.

Ia mengapresiasi dua narasumber yang diundang yakni Asst Prof Autchara Kayan dari Kasetsart University dan Prof MD Aminul Islam dari Departemen Kedokteran Bangladesh Agricultural University yang sebelumnya pernah diundang dalam Summer Course Program. 

“Merupakan sebuah kebanggaan bagi kami dalam mengupas kompleksitas bidang molekuler dan manfaatnya yang juga sejalan dengan visi kami dalam mendorong kolaborasi multidisiplin secara internasional,” lanjut dia.

Dalam acara yang dihadiri oleh akademisi dan mahasiswa dari IPB University dan berbagai perguruan tinggi lain dari seluruh Indonesia ini, Asst Prof Autchara membahas terkait genomik dan epigenetik dalam produksi ternak. Sementara Prof MD Aminul membahas terkait pendekatan bioinformatika selama analisis multiomics (ipb.ac.id)

Prof Ronny Rachman Noor, pakar genetika lingkungan IPB University mengatakan, dunia peternakan kini mendapat tantangan baru dengan adanya permintaan lemak untuk bahan dasar biofuel. Ia menyebut, lemak hewan terutama babi, dapat menjadi andalan untuk menghasilkan bahan bakar ramah lingkungan.

“Perkembangan teknologi saat ini memerlukan perubahan visi dan revolusi cara berpikir multidimensi, karena ternyata lemak hewan utamanya babi memiliki nilai ekonomis tinggi dan lebih ramah lingkungan,” ujar Prof Ronny.

Ia menjelaskan, secara teknis lemak babi dan juga lemak hewan lain dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar ramah lingkungan, termasuk untuk bahan bakar pesawat jet. Ide penggunaan lemak hewan ini pun memiliki dasar yang sangat kuat.

“Berdasarkan hasil penelitian di berbagai negara, dari segi lingkungan bahan bakar yang terbuat dari lemak babi ini lebih ramah lingkungan karena emisi karbon yang dihasilkannya lebih rendah jika dibandingkan dengan bahan bakar lainnya seperti fosil, minyak goreng bekas pakai dan minyak sawit,” paparnya.

Prof Ronny mengungkapkan, sudah berabad-abad lamanya lemak hewan, utamanya lemak babi telah digunakan untuk membuat lilin, sabun dan keperluan lainnya seperti industri kosmetik. Namun, tren peningkatan penggunaannya semakin tajam dalam kurun waktu 20 tahun terakhir ini di era biofuel yang ramah lingkungan.

Eropa merupakan wilayah dengan penggunaan lemak hewan sebagai bahan bakar yang mengalami peningkatan paling pesat dalam kurun waktu 20 tahun terakhir. Angkanya mencapai 40 kali lipat.

“Sehingga tidak heran jika pakar penerbangan memprediksi bahwa penggunaan bahan bakar dari lemak hewan ini akan meningkat tiga kali lipat dalam dunia penerbangan di tahun 2030 mendatang,” tuturnya.

Dunia penerbangan memang kini sedang menjadi sorotan karena menjadi salah satu satu sumber polusi dan emisi karbon terbesar, sehingga penggunaan biofuel yang lebih ramah lingkungan dinilai menjadi suatu keharusan dalam upaya untuk mengurangi pemanasan global yang berdampak pada perubahan iklim.

Prof Ronny menyebut, salah satu tantangan terbesar bagi dunia peternakan adalah menyedikan lemak hewan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan bahan baku biofuel karena jumlah yang dibutuhkan sangat banyak.

“Para peneliti dan pakar penerbangan menyimpulkan bahwa untuk memenuhi bahan bakar pesawat dari Paris ke New York membutuhkan lemak 8.800 babi jika semua bahan bakar berasal dari sumber hewani,” terangnya.

Oleh sebab itu, kata dia, dalam jangka pendek langkah yang paling realistis dalam menghasilkan biofuel untuk pesawat adalah dengan mencampur lemak babi ini dengan sumber biofuel lainnya seperti minyak sawit.

“Penggunaan lemak babi dan lemak hewan lainnya sebagai komponen utama biofuel yang ramah lingkungan tentunya akan meningkatkan permintaan akan lemak hewan ini secara tajam. Tentu hal itu akan memengaruhi industri yang selama ini secara tradisional menggunakan lemak hewan,” ujar Prof. Ronny.

Sebagai contoh, industri pakan hewan peliharaan seperti anjing dan kucing selama ini menyerap lemak babi dan lemak hewan sangat besar dan sulit untuk digantikan.

Menurut Prof Ronny, kekhawatiran lainnya adalah jika biofuel berbasis lemak babi dan lemak hewan ini diproduksi untuk bahan bakar alat transportasi lainnya seperti mobil dan kendaraan lainnya, maka tentunya permintaannya akan lebih tinggi lagi dan industri lainnya tidak akan dapat bersaing.

“Bagi dunia peternakan, fenomena ini menjadi tantangan tersendiri karena di samping untuk keperluan manusia dan pemenuhan protein hewani, dunia peternakan juga harus memenuhi permintaan akan industri transportasi sebagai penyedia lemak dalam jumlah yang sangat besar,” urainya.

Hal lain yang perlu diantisipasi menurut Prof Ronny adalah muncul kontroversi, perdebatan dan juga permasalahan terkait apakah biofuel berbahan lemak babi ini halal untuk digunakan? (ipb.ac.id)

Fakultas Peternakan (Fapet) IPB University gelar Kegiatan Sertifikasi Kompetensi Perunggasan operator telur tetas (24/5) dan pencampur pakan (3/6) untuk mahasiswa aktif, fresh graduate maupun alumni yang berkecimpung di dunia peternakan unggas. Kegiatan sertifikasi yang diikuti oleh 40 orang peserta ini merupakan subsidi dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) dan terselenggara atas kerjasama Fapet IPB University dengan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Agribisnis Ambissi.

Kegiatan menghadirkan enam orang asesor dari LSP Agribisnis Ambissi dan 4 orang diantaranya merupakan PLP di Fapet IPB University “Seseorang dikatakan ahli atau kompeten di bidang tertentu, harus ada pengakuan secara legal. Kompeten itu merupakan irisan dari pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja. Adanya subsidi Program Sertifikasi Kompetensi Kerja (PSKK) dari BNSP merupakan kesempatan bagi mahasiswa untuk mengikuti sertifikasi” jelas Laeli Komalasari, SP, M.Si, asesor pada skema operator telur tetas. “Tugas asesor itu sendiri adalah mengumpulkan bukti-bukti yang terdiri dari bukti langsung yaitu dengan melakukan uji demonstrasi dan bukti tidak langsung yaitu uji tulis pada saat asesmen ” tambah PLP dari Divisi Unggas Departemen IPTP Fapet ini.

Muhammad Fakhrurozi, peserta sertifikasi telur tetas mengaku program bimtek plus sertifikasi ini sangat baik dan bermanfaat bagi para mahasiswa. “Saya rasa Divisi Unggas Fakultas Peternakan sudah cukup baik menjalankan program ini, fasilitas yang diberikan sangat lengkap. Kami diberikan bimbingan teknis yang disampaikan oleh para ahli terkait penetasan telur unggas, dan dapat memperaktikan langsung menggunakan alat-alat yang layak untuk uji kompetensi” ujar mahasiswa angkatan 56 dari prodi Teknologi Produksi Ternak yang juga seorang Duta IPB perwakilan dari Fapet ini.

Peserta lain dari skema pencampur pakan, Hafidz Muhammad Muhshi, sangat bersyukur mendapat kesempatan untuk melakukan sertifikasi operator pencampur pakan, Hafidz beralasan hal ini perlu didapatkan sebagai tolak ukur bahwa kita bisa melakukan pencampuran pakan dan juga bisa mengerti apa yang akan dilakukan oleh seorang operator apabila kita menjadi seorang atasan. “Semoga ada kegiatan sertifikasi lainnya ataupun tingkat lanjutan dan bisa diselenggarakan sepanjang tahun” ungkap mahasiswa Prodi S2 Ilmu Nutrisi dan Pakan ini. (Femmy).

Kandungan kolesterol tinggi pada produk telur dan daging unggas seringkali menjadi musuh masyarakat. Belum lagi angka kejadian penyakit kardiovaskular seperti stroke dan jantung semakin meningkat. Diprediksi angka kejadiannya akan meningkat mencapai 23,4 juta kematian di tahun 2030.

Prof Sumiati, Guru Besar IPB University dari Fakultas Peternakan (Fapet) mengatakan, kini masyarakat tidak perlu khawatir lagi, produk unggas yang dulunya tinggi kolesterol bisa dikondisikan dengan rekayasa nutrisi pangan fungsional.

“Selain manfaat dasar, produk unggas fungsional dapat mengatasi beberapa masalah kesehatan seperti menurunkan kolesterol darah dan stroke, mengatasi defisiensi vitamin A dan mengatasi kekurangan protein,” kata dia dalam Webinar Series Himpunan Mahasiswa Nutrisi Ternak (Himasiter) 2023 Unggas dengan topik ‘Inovasi Rekayasa Nutrisi untuk Menghasilkan Produk Unggas Fungsional’.

Ia menjelaskan, patokannya adalah rasio kandungan asam lemak omega-3 dan omega-6 yang sehat. Pangan sehat mengandung rasio omega-6 terhadap omega-3 senilai 1:1 sampai 1:4. Nilai ini menjadi patokan untuk merekayasa pangan telur dan daging agar mendekati sehat. Rekayasa nutrisi ini dapat dilakukan melalui pemberian pakan khusus.

“Produk telur dan daging unggas sehat dapat diproduksi melalui fortifikasi sehingga meningkatkan kandungan vitamin dan omega-3. Dengan pemberian pakan khusus rekayasa nutrisi telur atau daging akan menawarkan fungsi sempurna di alam yang telah disediakan dalam produk itu sendiri,” jelasnya. 

Misalnya, sebut Prof Sumiati, dengan pemberian minyak ikan dari limbah pengolahan ikan atau alga. Hasil penelitian menemukan bahwa dengan fortifikasi tersebut, kandungan omega-3 pada produk unggas meningkat.

“Hasil produksi telur itik mengandung asam lemak omega-3 yang tinggi dengan pemberian lima persen minyak ikan lemuru dan tepung pucuk daun singkong. Kandungan omega-3 meningkat hingga 78 persen. Di samping tinggi omega-3, rasio omega-3 dan 6 juga bernilai 5,3 atau mendekati sehat,” ungkapnya.

Sementara, ia melanjutkan, produk unggas kaya vitamin A dapat diproduksi dengan suplementasi seng organik dari tepung daun katuk dan penggunaan minyak sawit dalam pakan. Rekayasa nutrisi ini menghasilkan produk unggas rendah lemak dan kolesterol serta kaya vitamin.

“Bukti nyata hubungan antara pangan yang dikonsumsi dengan kejadian serangan jantung ditemukan pada rasio kandungan asam lemak omega-3 terhadap omega-6 di berbagai belahan dunia. Bila makanan dengan rasio omega-6 lebih tinggi, kejadian serangan jantungnya juga sangat tinggi,” lanjut dia. Bukti tersebut dapat dilihat dari masyarakat Jepang dan Greenland yang mengonsumsi pangan seperti ikan dengan rasio omega-3 lebih tinggi.

Saat ini kesadaran akan hidup sehat, memperhatikan nutrisi yang mereka konsumsi dan menghindari terjadinya risiko penyakit menyebabkan kebutuhan pangan fungsional meningkat di tengah masyarakat. Tidak terkecuali produk unggas fungsional.

“Paling tidak, sebagai produsen ternak telur dan daging unggas harus mampu memproduksi pangan yang sehat sehingga dapat mencegah penyakit degeneratif akibat tingginya kandungan kolesterol,” pungkas Prof Sumiati (ipb.ac.id)

Fakultas Peternakan (Fapet IPB University) menyelenggarakan webinar tetang sistem perunggasan telur tetas dan pencampur pakan, 21/5. Penyelenggaraan webinar bekerjasama dengan PT. Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CP) dan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP)
Agribisnis Ambissi – Bogor. Kegiatan ini merupakan pembukaan dari rangkaian acara bimbingan teknis dan pelatihan dalam rangka persiapan ujian kompetensi dan sertifikasi operator telur tetas dan pencampur pakan untuk para peserta sertifikasi khususnya, namun webinar ini terbuka untuk umum bagi siapa saja yang ingin mengetahui dunia perunggasan serta pentingnya sertifikasi kompetensi.

Dalam sambutannya, Dekan Fakultas Peternakan IPB University, Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc.Agr menyampaikan “Bisnis perunggasan di Indonesia adalah salah satu bisnis yang sangat luar biasa, melibatkan banyak pihak dari hulu ke hilir serta banyak proses dan input yang dibutuhkan untuk mendukung bisnis tersebut” ungkapnya. Dr. Idat lalu menjelaskan bahwa dalam beberapa tahun ini Fapet bekerjasama dengan LSP Ambissi yang melakukan sertifikasi terhadap kompetensi calon lulusan. “Dengan melakukan sertifikasi, diharapkan peserta memiliki kemampuan yang lebih kuat sehingga memiliki daya saing yang lebih tinggi pada saat bekerja”pungkasnya.

Prof. Dr. Ir. Iman Rahayu Hidayati Soesanto, M.S turut hadir memberikan sambutan dan gambaran mengenai sertifikasi perunggasan tersebut. Guru Besar Fapet IPB tersebut menjelaskan bahwa rencana untuk sertifikasi ini merupakan bagian dari SKPI (Surat Keterangan Pendamping Ijazah) dan untuk IPB sendiri karena di pendidikan bisa diakomodir untuk dijadikan SKS dengan MBKM yaitu 2 SKS mata kuliah. Program ini merupakan suatu tawaran dari BNSP (Badan Nasional Sertifikasi Profesi) ke LSP, ada satu bantuan yang bisa kita manfaatkan untuk mahasiswa sebagai pendamping ijazah. Untuk sertifikasi telur tetas maupun pencampur pakan, kompetensi terdiri dari kompetensi inti yaitu K3 dan biosecurity dan kompetensi pilihan untuk telur tetas yaitu mengelola telur tetas, menetaskan telur tetas, dan pemanenan anak unggas. Kemudian untuk pencampur pakan, kompetensi pilihan yatiu mencampur bahan pakan, menghitung jumlah pakan  dan menyimpan bahan pakan dan pakan, semuanya diikuti  dengan keputusan akhirnya kompeten atau belum kompeten. “Saya harap dengan penyegaran dari Dr. Maria Ulfah dan Dr. Rita Mutia pada webinar ini, akan membuat refresh kita untuk mengikuti sertifikasi dan kegiatan ini”harapnya.

Dalam webinar ini, dihadirkan beberapa narasumber yang memberikan materi sesuai keahliannya. Narasumber pertama yaitu Dosen Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fapet Dr. Maria Ulfah, S.Pt., M.Sc.Agr. memaparkan sejumpah materi dalam rangka meningkatkan pemahaman dan kapasitas individu terkait penetasan telur unggas. Beberapa hal yang disampaikan meliputi tahapan penetasan telur unggas, kualitas telur tetas, metode evaluasi keberhasilan penetasan dan kualitas anak unggas.

Selanjutnya dihadirkan narasumber yang juga Dosen Fapet dari Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan  Dr. Ir. Rita Mutia, M.Agr menyampaikan materi pencampuran pakan unggas. “Mengapa pakan merupakan hal penting yang harus kita perhitungkan? Karena pakan merupakan biaya terbesar dalam structure cost sebuah bisnis peternakan, bisa mencapai 80%. Kita harus menyiapkan pakan dengan baik dengan gizi yang seimbang sesuai dengan kebutuhan ternak, hal tersebut akan menjamin produktivitas ternak yang baik”urainya

Dari kalangan industri, hadir pula alumni Fapet IPB Moh Jamaludin Malik S.Pt  yang kini menjabat sebagai GM QC Hatchery & Technical PT. Charoen Pokphand Indonesia (CP). Pria yang sudah bergabung selama lebih dari 26 tahun di CP ini menjelaskan latar belakang perkembangan teknologi penetasan perunggasan serta menyampaikan beberapa tren alat-alat yang akan digunakan di penetasan baik ayam broiler maupun layer serta berbicara tentang perubahan-perubahan teknologi yang berkembang di dunia penetasan.

Materi terakhir disampaikan oleh Ir. Sunarbowo dari LSP Agribisnis Ambissi mengenai pentingnya Sertifikasi Kompetensi bagi mahasiswa. “Selama ini masih terjadi gap yang cukup besar antara produk hasil pendidikan formal dengan kebutuhan di dunia usaha maupun industri, kondisi ini membuat pemerintah akhirnya menerbitkan UU No 12 tahun 2012 mengenai keharusan setiap perguruan tinggi untuk memberikan sertifikat kompetensi pada setiap lulusannya” ujar pria yang akrab disapa Pak Bowo ini.  Lebih lanjut ditegaskan bahwa mahasiswa ataupun lulusan jangan terpaku pada satu sertifikat kompetensi saja, namun bekali juga dengan sertifikat yang lainnya untuk bertarung di dunia industri. (Femmy).