News

Pemanasan global membuat suhu bumi semakin meningkat. Kondisi ini  menyebabkan penurunan produktivitas dari sektor pertanian dan peternakan. Jika terus dibiarkan, pemanasan global akan mengancam food security. Namun di sisi lain, sektor peternakan juga ikut menyumbang dalam proses pemanasn global. “Emisi gas rumah kaca sektor pertanian menyumbang 24 persen dari total gas rumah kaca. Sementara itu Gas Metana dari peternakan saja sudah menyumbang sebanyak 16 persen. Peternakan penyumbang nomor dua emisi gas rumah kaca. Akumulasi gas metan terus meningkat secara drastis,” ungkap Dr Anuraga Jayanegara dalam Webinar Potensi Green Bisnis dalam Dunia Peternakan yang diselanggarakan oleh Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Terbuka (10/4).

Dr Anuraga merupakan Pakar Teknologi Pakan Ternak sekaligus Ketua Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan (Fapet) IPB University. Menurutnya isu peternakan yang paling utama adalah produktivitas pangan yang memadai. Kedua adalah kualitas dari produk peternakan. Bukan hanya mencukupi secara kualitas tapi kuantitas.

“Ketiga adalah isu lingkungan yang berkaitan dengan emisi metan. Isu lingkungan ini yang banyak dibicarakan dan perlu dicari solusinya. Selain menyebabkan global warming, gas metan ini menyebabkan ternak kehilangan energi sebanyak empat sampai 16 persen. Jika proses ini bisa dikurangi maka produktivitas ternak bisa ditingkatkan,” ujarnya.

Menurutnya, ada tiga tahap penting yang bisa mengurangi produksi gas metana di bidang peternakan. Yakni menurunkan produksi hidrogen. Lalu dicari alternatif pengganti hidrogen. Dan yang terakhir adalah menghambat metanogen sebagai mikroba yang memproduksi gas metana.

“Mitigasi emisi ini pertama adalah menggunakan zat adaptif alami yaitu polifenol. Zat ini berfungsi sebagai anti mirkoba yang menghambat metanogen. Kami sudah melakukan penelitian dari tahun 2008 hingga sekarang terkait hal ini. Hasilnya adalah gas metan akan berkurang saat pakan dicampurkan dengan polifenol,” ungkap Dr Anuraga.

Ia menjelaskan bahwa penambahan zat polifenol memberikan efek yang sinergitis. Saat gas metan turun ternyata akan menambah nilai ternak, baik secara kualitas dan kuantitas. Keuntungan pertama adalah berat badan naik sekitar 0,35 kilogram (kg) per ekor per hari. Penggunaan zat polifenol juga menambah keuntungan peternak sebanyak 500 rupiah per kilogram pakan.

Ekstrak polifenol menambah kualitas produk peternakan. Pengurangan gas metan dapat mengurangi asam lemak jenuh yang berbahaya bagi kesehatan. Daging ternak akan lebih banyak mengandung lemak tidak jenuh yang bagus untuk kesehatan. Kualitas daging yang dihasilkan peternak akan semakin baik dengan inovasi ini.

Produk inovasi untuk membuat ekstrak polifenol ini tidak sulit untuk diproduksi. Salah satunya  adalah dengan memanfaatkan limbah pengolahan kulit kayu. Limbah ini mengandung polifenol yang tinggi, salah satu yang paling bagus adalah kayu akasia.

Kayu ini diekstrak dari dari potongan limbah kayu. Caranya dengan direbus dalam suhu tinggi dan diambil airnya. Selanjutnya ditepungkan dan diekstrak sampai siap digunakan  dalam bentuk cair.

“Kami juga terus berupaya agar inovasi ini bisa sampai di masyarakat. Salah satunya adalah melakukan diseminasi inovasi bekerja sama dengan bebera lembaga industri peternakan. Selain itu kami juga mengikuti kegiatan expo pengenalan inovasi–inovasi teknologi peternakan. Perlu upaya upaya kolaboratif agar inovasi ini bisa terus dikembangkan dan bisa dimplementasikan di masyarakat (ipb.ac.id)

Guru Besar IPB University di bidang genetika ekologi dan genetika kuantitatif pada Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (IPTP), Fakultas Peternakan ini memang gemar menulis. Sebagai seorang pendidik dan peneliti, disamping tugas utamanya menghasilkan publikasi ilmiah di berbagai jurnal bereputasi internasional, Prof Ronny Rachman Noor juga menghasilkan banyak sekali tulisan ilmiah popular.

Sebagai contoh, sampai saat ini Prof Ronny telah menghasilkan 1.194 tulisan yang dimuat di Kompasiana dalam bidang lingkungan, sosial, budaya dan pendidikan. Tulisan-tulisannya telah dibaca oleh umum sebanyak hampir 2 juta kali.

“Mempublikasikan hasil penelitian merupakan salah satu cara untuk menyebarkan hasil karya yang bermanfaat kepada masyarakat dan kalangan seprofesi,” ujarnya.
Namun menurut Prof Ronny pada kenyataannya banyak sekali karya ilmiah yang dipublikasikan yang hanya dibaca oleh segelintir orang saja, pada umumnya dari kalangan yang berkecimpung dalam bidang yang sama.
Daya sebar tulisan ilmiah yang terbatas seperti ini membuat upaya yang telah dicurahkan dalam bentuk penelitian ini akhirnya berujung pada publikasi yang kurang mendatangkan manfaat yang maksimal bagi masyarakat.

“Kendala utamanya adalah tingkat pengetahuan dan bahasa yang digunakan dalam tulisan ilmiah tersebut sering kali sulit dimengerti oleh masyarakat awam,” ujarnya.

Menurut Prof Ronny Noor tulisan ilmiah popular dapat dijadikan wahana bagi pendidik maupun peneliti dalam menyebarkan ide dan pemikirannya kepada masyarakat. Disamping itu, menulis tulisan ilmiah popular dapat menumbuhkan budaya menulis bagi penulisnya.

“Tulisan ilmiah popular karakteristiknya memang berbeda dengan tulisan bebas yang berupa opini penulis.  Sebuah tulisan ilmiah dituntut dapat menyajikan berbagai fakta ilmiah dan argumentasi yang ditulis juga harus dibangun dari fakta ilmiah bukan atas dasar pendapat bebas penulisnya,” ujar Prof Ronny.

Ketika ditanya kiat-kiat untuk menghasilkan tulisan ilmiah popular, Prof Ronny Rachman Noor menjelaskan bahwa tulisan ilmiah popular yang baik tentunya harus dimulai dengan pemilihan topik yang terkait dengan perkembangan terkini dan juga sesuai dengan selera pembacanya.
Di samping itu tulisan ilmiah popular harus ditulis dengan topik yang menyangkut kepentingan orang banyak ataupun pemecahan masalah yang sedang dihadapi oleh masyarakat. Dan juga menyangkut permasalahan yang masih menjadi tanda tanya masyarakat ataupun terkait dengan masalah yang masih menjadi kontroversi di masyarakat.

“Jadi sebenarnya sebuah tulisan ilmiah dapat saja mengundang jumlah pembaca yang sangat banyak jika topiknya terkait dengan kebutuhan dan pemecahan masalah yang sedang dihadapi masyarakat,” ujarnya.
Menurut Prof Ronny Rachman Noor tulisan ilmiah yang baik tentunya bermula dari pembuatan judul yang menarik pembacanya, sehingga penulisnya harus menyadari bahwa judul tulisan ilmiah populer walaupun inti isinya sama, tidak dapat dibuat seperti judul tulisan ilmiah yang dipublikasikan di jurnal ilmiah karena akan terlalu kaku dan susah dimengerti oleh pembaca.

Di samping itu, menurutnya penulis tulisan ilmiah harus dibekali oleh pengetahuan yang terkait dengan topik yang ditulisnya dan memiliki kemampuan untuk menelusuri berbagai sumber tulisan ilmiah yang terkait dengan topik yang sedang ditulisnya.
“Kekuatan utama sebuat tulisan ilmiah populer adalah keterbaruannya. Oleh sebab itu penulisnya harus memiliki kemampuan untuk mengumpulkan bahan-bahan tulisan ilmiah dari berbagai sumber untuk selanjutnya diramu dan diulas secara ilmiah dengan bahasa yang sederhana,” ujar Prof Ronny.

Beberapa sumber informasi ilmiah umum yang sangat mendukung tulisan ilmiah yang terkait dengan permasalahan yang sedang dihadapi masyarakat yang menjadi menu bacaan rutin Prof Ronny setiap harinya antara lain Science Daily, Science Direct, Popular Science, ABC Sciece, BBC Science, CNN Science dan lain-lain.
Menurut Prof Ronny Noor dari sumber umum inilah penulis dapat menelusuri lagi sumber utamanya  untuk mencari fakta ilmiah yang lebih detail lagi.

Dengan mengumpulkan berbagai berita dan temuan ilmiah yang sedang menjadi topik pembicaraan hangat di dunia, penulis dapat mensintesanya dan meramunya serta menambahkan dengan berbagai argumentasi ilmiah yang akan menghasilkan sebuah tulisan ilmiah yang sesuai dengan selera pembacanya.

Menurut Prof Ronny, sebuah tulisan ilmiah popular yang baik, paling tidak harus memenuhi tiga syarat. Yaitu mengulas isu dan topik terkini yang sedang hangat di masyarakat, menyajikan kumpulan fakta ilmiah yang terkait dengan berbagai permasalahan yang sedang dihadapi oleh masyarakat serta menyajikan analisa penulis dengan bahasa yang menarik dan sederhanya yang berujung pada solusi dan aplikasi yang ditawarkan oleh penulisnya.

“Menulis tulisan ilmiah di media cetak memang seringkali menjadi pilihan penulisnya, namun keterbatasan ruang dan kepentingan media cetak dengan penulis sering kali berbeda.  Oleh sebab itu tidak jarang tulisan ilmiah yang menurut penulisnya sangat bagus sekalipun sering ditolak oleh redaktur untuk dimuat di media cetaknya dengan alasan keterbatasan ruang,” ujarnya.

Dalam situasi seperti inilah penulis dapat memilih wahana lain seperti website, blog ataupun wahana lainnya yang tentunya dapat mengisi gap dalam menyalurkan hobi menulisnya untuk tulisan ilmiah popular yang bermutu.

Prof Ronny menyatakan bahwa tulisan ilmiah popular yang bagus akan bersifat long lasting artinya materi kebenaran tulisan tersebut akan bertahan sangat lama dan akan menjadi acuan banyak pihak sebagai sumber kebenaran materi yang telah dibuktikan secara ilmiah melalui berbagai penelitian dan pengujian.

“Jadi tidak heran jika saat ini tulisan ilmiah popular juga dijadikan acuan penulisan ilmiah untuk berbagai keperluan seperti publikasi di jurnal ilmiah, skripsi, tesis dan disertasi,” ujarnya (ipb.ac.id)