News

Himpunan mahasiswa produksi ternak IPB (Himaproter) telah mengadakan sebuah acara SWAP 2017. Acara ini terdiri atas Seminar,Workshop, serta Lomba BMC yang dilaksanan pada hari Sabtu, 6 Mei 2017 pukul 08.00 s.d 16.00 bertempat di Auditorium Fapet IPB. Peserta yang hadir sebanyak 20 orang dari kalangan umum serta 50 dari kalangan mahasiswa.

Kegiatan ini dimulai dari sambutan oleh ketua pelaksana SWAP 2017 Eki Pratama Rivai lalu pembina Himaproter Sigid Prabowo serta Wakil Dekan bidang Akademik & Kemahasiswaan Fapet IPB Prof. Dr. Ir. Sumiati. M,Sc. Acara dilanjutkan dengan Seminar dari 2 pembicara dengan tema pertama yaitu Mempersiapkan wirausaha muda dalam menghadapi persaingan bisnis dunia peternakan di era globlisasi oleh Prof. Dr. Ir. Dewi Apri Astini serta tema kedua yaitu pemeliharaan kambing domba pada Bangunkarso Farm oleh Bapak Bangun Dioro

Pada kegiatan Workshop dimulai dengan pemaparan Agroedutourism oleh Dr. Asnath M Fuah MS dilanjutkan dengan pemeliharaan kambing domba oleh Dr. Ir. Sri Rahayu MS dan diakhiri oleh pemaparan Pemeliharaan Jangkrik, Ulat Hongkong, dan Kroto Oleh Bapak Ade Yusdira CEO KrotoBond. Sedangkan Kegiatan BMC diikuti oleh 10 kelompok yang terdiri atas 3-5 orang, Kegiatan ini diawali oleh materi mengenai BMC lalu dilanjutkan dengan lomba BMC.

Diharapkan dengan kegiatan ini para peserta dapat mendapat ilmu mengenai peternakan on-farm dan off-farm serta dapat menerapkan bisnis-bisnis terkait dengan peternakan.

Boneka peternakan inovatif atau dikenal dengan sebutan “Boti” adalah boneka yang terbuat dari limbah minyak goreng atau minyak jelantah. Inovasi yang dicetuskan oleh tiga  mahasiswa Fakultas Peternakan dan 1 mahasiswa Fakultas Ekonomi Manajemen IPB ini menjadi solusi untuk penanganan limbah minyak jelantah yang tersedia dalam julmah banyak.
 
Produksi minyak jelantah tentu akan semakin meningkat seiring bertambahnya populasi manusia. Berdasarkan tim sensus penduduk (SP), jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 mencapai 237.556.363 jiwa. Penggunaan minyak goreng tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Sedangkan, minyak jelantah yang dihasilkan sebagai limbah minyak goreng masuk ke dalam kategori limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun) jika tidak dikelola dengan baik.

“Kehadiran Boti diharapkan akan menjadi angin segar dalam menangani produksi minyak jelantah yang berbahaya dan beracun,”  kata Aditya Prabowo, salah satu penggagas Boti, dalam rilis IPB yang diterima Republika.co.id, Selasa (9/5).

Lelaki yang akrab dipanggil Adit itu  menambahkan, selain memiliki nilai yang ramah lingkungan karena dapat mengurangi produksi limbah, boneka tersebut juga mempunyai nilai edukasi. “Boneka-boneka yang diproduksi dalam karakter hewan-hewan peternakan ini bertujuan untuk memperkenalkan kepada masyarakat luas tentang jenis-jenis hewan ternak yang ada di Indonesia. Satu boneka yang diproduksi akan dilengkapi dengan informasi mengenai karakter hewan tersebut,” tuturnya.

Adit menjelaskan, ide mengenai Boti berawal dari kuliah sebuah mata kuliah di Fakultas Peternakan IPB. Adit yang merupakan mahasiswa semester 6 mendapatkan ide tentang penanganan minyak jelantah. Saat itu dosennya menjelaskan tentang proses pembuatan sabun dari lemak sapi. Adit berpikir jika lemak sapi bisa mengeras menjadi sabun, apakah minyak jelantah yang selama ini menjadi limbah bisa mengeras juga? Pertanyaan tersebut disampaikan kepada dosennya, hingga akhirnya tercetuslah ide membuat boneka edukasi dari minyak jelantah yang disetujui oleh dosen tersebut untuk diajukan dalam bentuk proposal.

Pada awalnya, Adit tidak pernah menyangka jika proposal “Boti” yang diajukan pada Pekan Kreativitas Mahasiswa (PKM) akan lolos didanai oleh DIKTI. Sejak pengumuman kelolosannya pada awal Maret 2017 lalu, produksi Boti sudah dimulai. “Sudah banyak yang pesan Boti, bahkan ada juga yang memesan dalam bentuk bros sebagai souvenir dan sudah terjual,” ujar Adit.

Ia juga menjelaskan jika saat ini proses produksi disesuaikan dengan pemesanan yang ada. Satu produk Boti dikenakan harga Rp 35.000-85.000 tergantung dari jenis hewan dan ukuran. Saat ini proses produksi dilakukan di Bogor, sedangkan pemasarannya difokuskan di Bandung walaupun tidak menutup kemungkinan untuk daerah-daerah lainnya.

Ke depan, Adit dan kawan-kawannya ingin agar produk Boti ini dipatenkan. Selain itu, mereka juga berharap agar usaha Boti ini akan terus berlanjut walaupun rangkaian PKM sudah selesai. “Jika usaha ini  terus berlanjut, saya dan kawan-kawan ingin merangkul banyak masyarakat agar bisa menciptakan lapangan pekerjaan,”  tutur Aditya Prabowo. (republika.co.id)