Suryopratomo, Sarjana Peternakan Jadi Jurnalis, Kini Dubes di Singapura

Jurnalis senior yang juga sarjana peternakan alumni IPB Suryopratomo dilantik menjadi Duta Besar RI untuk Singapura oleh Presiden Joko Widodo pada Senin, 14 September 2020. Usai dilantik, kepada pers ia mengungkapkan ada empat misi utama yang diemban dirinya sebagai duta besar .

Misi pertama adalah perlindungan warga negara Indonesia. Misi ini juga menjadi prioritas Kementerian Luar Negeri sejak lama.

“Dalam konteks covid-19 sekarang ini, banyak dari mereka yang harus kita dukung, harus dilindungi. Bahkan, kita tahu ada ribuan orang yang bekerja dan diharuskan pulang,” tutur pria yang akrab disapa Tommy ini sebagaimana dikutip Medcom.id, pada Senin 14 September 2020.

Misi kedua yakni membantu kerja sama dalam penanganan krisis kesehatan. Dalam hal ini, kata Suryopratomo, produksi vaksin merupakan kerja sama kesehatan yang paling esensial.

Misi ketiga adalah pemulihan ekonomi nasional. Anggota Satgas Covid-19 ini berharap ke depannya dapat mencari peluang untuk pemulihan ekonomi di Indonesia pasca covid-19.

“Misi keempat, yakni semua duta besar ikut menciptakan perdamaian dunia,” tegas Dubes yang merupakan warga Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia (ISPI) ini.

Memiih Karir Jurnalis

Suryopratomo atau lebih populer dengan nama Tommy lahir di Bandung, Jawa Barat, 12 Mei 1961. Ia dikenal sebagai tokoh pers nasional yang cerdas. Namanya dikenal melalui kiprahnya sebagai pewarta di beberapa surat kabar dan stasiun televisi di Indonesia, di antaranya Kompas, Media Indonesia, dan Metro TV. Sebelum menjabat sebagai pemimpin redaksi, Direktur Pemberitaan, dan Direktur Utama Metro TV, Tommy bekerja sebagai jurnalis Kompas yang pernah ditugaskan di berbagai daerah dan dipercaya sebagai pemimpin redaksi.

Di kalangan sejawatnya, Suryopratomo dipercaya menjabat sebagai Ketua Forum Pemimpin Redaksi, tahun 2015 sampai 2017.

Setelah lulus SMA, Tommy diterima kuliah di Fakultas Peternakan IPB, lulus pada tahun 1983. Pada tahun 1986, Tommy menyelesaikan studi pasca sarjananya di perguruan tinggi yang sama. Saat itu, dia punya dua pilihan: menjadi dosen dan kelak melanjutkan studi atau bekerja. Tommy memilih bekerja –sebuah keputusan yang ditentang Tjokroprawiro, sang ayah yang menghendaki Tommy melanjutkan studinya hingga S-3.

Tommy kemudian mengirimkan empat lamaran pekerjaan, dan hanya Kompas yang memanggilnya. Tak pernah disangka jika akhirnya Tommy menjadi pemimpin redaksi Kompas, salah satu harian terkemuka di Indonesia di usianya yang masih muda kala itu, baru 39 tahun.

Empat tahun bergabung dengan Kompas, dia menjabat sebagai wakil kepala desk olahraga. Setahun kemudian Tommy dipindahkan ke desk ekonomi. Setelah dipromosikan menjadi redaktur pelaksana, pada 1 Februari 2000 Tommy menerima tongkat estafet dari Jakob Oetama sebagai pemimpin redaksi, setelah 35 tahun dijabat langsung oleh pendirinya, Jakob Oetama.

Namanya kian populer tatkala ia mencoba karir baru di dunia pertelevisian dengan jabatan terakhir Dirut Metro TV . Menurut catatan penulis, Tommy adalah sarjana peternakan pertama yang menjadi Duta Besar RI. Beberapa sarjana peternakan yang memiliki karir cemerlang di pemerintahan di level menteri tercatat ada dua yaotu Ali Rahman sebagai Mensesneg di era Presiden Abdurahman Wahid dan Suswono Menteri pertanian di era Presiden SBY. Ali Rahman tercatat pernah menjabat sebagai Ketua Umum PB ISPI.(pb-ispi.org)