Dosen IPB University: Swasembada Daging Sapi 2026 Masih Mustahil Terwujud

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Peternakan (BEM Fapet) IPB University kembali menghadirkan kegiatan Diskusi Kandang dengan tema “Swasembada Daging 2026: Menjadi Nyata atau Hanya Rencana?"  Diskusi yang dilaksanakan pada (4/11) ini menghadirkan Prof Dr Muladno, Guru Besar IPB University dari Fakultas Peternakan.

Dalam paparannya, Prof Muladno berharap kegiatan tersebut tidak hanya berakhir sebagai diskusi semata namun juga  dapat terwujud aksi nyata yang dapat memberikan kontribusi dan kritisi terhadap program-program pemerintah yang berkaitan dengan swasembada daging.  Ia juga mengatakan pemerintah harus mencermati landasan hukum yang dipakai dalam mencapai swasembada daging.

Menurutnya, selama ini Indonesia telah mengimpor daging hingga ratusan ribu ton, namun kebutuhan masyarakat masih belum terpenuhi. Sementara, posisi Indonesia saat ini masih jauh dari angan-angan swasembada daging yang ditargetkan terwujud di tahun 2026. Prof Muladno juga menjelaskan, sejak kemerdekaan hingga saat ini, rasio jumlah sapi terhadap jumlah penduduk hanya meningkat 1,05 persen.

Dengan angka tersebut, ia mengatakan bahwa mustahil apabila Indonesia ingin mencapai swasembada daging di tahun 2026. Lebih lanjut ia menandaskan, swasembada daging yang dikelola oleh peternak lokal di jaman kemerdekaan dinilai lebih baik meskipun tanpa ada campur tangan pemerintah.

“Kini, peternak lokal sering tidak diperhatikan bahkan di saat kebutuhan pasokan daging meningkat. Pemerintah menggeser potensi perkembangan bisnis daging sapi kepada pihak luar dengan jalan impor sapi dari Australia, bukan pada peternak lokal,” kata Prof Muladno. Ia menilai, pemerintah harus mulai berorientasi pada bisnis dengan penggunaan regulasi yang kondusif sehingga peternak lokal akan merasa nyaman.

Sementara, Kepala Sub Direktorat Standarisasi Mutu Ternak Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementerian Pertanian RI, M Imron turut menanggapi pernyataan Prof Muladno. “Sangat sulit bagi pemerintah untuk menyusun regulasi dari hulu ke hilir yang dapat memuaskan tiap stakeholder. Namun begitu, impian swasembada daging 2026 tetap akan didorong melalui kebijakan pengembangan sapi potong,” katanya.

Ia menegaskan, dengan grand design pengembangan sapi 2026, pemerintah menargetkan populasi sapi di Indonesia akan mencapai angka 33 juta. Percepatan peningkatan rasio populasi sapi juga didorong dengan program kinerja Sikomandan yang baru-baru ini diluncurkan.

Selain itu, intervensi terbaru berupa program 1000 Desa Sapi 2020 melalui pemberian indukan dan pengadaan sapi juga dilakukan untuk pengelolaan peternakan yang lebih komersial. Namun demikian, pendekatan kooperatif dengan orientasi keuntungan tersebut belum sempat diketuk palu oleh DPR.  

Ia juga mengatakan, perlu dukungan rakyat terutama kaum milenial. "Kaum milenial diharapkan mampu membungkus peternakan yang selama ini dikelola secara sederhana di level rakyat yang hanya 2-3 ekor, dengan bungkus-bungkus teknologi yang baru, dengan pemikiran yang sekarang mungkin bisa lebih menarik dan menguntungkan,” jelasnya.

Di sisi lain, Teguh Boediyana, Ketua Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSI) menegaskan bahwa swasembada daging 2026 sulit untuk diwujudkan. Menurutnya, roadmap yang dibentuk oleh pemerintah tidak masuk akal dan masih berdasarkan pada asumsi dan data-data yang tidak akurat.

“Program swasembada daging  sapi sejak tahun 2005 hingga saat ini tidak memberikan hasil yang diinginkan. Di tahun 2026, walaupun Indonesia berencana mengimpor indukan hingga  2 juta ekor sapi, dinilai tetap tidak akan mencapai swasembada daging. Pembuatan roadmad seharusnya berangkat dari data populasi dan produksi sapi yang faktual bukan data yang menjerumuskan,” sebutnya (ipb.ac.id)