News

Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB University dalam program pengabdian kepada masyarakat menyelenggarakan kegiatan Penyuluhan Pembuatan Ransum Suplementasi Maggot untuk Pakan Itik Petelur di Balai Desa Ringinanyar Kecamatan Ponggok Kabupaten Blitar, Jawa Timur, akhir tahun lalu. Tujuannya  adalah untuk membantu peternak dalam pembuatan ransum, supaya tidak terikat lagi dengan tengkulak.
 
Tim yang terdiri dari Prof Sumiati (Fakultas Peternakan) dan Kepala bidang Program Pelayanan kepada Masyarakat LPPM, Dr Prayoga Suryadharma disambut oleh Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Blitar, Drh Adi Andaka, MSi, Kepala Desa Ringinanyar, Supangat, Sekretaris Desa Ringinanyar, Abdul Muis, SPd dan Mantri Peternakan Kecamatan Ponggok, Gunawan, SPt.

Prof Sumiati, ahli nutrisi unggas khususnya bebek menjelaskan permasalahan yang dihadapi peternak itik di Desa Ringinanyar yaitu peternak masih tergantung pakan dari tengkulak yang selama ini beredar. Mereka terikat kontrak dengan tengkulak yakni peternak diberikan pakan oleh tengkulak kemudian telurnya dibeli lagi oleh tengkulak. Akibatnya peternak tidak dapat berdikari, kemerdekaan peternak direnggut oleh tengkulak.

Oleh karena itu fasilitator Stasiun Lapang Agrokreatif (SLAK) membuatkan ransum untuk bebek. Harapannya adalah agar peternak tidak tergantung lagi dengan pakan dari tengkulak. Telurnya juga bisa dimanfaatkan menjadi tepung telur sehingga mendapatkan nilai lebih dalam produk telur.

“Pakan yang digunakan adalah pakan dengan suplementasi maggot. Selain protein maggot yang tinggi, maggot juga bermanfaat untuk mengurangi sampah rumah tangga. Media yang digunakan dalam budidaya maggot di desa ini adalah sampah rumah tangga. Pakan sudah diujikan ke salah satu peternak di Desa Ringinanyar dan didapatkan hasil telur yang produksinya stabil bahkan cenderung naik dibandingkan dengan pakan dari tengkulak. Bobot telur yang dihasilkan juga sama dengan pakan dari tengkulak. Artinya pakan ini telah berhasil untuk diproduksi secara massal dan dapat digunakan di Desa Ringinanyar,” ujarnnya.

Sementara itu, Dr Prayoga menjelaskan mengenai produk pertanian seperti cabai yang merupakan salah satu komoditas pertanian masyarakat Desa Ringinanyar. Pemanfaatan cabai yang masih kurang menjadi salah satu permasalahan masyarakat Desa Ringinanyar.
Permasalahan ini dapat diatasi dengan cara mendirikan koperasi cabai. Koperasi berperan sebagai jembatan penghubung antara petani dengan pembeli. Sehingga harga cabai lebih stabil dibandingkan dengan sebelumnya.
“Selain itu, warga juga bisa membuat produk olahan seperti tepung cabai dan bumbu instan. Tepung cabai dapat diproduksi dengan melewati beberapa tahapan antara lain penyortiran, pencucian, pengeringan, pengilingan, penyaringan dan pengemasan. Sedangkan bumbu instan diproduksi dengan cara cabai dilakukan penyortiran, pembersihan, penghancuran, penambahan gula, dipanaskan dalam wajan sampai terbentuk kristan. Selanjutnya disaring dan dikemas,” tuturnya.

Ia menambahkan untuk bidang peternakan, menurutnya telur dapat diolah menjadi tepung telur. Tepung telur diproduksi secara mengunakan spray dryer atau dengan oven. Tepung telur dapat diolah menjadi brownis, donat, mie, spagheti dan lain-lain.
 
Sementara itu, Kepala Desa Ringinayar, H Supangat menyampaikan bahwa Desa Ringinanyar mayoritas warganya bermata pencaharian sebagai petani dan peternak. Yang mendominasi adalah pertanian cabai, peternakan bebek dan sapi. Berdasarkan potensi sumber daya yang ada di Desa Ringinanyar, desa ini mampu bersaing dengan desa lain, bahkan desa ini tergolong lebih maju daripada desa di sekitarnya.

“Harapannya ke depan masyarakat bisa menerapkan ilmu yang telah diberikan oleh IPB University kepada warga kami, sehingga potensi di desa bisa dimaksimalkan dan tentunya bisa menjadi sumber penghasilan masyarakat,” tuturnya.

Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan, Kabupaten Blitar, Drh Adi Andaka menyampaikan bahwa kedatangan IPB University di desa Ringinanyar diharapkan mampu menjawab permasalahan yang sedang dihadapi terutama dalam bidang peternakan. Khususnya pakan dan bidang pertanian khususnya pengolahan paska panen. Dengan demikian Desa Ringinanyar menjadi desa yang mandiri. (ipb.ac.id)

Kegiatan Dosen Mengabdi IPB University kembali hadir menyapa masyarakat. Kali ini, para peternak dan pecinta kelinci dari berbagai wilayah Bogor dan sekitarnya mendapatkan ilmu mengenai budidaya kelinci dari dua orang narasumber yang berasal dari Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, IPB University. Acara yang digelar oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) dan bertemakan  "ASUH Kelinci Kita" ini digelar di Ruang Sidang Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (PSP3), Kampus Baranangsiang, Bogor (14/12).

Kegiatan bimbingan teknis (bimtek) ini dihadiri oleh 30 peserta yang mayoritas merupakan para peternak kelinci. Hadir sebagai salah satu narasumber, Dr Ir Henny Nuraini, MSi membawakan materi tentang "Sertifikasi Halal pada Industri Peternakan Kelinci" dan "Teknik Pemotongan yang ASUH (Aman, Sehat, Utuh, dan Halal)".

Dr Henny memaparkan bahwa daging kelinci memiliki banyak keunggulan jika dibandingkan dengan daging dari jenis ternak lain. Daging kelinci memiliki kadar protein lebih tinggi, memiliki kadar lemak, kolesterol dan garam lebih rendah serta mengandung senyawa kitotefin yang disinyalir merupakan obat dari penyakit asma. Namun masyarakat di Indonesia belum begitu awam dengan jenis daging yang satu ini. Salah satu penyebab kurang minatnya masyarakat Indonesia untuk mengkonsumsi daging kelinci adalah terkait dengan status kehalalan dagingnya.

Pada bimtek ini, para peserta diedukasi mengenai standar penentuan kehalalan suatu makanan, khususnya daging. Selain mengedukasi bagaimana teknik pemotongan kelinci yang benar, konsep ASUH ini sendiri merupakan suatu standar kualitas daging kelinci nantinya.  “Penerapan standar Aman, Sehat, Utuh, dan Halal ini akan semakin membuat masyarakat lebih yakin untuk mengkonsumsi daging kelinci karena kualitasnya akan lebih terjamin,” ujarnya.

Sementara itu, Dr Ir Komariah, MSi menyampaikan materi terkait "Teknologi Pengawetan dan Penyamakan Kulit". Menurutnya selama ini para peternak kelinci memang lebih memfokuskan untuk menghasilkan produk berupa daging  beserta olahannya. Padahal, kulit dari kelinci pun akan memiliki nilai tambah yang menarik jika dikelola secara tepat. Selain dijadikan bahan dasar pada Industri pembuatan tas, sepatu, ataupun jaket, kulit kelinci yang sedikit baret tampilannya tetap dapat dimanfaatkan untuk diolah menjadi kerupuk kulit atau krecek untuk dikonsumsi. Hal ini pun termasuk ke dalam upaya pengurangan limbah hasil produksi.

Kegiatan ini pun turut menjadi wadah penyampaian aspirasi para penggiat usaha kelinci terhadap pemerintah. Turut hadir sebagai salah satu partisipan, drh Patriantariksina Randusari, MSi yang berasal dari Dinas Pertanian Kota Bogor. Menurutnya kegiatan seperti ini dapat dijadikan agenda rutin. Dengan adanya kegiatan seperti ini, industri kelinci akan semakin dikenal di kalangan masyarakat luas dan pemerintah.

“Saya menghimbau agar wacana-wacana bagus yang hadir di sini dapat ditindaklanjuti, khususnya untuk rumah potong kelinci. Semoga peternakan kelinci di Indonesia akan terus berkembang dan maju menjadi sebuah industri yang besar, layaknya industri dari berbagai ternak seperti ayam dan sapi. Dibutuhkan kerjasama dari berbagai pihak agar usaha peternakan kelinci dapat menjadi industri besar,” ujarnya.

Sementara itu, Ahmad Syahril, salah satu peserta yang berasal dari komunitas Bogor Rabbit Center mengatakan bahwa tanpa adanya dukungan dari pemerintah, peternak seperti mereka akan sulit sekali maju.(ipb.ac.id)