News

Wabah flu burung dikabarkan tengah merebak kembali pasca COVID-19.  WHO (Badan Kesehatan Dunia) saat ini memperkirakan sekitar 500 juta ayam dan unggas mengalami kematian akibat virus H5N1.  Tentu saja hal ini mengundang kekhawatiran masyarakat dunia. Karena flu burung bukan hanya menginfeksi unggas saja, namun mamalia lain seperti  beruang, singa, dan binatang lainnya.

Prof Ronny Rachman Noor, Guru Besar Fakultas Peternakan (Fapet) IPB University menjelaskan, virus ini memang dikenal sangat ganas dan infeksius.  Kebangkitan wabah flu burung ini sudah muncul sejak tahun 2021 lalu. Flu burung kembali merebak di Eropa, Amerika dan Australia kemudian ke selatan memasuki wilayah Amerika Selatan.

“Sampai saat ini vaksinasi memang masih menjadi pilihan, namun banyak negara tidak melakukannya karena adanya kekhawatiran terjadi penyebaran yang lebih luas lagi akibat unggas  tanpa gejala akan ikut menyebarkan virus ini pada unggas  yang belum divaksin,”ujarnya.

Keputusan besar dengan memusnahkan unggas yang terinfeksi di wilayah terdampak dinilai kurang tepat. Kerugian ekonomi yang ditimbulkan akibat pemusnahan massal tidak sedikit. 
“Dari sisi risiko penyebaran flu burung ini ke seluruh dunia yang semakin buruk ini vaksinasi memang diperlukan untuk mengendalikan wabah ini,”lanjutnya.

Hasil evolusi dan mutasi yang dialami oleh virus pathogen dinilai menjadi biang dari merebaknya wabah flu burung. Kemunculan strain H5 dan H7 pada flu burung menyebabkan efek mematikannya sangat ganas. “Strain ini menyebar pada burung liar dan akhirnya kembali menyebar pada ungags, “ ungkapnya.

Berdasarkan pola  penyebaran virus flu burung emapt tahun terakhir, wabah ini kembali akan menghantui dunia. “Penemuan strain baru virus flu burung yaitu varian 2.3.4.4b yang dikenal ganas diduga akan menjadi faktor penyebarnya,” katanya.

Strain baru virus flu burung ini dapat juga menyerang  berbagai spesies termasuk mamalia. Kabar terbarunya, strain ini  menyebabkan kematian 52 ribu menyerang cempelai di Spanyol. Virus flu burung ini juga menyerang kalkun, pelican dan burung liar lainnya.
Menurut catatan, varian baru ini bahkan telah menyerang 236 spesies burung liar, termasuk di antaranya elang, burung nasar, pelican dan penguin. Penyebaran virus flu burung pada cempelai ini memang  menimbulkan kekhawatiran tersendiri karena dapat  menjadi jembatan penyebaran virus ini ke mamalia termasuk manusia. 
“Jika hal ini terjadi maka penyebaran virus ini antar mamalia tinggal menunggu waktu saja karena virus ini memiliki kemampuan mutasi yang luar biasa,” tegasnya.  Ia mengatakan, dunia harus mulai waspada akan merebaknya virus ini. Sejak Januari 2021, telah terjadi 186 kasus wabah H5N1 pada mamalia. Virus ini menyerang 17 spesies termasuk rubah, berang-berang dan anjing laut, beruang, singa gunung, dan sigung.

Ganasnya, virus ini tidak hanya menyerang sistem pernafasan namun juga sistem syaraf pusat dan otak mamalia. Kekhawatiran terhadap mutasi virus ini dan penularan antar mamalia sangat beralasan. Walaupun saat ini tingkat kematian pada manusia masih rendah.

“Indonesia perlu bersiap jika akhirnya virus flu burung ini masuk kembali ke Indonesia karena jika sudah masuk maka dipastikan akan menimbulkan kerugian yang sangat besar pada industri  perunggasan nasional dan perekonomian nasional,” jelasnya (ipb.ac.id)

Fakultas Peternakan (Fapet) IPB University menggelar Workshop Implementasi Kerjasama dengan Solidaritas Alumni Sekolah Peternakan Rakyat Indonesia (SASPRI) di Fakultas Peternakan, Kampus IPB Dramaga (15/2). Dekan Fapet IPB Dr Idat Galih Permana, M.Sc.Agr dalam sambutannya menjelaskan awal mula kerjasama antara Fapet dengan SASPRI “Berawal dari 10 Desember yang lalu, Fapet mengadakan assignment dengan SASPRI dalam rangka implementasi kegiatan Tri Dharma Perguruan Tinggi yang melibatkan aspek pendidikan, penelitian, dan pemberdayaan masyarakat ” ujarnya. Selaku pimpinan Fapet, Ia juga amat mengapresiasi program yang sudah berjalan di masyarakat khususnya di ternak sapi potong “Saya kira ini inovasi sosial yang sangat baik, dimana IPB turut serta mengedukasi para peternak dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan para peternak” ungkapnya.

Guru Besar Fapet IPB sekaligus Wali Utama SASPRI, Prof. Muladno yang juga hadir pada workshop tersebut menjelaskan tiga aspek penting dalam mendidik Sekolah Peternakan Rakyat (SPR). “Aspek pertama yaitu pengubahan pola pikir beternak yang pasif, ini merupakan pondasi utama. Selanjutnya adalah bagaimana kita ajari mereka untuk berbisnis, bergotong royong dan berhimpun melalui koperasi. Aspek terakhir yaitu teknologi” jelasnya.

Selanjutnya disampaikan presentasi dengan tema Membangun Kedaulatan Pangan dari Desa Melalui Sinthesa IPB (Sistem Integrasi Horizontal Ekonomi Desa untuk Industri Pangan Bangsa) oleh Ir. Kusmutarto Basuki, MBA. Dalam presentasinya, Ketua Dewan Pembina SASPRI ini memaparkan beberapa tahap penting dalam pembentukan Sinthesa-IPB. Tahap pertama dimulai dari konsolidasi internal SASPRI, Gapoktan dan BUMDes, dilanjutkan dengan pemetaan potensi SDM dan SDA serta perencanaan bisnis segitiga emas. Ketiga tahap tersebut masing-masing dilaksanakan selama satu bulan. Selanjutnya dilaksanakan penyusunan peraturan desa dan pendampingan.

Implementasi kerjasama SASPRI dengan MBKM dijelaskan oleh Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Prof. Irma Isnafia Arief. Pemaparan disampaikan dari mulai Perhitungan SKS, topik yang dapat dilakukan di SPR, KKN hingga capestone. Workshop yang juga dimoderatori oleh Wakil Dekan Bidang Sumberdaya, Kerjasama dan Pengembangan Fapet Dr. Sri Suharti ini juga dihadiri oleh para Kadiv di lingkungan Fapet secara langsung di Ruang Sidang Fapet. Beberapa anggota SASPRI dari berbagai daerah di Indonesia baik dari pulau Jawa, Sumatra maupun Sulawesi turut hadir secara online. Arfan, salah satu wali SASPRI yang berasal dari Sulawesi mengaku siap menerima kedatangan Mahasiswa maupun Dosen yang ingin berkolaborasi di wilayahnya. (Femmy)