News

Fakultas Peternakan (Fapet) berpartisipasi dalam pameran peternakan Indo Livestock di Indonesia yang diselenggarakan di Jakarta Convention Center (JCC) selama 3 hari mulai dari 6 sampai 8 Juli. Opening ceremony dilaksanakan pada hari ini (6/7) dan dibuka secara resmi oleh Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian RI Dr. Ir. Nasrullah, M.Sc yang mewakili Menteri Pertanian. Dirjen PKH juga menyempatkan untuk mengunjungi booth Fapet IPB bersama Guru Besar IPB Prof. Muladno.

Produk Fapet yang ditampilkan dalam pameran ini antara lain adalah pakan ternak sorinfer, herbal mineral blok (HMB), magot, wafer ternak dan beberapa pakan ternak lain. Selain itu ada juga madu, telur dan makanan berbahan baku daging sapi seperti dendeng dan rendang. Produk olahan susu berupa yogurt juga tersedia di booth Fapet pada acara tersebut.

Indolivestock 2022 Expo dan Forum diselenggarakan oleh PT Napindo Media Ashatama dan tahun ini menjadi kali ke-15 penyelenggaraan acara serta diikuti oleh 200 peserta dari 23 negara. “Kolaborasi dengan pemerintah dalam kegiatan ini untuk bersama-sama mengenalkan teknologi industri peternakan, pertanian dan perikanan secara luas kepada masyarakat dan sebagai wadah informasi dan transfer teknologi di dunia peternakan”jelas Managing Director PT Napindo Media Ashatama, Arya Seta Wiriadipoera.

menjadi wadah berkumpulnya para pelaku usaha dan industri peternakan. Bukan hanya sebagai tempat berkumpul semata, Indolivestock juga menjadi ajang pertukaran informasi inovasi dan teknologi dalam dunia peternakan.

Dalam acara pembukaan tersebut hadir pula Presiden Forum Masyarakat Perunggasan Indonesia (FMPI) Don P Utoyo yang menyampaikan beberapa hal terkait peternakan di Indonesia yang sudah jauh maju ke depan. “Kemajuan ini terjadi berkat kerjasama banyak pihak, antara lain pemerintah, pelaku usaha, akademisi, pers dan publik” ungkapnya. Alumni Fapet IPB angkatan 1 ini juga menerangkan beberapa produk unggulan peternakan di Indonesia yaitu sapi-sapi unggul dari Bali, Madura dan Aceh serta domba Garut. Selain itu teknologi perunggasan ayam yang sudah hampir 70% peternak menggunakan kandang tertutup atau closed house. “Kemajuan-kemajuan teknologi ini bisa ditampilkan di pameran seperti ini”jelasnya. (Femmy)

Di era tahun 1990-an, studi tentang pengenalan jenis suara ayam sudah secara intensif dilakukan. Hal ini diungkapkan oleh Prof Ronny Rahman Noor, Ahli Genetika Ternak IPB University. Dalam tulisannya yang diterima Humas IPB University, 30/6, Prof Ronny menerangkan peran Artificial Intelligent (AI) atau kecerdasan buatan dalam mendorong produktivitas ternak dengan optimal. 
 
"Saya masih ingat ketika mengunjungi salah satu lembaga penelitian di Jerman pada era 1990-an. Ada kelompok peneliti yang memfokuskan topik penelitiannya untuk menganalisa suara ayam. Tujuannya untuk mengidentifikasi jenis suara ayam yang dapat menggambarkan apakah ayam tersebut sedang dalam keadaan senang, gelisah atau dalam keadaan stress," ujarnya.
 
Walaupun di era tersebut perkembangan teknologi masih terbatas, tambahnya, namun peneliti sudah berhasil membedakan perbedaan jenis suara ayam yang ditempatkan pada kondisi yang berbeda.  "Dalam pemeliharaan ayam yang dilakukan secara intensif, manajemen pemeliharaan ayam memegang peran dalam menentukan keberhasilan produksinya. Artinya jika manajemen pemeliharaan baik, maka dapat diharapkan produktivitas ayamnya juga tinggi," ungkap Prof Ronny. 
 
Menurutnya, salah satu jenis suara ayam yang berhasil diidentifikasi adalah suara jenis panggilan darurat (distress call) yang dapat dijadikan indikator bahwa ayam tersebut sedang stres.  Prof Ronny menjelaskan, "Jika nantinya hasil analisa suara ini menunjukkan adanya suara jenis panggilan darurat yang frekuensi di luar batas normal, maka akan menjadi tanda bagi peternak bahwa ada sesuatu yang tidak beres dalam kandang dan harus segera diperbaiki agar produktivitas ayam yang dipeliharanya tidak terganggu". 
 
Namun begitu, Prof Ronny menegaskan bahwa keberadaan teknologi pengenalan suara berbasis kecerdasan buatan ini memang tidak dimaksudkan mengganti tugas manusia sepenuhnya dalam budidaya ayam modern.  "Peran manusia dalam melakukan inspeksi harian dalam budidaya ayam masih sangat vital. Paling tidak keberadaan teknologi pengenalan suara ini dapat membantu meringankan tugas peternak dan meningkatkan penghasilannya," tutupnya (ipb.ac.id)