News

Bertempat di Ruang Sidang Fakultas Peternakan (Fapet)  IPB University, Bogor telah dilaksanakan kegiatan Serah Terima Hibah Barang berupa rangkaian unit mesin pengecek porositas kerabang dan warna telur yang terdiri dari Eggs Box Tool dan Digital Colormeter oleh PT. Nutricell Pacific pada (15/01). Pada kesempatan itu juga telah dilaksanakan Penandatanganan Kerjasama serta Implementation of Arrangement  antara Fapet IPB dengan Nutricell.

Wakil Dekan Bidang Sumberdaya, Kerjasama dan Pengembangan Fapet IPB Dr. Sri Suharti, S.Pt, M.Si menyampaikan “Kegiatan serah terima alat dari PT. Nutricell Pacific kepada Fapet IPB terutama nanti ditujukan untuk Divisi Nutrisi Unggas. Satu hal yang sangat bermanfaat untuk pengembangan riset-riset di bidang unggas sangat diperlukan untuk divisi tersebut. Alat tersebut juga akan kami daftarkan ke IPB karena akan terdata sebagai aset IPB walaupun penempatannya di Divisi Nutrisi Unggas” jelasnya.

Dr. Idat Galih Permana, M.Sc.Agr, Dekan Fapet mengapresiasi kerjasama yang baik dengan PT. Nutricell Pacific di dalam kerjasama riset, pengembangan, serta hibah peralatan laboratorium khususnya divisi nutrisi ternak unggas yang sangat bermanfaat untuk riset dan praktikum. “Riset di nutrisi unggas kalau di industri malah lebih advance, karena perkembangan teknologi di unggas sangat pesat di Indonesia sehingga kita di perguruan tinggi juga tidak selalu bisa mengimbangi kecepatan kebutuhan di unggas”ungkapnya.

Dekan Fapet juga mencontohkan kerjasama bisa dilakukan dalam memberikan edukasi pada para costumer di PT. Nutricell. “Kalau selama ini mungkin dilakukan oleh nutrisionis PT Nutricell, bisa dilakukan juga kolaborasi dengan kita, misalnya dari sisi trial di lapang, mencoba suatu produk kemudian dibandingkan dengan produk lain dan dilakukan di peternak. Bagi kami itu adalah bentuk pengabdian kepada masyarakat. Secara tidak langsung juga bisa menarik minat costumer atau calon customer untuk menggunakan produk tersebut karena buktinya secara scientific bisa kita buktikan”jelasnya.

Kegiatan ini dihadiri oleh pimpinan Fapet antara lain Wakil Dekan Bidang Akademik, Kemahasiswaan dan Alumni Prof. Irma Isnafia Arief, para Ketua Departemen yaitu Prof. Asep Gunawan dan Dr. Heri Ahmad Sukria. Dari pihak Nutricell hadir Dr. Wira Wisnu Wardani selaku Direktur yang hadir bersama Tim.

Ilham Akbar, S.Pt., M.Sc, perwakilan  PT. Nutricell Pacific menyebut diskusi sudah dilakukan dari bulan November diskusi bersama Prof. Sumiati. “Sebagai gambaran ide awalnya mungkin memang di industri itu kita utamakan 2 alat ini untuk telur. Jadi kalau yang kita tahu konsumen akhir ada 2 paramenter penilaian memilih telur misalnya yang pertama yang cangkangnya tebal dan yang kedua mungkin ada stigma bahwa coklat itu memiliki cangkang yang tebal meskipun sebenarnya tidak, jadi bagaimana kita atau nutrisen itu bisa mengkuantifikasi persepsi itu menjadi sebuah angka”jelasnya. Ilham juga menambahkan bahwa pihaknya juga punya standar digital dan ada lanjutannya untuk pengembangan standar.

Hadir pula Guru Besar Fapet yang menginisiasi kegiatan ini, Prof. Sumiati  “Berkat kerja sama yang selama ini kita jalin walaupun mungkin di awal tidak diresmikan, Alhamdulillah kami mendapatkan hibah alat alat yang sangat dibutuhkan untuk penelitian maupun praktikum karena terutama di pasca sarjana ada mata kuliah yang memang bisa menggunakan alat ini” ungkapnya seraya menambahkan setiap tahun Divisi Nutrisi Unggas mengundang Pak Wira untuk memberikan kuliah di mata kuliah Nutrisi Unggas dan memang itu kita perlukan dari industri”tandasnya. (Femmy)

Kawasan hutan Amazon dikenal sebagai paru-paru yang diperkirakan dapat menampung 150 miliar karbon dan menjadi hot spot keanekaragaman hayati dan hewani dunia. Seiring dengan perubahan iklim global yang berdampak pada kekeringan ekstrim keberadaan dan fungsi hutan Amazon ini perlahan namun pasti akan terus mengalami degradasi dan jika tidak diambil langkah ekstrim bukan tidak mungkin lenyap dari bumi

“Penyebab utama kehancuran ekosistem hutan Amazon ini adalah aktivitas manusia yang lebih mengedepankan kepentingan ekonomi jangka pendek seperti masuknya perusahaan raksasa pertambangan, pertanian dan peternakan yang menyisakan sengsara dan nestapa bagi penduduk asli yang hidupnya tergantung pada keberadaan hutan tropis ini,” ujar Prof Ronny Rachman Noor, pakar Genetika Ekologi dari IPB University.

“Kerusakan hutan dalam skala besar yang telah terjadi puluhan tahun ini dikombinasikan dengan kekeringan menjadikan hutan Amazon diambang kehancuran yang tidak akan pernah terpulihkan kembali,” ucap Prof Ronny.

Prof Ronny menjelaskan, bahwa di tahun 2015 hutan Amazon pernah dilanda kekeringan sangat parah yang berdampak pada kematian 2,5 miliar pohon dan tanaman serta satwa liar.

Menurut Prof Ronny, kawasan hutan Amazon menciptakan iklim yang sangat unik di wilayahnya karena air yang menguap dari pepohonan ini membentuk awan hujan dan mendaur ulang kelembaban yang menyebabkan hutan tetap sejuk dan lembab sekaligus menyediakan air yang sangat vital bagi kehidupan satwa dan juga penduduk yang menggantungkan kehidupannya pada hutan tropis ini.

“Kerusakan hutan yang terjadi selama ini membuat hutan terfragmentasi akibat kekeringan dan sebagian telah berubah menjadi savana yang mulai memecah hutan tropis ini. Kematian flora dan fauna hutan tidak akan dapat dipulihkan kembali dan berdampak pada kerusakan permanen,” tutur prof Ronny.

Ia menjelaskan, jika tingkat deforestasi hutan Amazon sudah mencapai 25 persen dan mengalami peningkatan suhu rata rata periode pra industri maka hutan Amazon sudah dalam keadaan kritis. Kondisi saat ini tampaknya sudah mengarah ke titik kritis karena saat ini 17 persen hutan Amazon telah digunduli dan suhu global berada di atas suhu pra industri.

“Data empiris menunjukkan bahwa kekeringan ekstrim tahun ini memicu kebakaran hutan akibat pembukaan lahan yang tidak terkendali. Disamping itu tingkat kematian satwa liar seperti lumba lumba yang menghuni danau di Amazon semakin meningkat akibat suhu air mencapai 40,9 derajat celcius,” ujar Prof Ronny.

Menurut Prof Ronny, kekeringan ekstrim yang menimpa Amazon ini telah berdampak langsung pada kehidupan penduduk yang tinggal di kawasan ini karena sumber air dan pangan berkurang drastis hingga terganggunya transportasi akibat sungai yang mengering.

“Kerusakan hutan Amazon akibat aktivitas manusia ini seharusnya dapat menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi Indonesia karena terdegradasinya lingkungan dan hilangnya keanekaragaman hayati dan hewan ini akan berdampak pada kelangsungan hidup generasi mendatang,” ungkap Prof Ronny (ipb.ac.id)