News

Belakangan ini, harga telur ayam terjun bebas yang berdampak pada kerugian bagi peternak. Melihat fenomena ini, Profesor Niken Ulupi, pakar peternakan dari IPB University menyebut telah terjadi ketidakseimbangan antara supply dan demand telur ayam.

"Pengaruh buruk akibat harga telur yang anjlok adalah beberapa peternak rakyat atau peternak mandiri mulai menutup usahanya. Apabila ini tidak segera diatasi maka ke depannya masyarakat akan mengalami krisis pangan khususnya telur ayam sebagai pangan bergizi tinggi sumber protein hewani," ujar Prof Niken.

Harga telur di beberapa daerah di Indonesia, seperti Blitar mencapai 13 ribu per kilogram. Harga ini sangat jauh dibandingkan dengan harga telur di Bogor atau Jakarta yang masih berada pada kisaran 22 ribu per kilogram.

Dosen IPB University dari Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan ini menjelaskan, ketidakseimbangan antara supply dan demand dapat disebabkan oleh banyaknya usaha baru di sektor peternakan ayam ras petelur. Prof Niken juga menyebut, dibangunnya closed house ayam petelur komersil dan perlakuan pembatasan kegiatan masyarakat turut berkontribusi dalam penurunan permintaan telur secara besar.

Prof Niken menyarankan kepada seluruh pelaku usaha di bidang produksi ayam petelur komersial sebaiknya tidak hanya memahami teknik budidaya. Namun, peternak dituntut lebih berkonsentrasi dan memastikan pangsa pasar yang menjadi tujuan usahanya sebelum memulai usaha tersebut.

"Memulai usaha peternakan ayam petelur komersial dengan pola kemitraan bisa menjadi solusi, karena dengan pola tersebut keseimbangan supply dan demand bisa lebih didekati," tambah Prof Niken Ulupi, Guru Besar IPB University dari Fakultas Peternakan.

Ia berharap, fenomena anjloknya harga telur ayam tidak terulang di kemudian hari. Menurutnya, salah satu upaya untuk menjaga stabilitas harga telur dapat dilakukan dengan mendirikan usaha industri pengolahan telur terutama di wilayah sentra produksi.

Sementara itu, hal lainnya adalah dengan menurunkan dan menstabilkan harga jagung yang merupakan komponen terbesar dari pakan ayam. Upaya ini dapat membantu para peternak mandiri.

“Dengan demikian sangat diperlukan peran aktif pemerintah dalam menjaga kestabilan harga jagung dan ketersediaan pasokan jagung yang dibutuhkan," pungkasnya. (ipb.ac.id)

Bertempat di Graha Widya Wisuda, berlangsung Sidang Terbuka Institut Pertanian Bogor pada Sabtu 17/9, dengan acara khusus orasi tiga Guru Besar Institut Pertanian Bogor. Satu dari tiga Guru Besar tersebut adalah  Prof. Dr.sc ETH Anuraga Jayanegara, S.Pt, M.Sc  yang menyampaikan orasi ilmiah dengan judul : Polifenol sebagai Komponen Pakan untuk Reduksi Emisi Gas Metana Asal Ternak Ruminansia.

Riwayat hidup dibacakan oleh Dekan Fakultas Peternakan Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc.Agr dari mulai keluarga, pendidikan yang ditempuh di dalam maupun luar negeri, prestasi yang sudah dicapai hingga kegiatan nasional maupun internasional.

Orasi ilmiah diawali dengan penjabaran sektor peternakan, khususnya ruminansia yang berkontribusi terhadap pemanasan global. Di Indonesia, sapi pedaging merupakan kontributor terbesar emisi gas methan dari sektor peternakan, yakni sekitar 63-68% dari total emisi gas rumah kaca asal fermentasi enteric.

Selain berkontribusi terhadap pemanasan global, emisi gas methan dari dari ternak ruminansia merupakan salah satu bentuk kehilangan energi bagi ternak. Dengan demikian, upaya mitigasi gas metan tidak hanya bermanfaat bagi konservas lingkungan dalam menurunkan laju pemanaan global, melainkan juga sebagai upaya menurunkan energi yang hilang dari ternak.

Berkaitan dengan hal tersebut, Prof. Anuraga yang juga pernah melakukan riset polifenol ketika menempuh pendidikan doktoral di ETH Zurich, Switzerland ini menjelaskan polifenol sebagai pendekatan alternatif yang bersifat alami untuk pakan ternak. Selain itu, polifenol juga berperan sebagai agen proteksi dan untuk hijauan pakan tropis yang mengandung polifenol tinggi menghasilkan gas metan yang rendah.

‘’Beberapa penelitian fungsi tanin dan hasil meta analisis berkaitan dengan kualitas produk ternak” jelasnya menambahkan. (Femmy)