News

Sempat Ditipu, Alumni IPB Ini Sukses Kembangkan Ternak Kambing hingga Raup Omzet 35 Juta Per Bulan. Bagi seorang Tekad Urip Pamudi Sujarnoko, bisnis adalah hal yang sudah ia lakukan sejak masih duduk di bangku sekolah menengah pertama (SMP). Berbagai usaha coba ia lakoni untuk mengasah kemampuannya berwirausaha sejak dini. Bahkan, saat kuliah di Institut Pertanian Bogor (IPB) di Fakultas Peternakan, Tekad Urip Pamudi ini juga berjualan domba untuk membantu biaya kuliah.

“Saya masuk IPB tahun 2008, jurusan Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, makanya basic saya itu di pakan ternak,” jelasnya kepada TribunnewsBogor.com di acara Program Penumbuhan Wirausahawan Muda Pertanian (PWMP), di Hotel Arch, Kota Bogor, Jumat (15/11/2018).

Seperti kebanyakan wirausahawan lainnya, bisnis yang dijalani Tekad Urip Pamudi juga mengalami pasang surut. Puncaknya, pada Tahun 2016, usahanya mengalami musibah besar, yakni kena tipu hingga Rp 45 jutaan. “Saat itu saya stress, mana saya mau menikah, butuh uang banyak malah kena tipu,” urainya. Ia pun berusaha mencari solusi dan tak kunjung menemukan jalan keluar, bahkan hampir nekat melakukan hal yang tidak diinginkan.

“Istilahnya, kalau saya dipertemukan dengan orang itu (yang menipunya), sama-sama kasih senjata pasti saya kalap,” tuturnya. Hal itu bahkan membuatnya frustrasi hingga berencana untuk meninggalkan semua usahanya yang telah dirintis dari nol itu.

Ia pun sempat akan menjual semua usahanya, lalu melanjutkan studi S3 dan berhenti total di dunia usaha. Namun, beruntung ia diberi kesempatan untuk mengikuti Program Penumbuhan Wirausahawan Muda Pertanian (PWMP) yang diluncurkan pertama kali pada tahun 2016 oleh Kementerian Pertanian.

“Saat itu saya bertemu dengan pembimbing dari PWMP yang memberikan saya pencerahan mengenai usaha saya ini, hingga akhirnya saya semangat lagi untuk melanjutkan usaha saya,” bebernya.

Di Tahun 2016 itu, Tekad Urip Pamudi bersama 10 kelompok usaha di IPB diberi modal usaha 30-35 juta per kelompok. “Saat itu saya masuk dalam kelompok alumni yang memiliki usaha tapi sedang dalam masalah,” kata dia.

Tekad Urip Pamudi kemudian mengembangkan usahanya dari yang awalnya fokus di pakan dan menjual domba, kini ia bisa menghasilkan susu kambing bubuk yang rendah sukrosa, aqiqah, hingga olahan berbasis daging dan telur yang siap makan atau ready to eat.

“Saat masih kuliah, saya hanya fokus di pakan, dan menjual domba untuk aqiqah dan kurban, dalam setahun bisa menjual sekitar 100 ekor,” tandasnya. Kemudian setelah mengikuti PWMP dengan bantuan modal dan pendampingan usaha serta ilmu dan jaringan lainnya, kini Tekad Urip Pamudi bisa menjual 1.500 kambing dan domba per tahun.

“Sebelum ikut PWMP penghasilan saya Rp 2,5 juta, per bulan, sekarang Alhamdulillah Rp 25-35 juta per bulan,” ujarnya.

Read more: Alumni IPB Ini Sukses Kembangkan Ternak Kambing hingga Raup Omzet 35 Juta Per Bulan

Jagung merupakan komponen utama dalam industri pakan. Komposisi jagung pada pakan unggas mencapai 50-55 persen. Kebutuhan jagung untuk pakan seharusnya dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri. Pada kenyataannya, pabrik pakan kesulitan mendapatkan jagung yang sesuai kriteria pakan unggas dan ada indikasi terjadinya penguasaan jagung pada simpul tertentu di rantai pasok. Hal ini terungkap pada Focus Group Discussion (FGD) dengan tema "Peran Sistem Logistik Jagung dalam Penyediaan Bahan Baku Pakan Nasional”. Rabu (14/11) di Ruang Sidang Fakultas Peternakan (Fapet) Institut Pertanian Bogor (IPB), Kampus IPB Dramaga, Bogor. Kegiatan ini berlangsung berkat kerjasama Fapet IPB dengan Forum Logistik Perternakan Indonesia (FLPI).

Chairman FLPI, Prof. Luki Abdullah mengatakan semakin panjang jalur yang dilalui (pada rantai pasok jagung) maka harga semakin tinggi. Diperlukan solusi bagaimana jagung dari petani dapat dengan mudah sampai kepada konsumen akhir.

“Kegiatan ini untuk memformulasikan solusi pemecahan masalah sistem logistik jagung yang dapat diterapkan. Tujuannya untuk mencapai standar ketersediaan stok dan kualitas jagung lokal sebagai bahan baku pakan nasional dan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia mengenai  sistem logistik jagung nasional sebagai bahan baku pakan,” katanya.

Sementara itu, Dr. Edy Hartulistiyoso salah satu pakar yang hadir dari Departemen Teknik Mesin dan Biosistem Fakultas Teknologi Pertanian (Fateta) memaparkan mengenai “Model Logistik Jagung sebagai Bahan Baku Pakan Nasional”. Dr. Edy memaparkan mengenai penataan sistem distribusi dan logistik dari sentra produksi ke sentra pabrik pakan. Menurutnya Badan Urusan Logistik (Bulog) berperan membeli jagung langsung di tingkat petani.

“Mendapatkan pakan yang tepat, pada waktu yang tepat dengan jumlah dan kondisi yang tepat dengan biaya yang terjangkau akan memberikan nilai tambah bagi semua pihak. Semua ini akan mendorong tercapainya harga pakan yang bersaing, berkualitas, mudah diperoleh dan berkelanjutan,” ujarnya.

Menurutnya, sistem logistik pakan harus berawal dari model atau sistem dan skala usaha peternakan yang efisien (ekstensif dan intensif) yang didasari pemetaan potensi sumber pakan, kesesuaian ekologis, kesesuaian kapasitas tampung wilayah dan kesesuaian kebijakan pemerintah.

Dr. Edy menegaskan industri pakan menginginkan agar ada perbaikan infrastruktur, pembiayaan petani, pola kemitraan dan lainnya dalam memudahkan mereka menyerap jagung dari petani. Harapannya mereka adalah jagung mudah tersedia dari petani dan dikembangkan di areal luas untuk kebutuhan pakan unggas.

Pakar lainnya, Dr. Sahara, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB menyampaikan mengenai perspektif makro ekonomi dalam logistik pasokan jagung. Logistik pasokan pakan dalam hal ini jagung harus menjamin penyediaan ternak dan produk ternak kepada konsumen secara berkesinambungan, meliputi pasca panen, pergudangan, transportasi, keamanan dan kualitas produk. Untuk itu pengolahan logistik pakan harus bersifat holistik di semua sistem maupun sub sistemnya.

“Selain sistem logistik darat, tol laut merupakan sistem  pengangkutan logistik kelautan yang bisa menghubungkan pelabuhan-pelabuhan besar yang ada di nusantara. Ini akan memperlancar distribusi barang hingga ke pelosok,” terangnya.

Lebih lanjut Dr. Sahara mengurai, kebutuhan jagung yang terus meningkat dan masih tingginya ketergantungan pada impor, dikhawatirkan akan mematikan industri pakan yang berbasis jagung karena berkurangnya pasokan bahan baku. Oleh karena itu sektor hilirisasi jagung perlu didorong agar terus tumbuh. Kebijakan pemerintah, baik dalam hal pengembangan kelembagaan pertanian, penyuluhan dan aplikasi teknologi hilirisasi, dukungan sistem infrastrukstur atau transportasi, permodalan usaha kecil menengah dan regulasi memiliki peran yang penting terhadap proses hilirisasi pasokan pakan.

Hadir juga sebagai narasumber yaitu Maxdeyul Sola dari Sekjen Dewan Jagung Nasional dan drh.Sudirman (Board of Advisor Gabungan Perusahaan Makanan Ternak/GPMT) - (ipb.ac.id)