News

Tiga orang peneliti  Institut Pertanian Bogor (IPB),  Wahyu Darsono, Eka Intan Kumala Putri dan Nahrowi menganalisis prioritas wilayah pengembangan ternak ruminansia di Kabupaten Tasikmalaya.

Kabupaten Tasikmalaya sebagai salah satu sentra peternakan di Provinsi Jawa Barat mempunyai komoditas strategis yang meliputi ternak sapi potong, kerbau, kambing, domba dan unggas. Permasalahan pengembangan ternak ruminansia di Kabupaten Tasikmalaya adalah belum optimalnya pemanfaatan potensi wilayah, daya dukung lahan dan sumberdaya pakan secara terintegrasi dengan lokasi basis produksi ternak (bionomika). Kondisi ini dikhawatirkan akan berdampak pada hilangnya lokasi-lokasi produksi peternakan akibat degradasi lahan dan alih fungsi lahan.

“Penetapan wilayah-wilayah prioritas pembangunan berbasis komoditas merupakan implementasi kebijakan dan strategi penataan ruang yang mengacu pada Perda Nomor 2 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Tasikmalaya. Implementasi kebijakan dan strategi penataan ruang khususnya dalam pewilayahan pembangunan peternakan berbasis ternak ruminansia, perlu didukung informasi yang spesifik terkait penyebaran populasi ternak, potensi dan daya dukung serta ketersediaan sumberdaya pakan dan kapasitas tampungnya,” jelas Darsono.

Berdasarkan analisisnya peneliti ini memaparkan bahwa sumberdaya peternakan di Kabupaten Tasikmalaya untuk komoditas ternak ruminansia pada jenis ternak sapi potong dan kerbau populasinya menyebar di wilayah selatan.  Wilayah ini sebagai basis yang memiliki kesesuaian ekologi dan daya dukung lahan yang didominasi dataran rendah dan lahan kering.

“Untuk ternak sapi perah, populasi terkonsentrasi di wilayah utara dengan wilayah basis pegunungan dan daya dukung iklim serta potensi pakan. Ternak kambing terdapat di wilayah tengah yang didukung kawasan pertanian tanaman pangan dan hortikutura. Sedangkan domba populasinya menyebar secara merata di seluruh wilayah kecamatan,” ungkapnya.

Peneliti ini menjelaskan bahwa potensi daya dukung wilayah dalam penyediaan pakan hijauan memberikan kemungkinan yang cukup besar untuk penambahan ternak ruminansia sebanyak 160 persen dari populasi riil yang ada saat ini. Wilayah prioritas pengembangan ternak ruminansia secara umum masih mengarah pada wilayah selatan kabupaten Tasikmalaya, terutama di wilayah basis. Namun demikian, lokasi-lokasi non basis dapat dijadikan prioritas kedua untuk pengembangannya (ipb.ac.id)

Sosis daging sapi merupakan salah satu produk olahan daging yang banyak digemari oleh masyarakat. Produk makanan yang diperoleh dari campuran daging halus dengan tepung atau tanpa penambahan bumbu lain.

Sosis memerlukan bahan tambahan pangan untuk memperpanjang umur simpan. Sosis sapi berwarna merah karena umumnya menggunakan bahan pewarna yaitu nitrit. Nitrit mampu memperpanjang umur simpan sosis karena memiliki sifat antimikroba yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri.

Nitrit sebagai bahan pewarna dalam pembuatan sosis sapi tidak boleh digunakan secara berlebihan. Apabila nitrit dikonsumsi secara berlebihan, maka akan berdampak buruk bagi kesehatan tubuh manusia, bahkan dapat mengakibatkan kematian.

Hal inilah yang mendasari tim peneliti dari Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Institut Pertanian Bogor (IPB), yaitu Irma Isnafia Arief, Zakiah Wulandari dan Danang Setiawan melakukan penelitian dengan  menggunakan bahan alami yaitu buah merah sebagai pengganti nitrit dalam pembuatan sosis daging sapi.

Buah merah yang diekstrak akan menghasilkan dua bentuk yaitu minyak buah merah dan pasta buah merah. Pasta buah merah yang dihasilkan umumnya dimanfaatkan untuk pakan ternak dan dibuang sebagai limbah. Namun, tim IPB berinovasi dengan memanfaatkan pasta buah merah sebagai pewarna alami dalam pembuatan sosis daging sapi.

“Pasta buah merah mengandung tokoferol dan karoten yang berfungsi mampu memelihara daya tahan tubuh jika dikonsumsi secara rutin. Selain itu, juga mengandung antioksidan yang dapat menghambat radikal bebas,” ujar Irma.

Penelitian ini bertujuan untuk menguji sifat fisik, mikrobiologi dan organoleptik pada sosis daging sapi yang diberi penambahan pasta buah merah dan disimpan dalam suhu ruang. Perlakuan yang diberikan pada penelitian ini yaitu penambahan pasta buah merah sebanyak 0% dan 11% dengan lama penyimpanan jam ke 0, 5, 10, 15, 20 pada suhu ruang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan pasta buah merah pada sosis daging sapi mampu bertahan selama 10 jam pada suhu ruang. Pasta buah merah mampu menghambat aktivitas radikal bebas. Selain itu, dengan penambahan pasta buah merah mampu menurunkan tingkat keasaman (pH) dan aktivitas air.

Berdasarkan uji mutu hedonik, penambahan pasta buah merah pada sosis dapat memberikan warna yang cerah, aroma dan rasa yang khas. Hal ini dapat disimpulkan bahwa pasta buah merah dapat dijadikan sebagai pewarna alami pada makanan dan akan berdampak baik bagi tubuh manusia yang mengonsumsinya. (ipb.ac.id)