News

  • Lebaran Sudah Dekat, Hasil Rembug Online Fakultas Peternakan IPB University Pastikan Stok Daging Aman

    Jelang hari raya Idul Fitri atau lebaran, biasanya kebutuhan masyarakat akan daging sapi potong kian meningkat. Tren seperti ini cenderung tetap setiap tahunnya. Namun, di saat pandemi ini apakah akan berpengaruh terhadap tren tersebut? Menjawab hal itu, Fakultas Peternakan IPB University menggelar rembug online membahas strategi penyediaan pakan dan bisnis sapi potong dalam menyongsong lebaran di tengah pandemi COVID-19.

    Dalam kesempatan ini, Ir Sugiono, MP selaku Direktur Pembibitan dan Produksi Ternak, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian mengungkapkan, populasi sapi potong terjadi peningkatan, dengan total jumlah 17 juta ekor dengan daerah andalan di Jawa Timur, Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan.

    “Balai Pembibitan Ternak Unggul (BPTU) adalah penghasil bibit. Walaupun jumlahnya masih kecil, tapi sudah ada secara signifikan. Kalau kita lihat tahun-tahun sebelumnya, sejak melejitnya Padang Mengatas dari sapi 40 ekor, tahun 2012 sekarang 1400 ekor. Jadi nanti masyarakat bisa membeli bibit dari BPTU. BPTU Sembawa dan Sapi Bali juga signifikan sekali,” ujar Sugiono.

    Sementara untuk pakan ternak, sebagaimana disampaikan Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Ir Fini Murfiani, MSi bahwa di tahun 2019 produksi pakan mencapai 20,5 juta ton. Tahun 2020 ada peningkatan menjadi 21,5 ton dan diproyeksikan tumbuh 6 persen. Fini juga mengatakan, ketersediaan pakan ternak selama masa COVID-19 ini relatif aman.

    “Rata-rata peternak di beberapa provinsi saat ini, umumnya tidak ada masalah. Mereka tetap bekerja sebagai penyedia pakan dalam kondisi apapun, termasuk kondisi saat ini. Kondisi pakan ruminansia di kelompok penggemukan skala menengah di Provinsi Jawa Barat, apabila dibandingkan sebelum dan sesudah COVID-19, untuk rumput segar tidak ada kendala. Kalau sebelum pandemi menggunakan onggok dengan harga 1.700 rupiah, saat ini menggunakan jagung karena sekarang sedang masa panen dan penambahan dedak. Lalu jika sebelumnya COVID-19 menggunakan molases seharga 4.000 rupiah, kini menggunakan limbah kecap atau separator dengan harga 5.500 rupiah,” ujar Fini.

    Mengenai strategi penyediaan pakan pada masa pandemi COVID-19, Fini mengatakan bahwa yang dilakukan adalah dengan pembuatan silase/hay (pengawetan hijauan), bekerjasama untuk pemanfaatan lahan untuk penanaman dengan BUMN, Kemen-LHK, Perhutani, perusahan eks tambang dan perusahaan perkebunan. Selain itu, bisa juga dengan pemanfaatan legume, distribusi benih, perbaikan vegetasi padang penggembalaan, integrasi sapi tanaman, dan utamanya pemanfaatan bahan pakan lokal.

    Ir Harianto Budi Raharjo, dari PT Lembu Jantan Perkasa mengatakan, selama COVID-19, pintu tertutup untuk penjualan daging secara drastis. Dari 100 ekor per hari, kini hanya menjadi 30-40 ekor penjualan. Hal ini tak lepas dari banyak restoran atau rumah makan tutup. Pesta dan bisnis usaha catering juga banyak berhenti.

    Namun, Budi memastikan stok lebaran tahun ini relatif cukup aman. Karena biasanya menjelang lebaran, tepatnya tiga hari sebelum hari raya, penjualan sapi dalam periode tersebut melonjak lima sampai enam kali lipat dari hari biasa. Karena lebaran identik dengan daging.

    “Kalau untuk stok daging, insya Allah lebaran tahun ini cukup aman. Stok di setiap feedlot cukup bagus. Tinggal bagaimana nanti pasar konsumen memerlukan daging ini. Siapa yang membeli selama lebaran ini, sudah kita plotkan dan proyeksikan. Artinya jangan takut daging tidak tersedia. Hanya kalau nanti harganya lebih mahal, yang jelas kita dari feedlot tidak pernah menaikkan harga. Yang membuat harga naik itu pasar, sesuai supply-demand. Tapi sepertinya tidak naik banyak,” ujar Budi. (ipb.ac.id)

  • Lemak Hewan Jadi Bahan Bakar Pesawat, Ini Pandangan Prof Ronny R Noor

    Prof Ronny Rachman Noor, pakar genetika lingkungan IPB University mengatakan, dunia peternakan kini mendapat tantangan baru dengan adanya permintaan lemak untuk bahan dasar biofuel. Ia menyebut, lemak hewan terutama babi, dapat menjadi andalan untuk menghasilkan bahan bakar ramah lingkungan.

    “Perkembangan teknologi saat ini memerlukan perubahan visi dan revolusi cara berpikir multidimensi, karena ternyata lemak hewan utamanya babi memiliki nilai ekonomis tinggi dan lebih ramah lingkungan,” ujar Prof Ronny.

    Ia menjelaskan, secara teknis lemak babi dan juga lemak hewan lain dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar ramah lingkungan, termasuk untuk bahan bakar pesawat jet. Ide penggunaan lemak hewan ini pun memiliki dasar yang sangat kuat.

    “Berdasarkan hasil penelitian di berbagai negara, dari segi lingkungan bahan bakar yang terbuat dari lemak babi ini lebih ramah lingkungan karena emisi karbon yang dihasilkannya lebih rendah jika dibandingkan dengan bahan bakar lainnya seperti fosil, minyak goreng bekas pakai dan minyak sawit,” paparnya.

    Prof Ronny mengungkapkan, sudah berabad-abad lamanya lemak hewan, utamanya lemak babi telah digunakan untuk membuat lilin, sabun dan keperluan lainnya seperti industri kosmetik. Namun, tren peningkatan penggunaannya semakin tajam dalam kurun waktu 20 tahun terakhir ini di era biofuel yang ramah lingkungan.

    Eropa merupakan wilayah dengan penggunaan lemak hewan sebagai bahan bakar yang mengalami peningkatan paling pesat dalam kurun waktu 20 tahun terakhir. Angkanya mencapai 40 kali lipat.

    “Sehingga tidak heran jika pakar penerbangan memprediksi bahwa penggunaan bahan bakar dari lemak hewan ini akan meningkat tiga kali lipat dalam dunia penerbangan di tahun 2030 mendatang,” tuturnya.

    Dunia penerbangan memang kini sedang menjadi sorotan karena menjadi salah satu satu sumber polusi dan emisi karbon terbesar, sehingga penggunaan biofuel yang lebih ramah lingkungan dinilai menjadi suatu keharusan dalam upaya untuk mengurangi pemanasan global yang berdampak pada perubahan iklim.

    Prof Ronny menyebut, salah satu tantangan terbesar bagi dunia peternakan adalah menyedikan lemak hewan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan bahan baku biofuel karena jumlah yang dibutuhkan sangat banyak.

    “Para peneliti dan pakar penerbangan menyimpulkan bahwa untuk memenuhi bahan bakar pesawat dari Paris ke New York membutuhkan lemak 8.800 babi jika semua bahan bakar berasal dari sumber hewani,” terangnya.

    Oleh sebab itu, kata dia, dalam jangka pendek langkah yang paling realistis dalam menghasilkan biofuel untuk pesawat adalah dengan mencampur lemak babi ini dengan sumber biofuel lainnya seperti minyak sawit.

    “Penggunaan lemak babi dan lemak hewan lainnya sebagai komponen utama biofuel yang ramah lingkungan tentunya akan meningkatkan permintaan akan lemak hewan ini secara tajam. Tentu hal itu akan memengaruhi industri yang selama ini secara tradisional menggunakan lemak hewan,” ujar Prof. Ronny.

    Sebagai contoh, industri pakan hewan peliharaan seperti anjing dan kucing selama ini menyerap lemak babi dan lemak hewan sangat besar dan sulit untuk digantikan.

    Menurut Prof Ronny, kekhawatiran lainnya adalah jika biofuel berbasis lemak babi dan lemak hewan ini diproduksi untuk bahan bakar alat transportasi lainnya seperti mobil dan kendaraan lainnya, maka tentunya permintaannya akan lebih tinggi lagi dan industri lainnya tidak akan dapat bersaing.

    “Bagi dunia peternakan, fenomena ini menjadi tantangan tersendiri karena di samping untuk keperluan manusia dan pemenuhan protein hewani, dunia peternakan juga harus memenuhi permintaan akan industri transportasi sebagai penyedia lemak dalam jumlah yang sangat besar,” urainya.

    Hal lain yang perlu diantisipasi menurut Prof Ronny adalah muncul kontroversi, perdebatan dan juga permasalahan terkait apakah biofuel berbahan lemak babi ini halal untuk digunakan? (ipb.ac.id)

  • LPPM IPB University Gandeng LPPM Unila Kembangkan Sekolah Peternakan Rakyat di Lampung

    Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB University mengunjungi Universitas Lampung (Unila) untuk mengembangkan Sekolah Peternakan Rakyat (SPR) di Lampung, awal pekan ini. Dalam Kunjungan ini LPPM IPB University diwakili oleh Dr Sofyan Sjaf (Wakil Kepala Bidang Pengabdian kepada Masyarakat), Prof Muladno (Ketua SPR) dan Danang Aria Nugroho, SE. 
    “Sekolah Peternakan Rakyat ini memiliki nilai yang mulia untuk mensejahterakan rakyat, untuk itu LPPM Unila bersama Fakultas Pertanian siap membantu mengembangkan SPR di Lampung,” ujar Ketua LPPM Unila, Dr Lusmeilia Afrian.

    Dr Lusmeilia Afrian juga mengatakan bahwa pertemuan ini sebagai langkah awal untuk LPPM Unila berkolaborasi dengan LPPM IPB University dalam hal transfer pengetahuan dan aksi diseminasi kepada masyarakat Lampung dan juga untuk mengembangkan potensi-potensi yang ada di Propinsi Lampung.

    Dalam kesempatan ini Dr Sofyan Sjaf mengungkapkan bahwa LPPM yang berada di perguruan tinggi di seluruh Indonesia harus bersinergi untuk bersama-sama mewujudkan kesejahteraan kehidupan masyarakat dan mencerdaskan kehidupan bangsa. “Perguruan tinggi khususnya LPPM sebagai institusi yang memiliki peran strategis mengemban amanah pendidikan, memiliki tugas untuk dapat menghadirkan ilmu pengetahuan dan juga inovasi sebagai basis pembangunan di masyarakat,” ujar Dr Sofyan Sjaf.

    Sekolah Peternakan Rakyat selama ini menjadi salah satu aksi nyata LPPM IPB University yang hadir di masyarakat untuk menerapkan kerja-kerja kolektif, berjamaah, guna mencapai kesejahteraan bersama.  Prof Muladno sebagai Ketua SPR berharap LPPM Unila bisa menjadi mitra ilmu pengetahuan bagi masyarakat daerah Lampung sehingga bisa bersama-sama untuk membangun peternak agar berdaulat dan mandiri (ipb.ac.id)

  • LPPM IPB University Gelar Penyuluhan Ransum Suplementasi Maggot untuk Pakan Itik Petelur

    Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB University dalam program pengabdian kepada masyarakat menyelenggarakan kegiatan Penyuluhan Pembuatan Ransum Suplementasi Maggot untuk Pakan Itik Petelur di Balai Desa Ringinanyar Kecamatan Ponggok Kabupaten Blitar, Jawa Timur, akhir tahun lalu. Tujuannya  adalah untuk membantu peternak dalam pembuatan ransum, supaya tidak terikat lagi dengan tengkulak.
     
    Tim yang terdiri dari Prof Sumiati (Fakultas Peternakan) dan Kepala bidang Program Pelayanan kepada Masyarakat LPPM, Dr Prayoga Suryadharma disambut oleh Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Blitar, Drh Adi Andaka, MSi, Kepala Desa Ringinanyar, Supangat, Sekretaris Desa Ringinanyar, Abdul Muis, SPd dan Mantri Peternakan Kecamatan Ponggok, Gunawan, SPt.

    Prof Sumiati, ahli nutrisi unggas khususnya bebek menjelaskan permasalahan yang dihadapi peternak itik di Desa Ringinanyar yaitu peternak masih tergantung pakan dari tengkulak yang selama ini beredar. Mereka terikat kontrak dengan tengkulak yakni peternak diberikan pakan oleh tengkulak kemudian telurnya dibeli lagi oleh tengkulak. Akibatnya peternak tidak dapat berdikari, kemerdekaan peternak direnggut oleh tengkulak.

    Oleh karena itu fasilitator Stasiun Lapang Agrokreatif (SLAK) membuatkan ransum untuk bebek. Harapannya adalah agar peternak tidak tergantung lagi dengan pakan dari tengkulak. Telurnya juga bisa dimanfaatkan menjadi tepung telur sehingga mendapatkan nilai lebih dalam produk telur.

    “Pakan yang digunakan adalah pakan dengan suplementasi maggot. Selain protein maggot yang tinggi, maggot juga bermanfaat untuk mengurangi sampah rumah tangga. Media yang digunakan dalam budidaya maggot di desa ini adalah sampah rumah tangga. Pakan sudah diujikan ke salah satu peternak di Desa Ringinanyar dan didapatkan hasil telur yang produksinya stabil bahkan cenderung naik dibandingkan dengan pakan dari tengkulak. Bobot telur yang dihasilkan juga sama dengan pakan dari tengkulak. Artinya pakan ini telah berhasil untuk diproduksi secara massal dan dapat digunakan di Desa Ringinanyar,” ujarnnya.

    Sementara itu, Dr Prayoga menjelaskan mengenai produk pertanian seperti cabai yang merupakan salah satu komoditas pertanian masyarakat Desa Ringinanyar. Pemanfaatan cabai yang masih kurang menjadi salah satu permasalahan masyarakat Desa Ringinanyar.
    Permasalahan ini dapat diatasi dengan cara mendirikan koperasi cabai. Koperasi berperan sebagai jembatan penghubung antara petani dengan pembeli. Sehingga harga cabai lebih stabil dibandingkan dengan sebelumnya.
    “Selain itu, warga juga bisa membuat produk olahan seperti tepung cabai dan bumbu instan. Tepung cabai dapat diproduksi dengan melewati beberapa tahapan antara lain penyortiran, pencucian, pengeringan, pengilingan, penyaringan dan pengemasan. Sedangkan bumbu instan diproduksi dengan cara cabai dilakukan penyortiran, pembersihan, penghancuran, penambahan gula, dipanaskan dalam wajan sampai terbentuk kristan. Selanjutnya disaring dan dikemas,” tuturnya.

    Ia menambahkan untuk bidang peternakan, menurutnya telur dapat diolah menjadi tepung telur. Tepung telur diproduksi secara mengunakan spray dryer atau dengan oven. Tepung telur dapat diolah menjadi brownis, donat, mie, spagheti dan lain-lain.
     
    Sementara itu, Kepala Desa Ringinayar, H Supangat menyampaikan bahwa Desa Ringinanyar mayoritas warganya bermata pencaharian sebagai petani dan peternak. Yang mendominasi adalah pertanian cabai, peternakan bebek dan sapi. Berdasarkan potensi sumber daya yang ada di Desa Ringinanyar, desa ini mampu bersaing dengan desa lain, bahkan desa ini tergolong lebih maju daripada desa di sekitarnya.

    “Harapannya ke depan masyarakat bisa menerapkan ilmu yang telah diberikan oleh IPB University kepada warga kami, sehingga potensi di desa bisa dimaksimalkan dan tentunya bisa menjadi sumber penghasilan masyarakat,” tuturnya.

    Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan, Kabupaten Blitar, Drh Adi Andaka menyampaikan bahwa kedatangan IPB University di desa Ringinanyar diharapkan mampu menjawab permasalahan yang sedang dihadapi terutama dalam bidang peternakan. Khususnya pakan dan bidang pertanian khususnya pengolahan paska panen. Dengan demikian Desa Ringinanyar menjadi desa yang mandiri. (ipb.ac.id)

  • Lulusan Terbaik Program Sarjana, Magister Dan Doktor Tingkat IPB Berasal Dari Fakultas Peternakan

    IPB University menyelenggarakan Wisuda Tahap 1 tahun akademik 2021/2022, Pada hari Rabu, 29 September 2021. Fakultas Peternakan berhasil menghantarkan wisudawan sarjana, magister dan doktor menjadi Lulusan Terbaik tingkat IPB. Hal ini sangat membanggakan karena pada kesempatan wisuda ini, ketiga lulusan terbaik pada 3 tingkat pendidikan sarjana, magister dan doktor berasal dari Fakultas Peternakan IPB.  Adapun lulusan terbaik tingkat IPB asal Fakultas Peternakan tersebut adalah : Nensy Tri Putri, SPt  (Program Sarjana), Indra Satria Siburian, SPt, MSi (program Magister Sains), dan Dr. Tri Rachmanto Prihambodo, SPt, MSi (Program Doktor).  

    Nensy Tri Putri, SPt adalah lulusan terbaik program Sarjana Fakultas Peternakan yang sekaligus menjadi lulusan terbaik program sarjana Tingkat IPB. Nensy yang berasal dari Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, berhasil lulusa tepat waktu, kurang dari 4 tahun (45 bulan) dengan IPK 3,93 predikat “Dengan Pujian”. Nensy kelahiran Bengkulu, 18 Mei 1999, mendapatkan beasiswa bidik misi selama studi program sarjananya, dan sekarang melanjutkan ke program magister dengan melalui program sinergi. Nensy melakukan tugas akhir penelitian skripsi dengan judul “Identifikasi keragaman gen THY1 pada calon galur ayam IPB-D2”, di bawah bimbingan Prof.Dr. Ir. Cece Sumantri, MSc dan Dr.drh. Sri Murtini, MSi.

    Indra Satria Siburian, SPt, MSi merupakan lulusan terbaik program Magister Sains tingkat IPB pada wisuda Tahap 1 Tahun Akademik 2021/2022 yang diselenggarakan pada hari Rabu, 29 September 2021. Pria kelahiran Pematangsiantar, 24 Juni 1997 ini telah bekerja di Kementrian Perdagangan Republik Indonesia. Indra menimba ilmu program S2 nya di Program Studi Ilmu Nutrisi dan Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan. Indra lulus dalam jangka waktu 23 bulan (kurang dari 2 tahun) dengan IPK 4,0 dan predikat “Dengan Pujian”. Indra melakukan penelitian thesisnya dengan judul “Evaluasi berbagai kadar garam dalam pelet terhadap performa dan kesehatan sistem urinasi lokal” di bawah bimbingan Dr. Ir. Didid Diapari, MSi dan Prof. Dr. Ir. Yuli Retnani, MSc.

    Dr. Tri Rachmanto Prihambodo, SPt, MSi adalah lulusan terbaik program Doktor tingkat IPB pada wisuda Tahap 1 Tahun Akademik 2021/2022 yang diselenggarakan pada hari Rabu, 29 September 2021. Pria ini kelahiran Bogor, 2 Februari 1995, dan menempuh studi doktoralnya di Program Studi Ilmu Nutrisi dan Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB. Studi doktoralnya dapat diselesaikan dalam jangka waktu kurang dari 3 tahun yaitu 34 bulan dengan IPK 4,0 predikat “Dengan Pujian”. Dr. Tri Rachmanto lulus program doktor dengan mempertahankan disertasinya yang berjudul “Flavonoid dan kombinasi ekstrak silase berbasis daun herbal sebagai alternative antibiotik pada broiler dan layer”, di bawah bimbingan promotor Prof.Dr.Ir. Nahrowi, MSc, dan co-promotor Prof.Dr. Anuraga Jayanegara, SPt, MSc; Prof.Dr. Irmanida Batubara, SSi, MSi dan Dr. Desianto Budi Utomo, DVM, MSc.

    Segenap sivitas akademika Fakultas Peternakan IPB University mengucapkan selamat kepada semua wisudawan dari Fakultas Peternakan, terutama untuk Lulusan Terbaik. Sukses selalu untuk karir saat ini dan di masa mendatang

  • Lulusan Terbaik Wisuda Tahap VII tahun Akademik 2022/2023

     

    Pada wisuda tahap VII TA 2022/2023 tanggal 16 Agustus 2023 yang berlangsung di Grha Widya Wisuda, Kampus IPB Dramaga, tercatat ada 3 lulusan terbaik Fakultas Peternakan IPB University yaitu Anida Nur Hidayath, S.Pt dari Departemen IPTP dengan IPK 3,96 dengan masa studi kurang dari 4 tahun untuk jenjang sarjana. Untuk jenjang S2 lulusan terbaik diraih oleh Mardiah Rahmadani, S.Pt., M.Si dan program Doktor terbaik diraih oleh Dr. Annisa Rosmalia, S.Pt., M.Si dengan masing-masing IPK 4.00 dan merupakan lulusan dari Departemen INTP.

    Dekan Fakultas Peternakan, Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc.Agr turut menyampaikan ucapan selamat kepada semua wisudawan Fakultas Peternakan yang diwisuda hari ini dan memberikan harapan terbaik bagi para wisudawan agar meraih kesuksesan di masa depan "Selamat kepada wisudawan terbaik Fakultas Peternakan dan IPB atas pencapaiannya. Prestasi yang luar biasa ini menunjukkan bahwa lulusan Fakultas Peternakan memiliki prestasi akademik yang sangat baik." ungkapnya. (Femmy).

  • Maggot, Alternatif Bahan Pakan untuk Ransum Unggas

    Maggot, atau larva dari black soldier fly (BSF) yang dapat diproduksi besar-besaran berpeluang menjadi bahan pakan sumber protein dan energi, karena kadar protein kasar mencapai 38% dan kadar lemak 20%.

    Peluang itu dibedah oleh Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan Indonesia (AINI) pada seminar Budidaya Maggot dan Aplikasinya dalam Industri Pakan Ikan dan Unggas’ pada Kamis (9/7).

    Seminar daring yang diikuti oleh 114 partisipan ini, dibuka Dekan Fakultas Peternakan (Fapet) IPB University, Sumiati. “Fokus kajian kali ini adalah jurnal dari Italia, berupa kelayakan maggot sebagai sumber protein untuk unggas yang dilihat dari segi nutrisi. Maggot sendiri merupakan larva dari lalat atau black soldier fly,” jelas Sumiati. 

    Sumiati memaparkan siklusnya mulai dari maggot dewasa hingga menghasilkan telur, kemudian larvanya, seperti pupa, digunakan untuk bahan pakan sumber protein tersebut. Guna menopang pertumbuhan larva BSF, maka dapat memanfaatkan left over atau sampah seperti sisa-sisa sayuran maupun buah-buahan yang bersifat organik.

    Manfaat Maggot

    Gambaran produksi maggot, Sumiati melanjutkan, yaitu maggot akan bertelur yang nantinya akan dibesarkan sampai menghasilkan larva. “Umumnya, pada umur 15 hari sudah dapat dipanen.

    Manfaat maggot lainnya yaitu dapat mereduksi bau atau polusi. Sehingga dengan adanya maggot, sampah organik baunya akan berkurang bahkan sampai tidak tercium. Manfaat selanjutnya adalah bisa mengontrol populasi lalat rumah, namun yang terpenting stakeholder peternakan adalah sumber nutrisi yang dihasilkan maggot.

    Hasil-hasil penelitian yang dihimpun oleh Sumiati menunjukkan dari analisis proksimat maggot protein kasar (PK) dan lemaknya cukup tinggi. Kadar lemaknya menunjukkan berada di atas 20 % tergantung dari makanannya, sebab kandungan nutrisi dari maggot ini tergantung pada asupan makanannya.

    Sumiati mengatakan bahwa bungkil sawit merupkan media pertumbuhan yang paling baik. Kendati demikian, Sumiati mengimbau supaya bungkil sawit diteliti kembali guna memastikan kebenarannya.

    Larva yang dikeringkan dibandingkan dengan tepung ikan yang bukan kualitas satu. Hasilnya, PK larva BSF lumayan tinggi yaitu mencapai 38 %. Begitu pula dengan energi bruto dan kalsiumnya cukup tinggi, tetapi untuk kandungan fosfor totalnya tidak setinggi tepung ikan,” terangnya.

    Sumiati mengatakan kadar minyak dari maggot dapat meningkatkan dan memperbaiki FCR (feed convertion ratio), artinya dapat meningkatkan efisiensi pakan pada broiler dan tidak ada efek negatif terhadap organ ayam, termasuk perkembangan usus halus. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu minyak dari maggot bisa digunakan sebagai functional fat, sebab mengandung banyak medium chain fatty acid dan masuk ke dalam daging yang dapat menghasilkan daging dan telur ayam fungsional.

    Pengolahan & Harga Kompetitif Maggot

    Senada dengan Sumiati, Guru Besar Fapet IPB University, Dewi Apri Astuti menyatakan bahwa bahan atau limbah organik bisa menjadi bahan makanan untuk maggot dan bahan tidak sulit untuk mendapatkannya di Indonesia. Salah satu media pertumbuhan maggot andalan limbah sawit, yang digadang-gadang sebagai media tumbuh yang higienis, sehingga produknya baik untuk pakan. Sebab media yang higienis merupakan syarat apabila larva akan diekspor.

    Lebih lanjut Dewi menerangkan, pengolahan maggot sudah dilakukan di berbagai industri BSF di dalam negeri. Pengolahan ini ditujukan untuk menekan kandungan lemak yang tinggi, sebab lemak menjadi batas untuk penggunaan bahan baku di ransum unggas. Pengolahannya dilakukan dengan ditekan (press) menggunakan alat dan suhunya dapat diatur supaya kandungan proteinnya tidak rusak.

    Bahan bakunya bisa segar atau pun kering, kemudian dipress dengan pemanasan. Toleransi suhu yang dapat digunakan yaitu antara 60 oC– 90 oC, tujuannya untuk mengurangi kerusakan nutrisi pada BSF. Hasilnya adalah berupa minyak, ini sangat potensial untuk digunakan sebagai bahan baku yang lain,” katanya.

    Dari perspektif berbeda, Vice President FeedTech PT Charoen Pokphand Indonesia, Desianto Budi Utomo menambahkan bahwa faktor abiotik, seperti suhu dan kelembapan mempengaruhi pertumbuhan BSF. Sementara itu, Desianto mengungkapkan salah satu percobaan yang telah dilakukan peneliti adalah ayam yang diberi pakan bungkil kedelai (soybean meal, SBM) dan jagung, kemudian dibandingkan dengan ayam yang diberi pakan BSF. Hasilnya, pada layer (ayam petelur) umur 24 – 48 pekan dengan bobot badan awal tidak berbeda, setelah dilakukan perlakuan menunjukkan perbedaan yang sangat signifikan.

    “Asupan pakan (feed intake) berbeda sangat nyata yaitu yang digantikan oleh BSF hanya 108 gram per hari. Sedangkan dengan SBM 125 gram per hari, sehingga berujung pada FCR yang berbeda sangat nyata yaitu pada BSF 1,97 sedangkan pada SBM 2,17. Perlakuan ini berpengaruh terhadap berat telur, karena semakin rendah feed intake maka semakin rendah pula berat telurnya,” papar pria yang juga menjabat sebagai Ketua Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) ini.

    Desianto menambahkan, penelitian ini menunjukkan bahwa BSF sebagai dekomposer tidak memberikan efek negatif pada ayam petelur. Selain itu, proteinnya sendiri bisa lebih dari 40 % tetapi lemaknya cukup tinggi yakni sebesar 23% – 30 %. BSF juga memiliki efek antimikrobial, bahkan dari studi yang ada, menunjukkan bahwa BSF bisa dianggap sebagai pengganti AGP (antibiotic growth promotor).

    Karena BSF kaya akan protein, maka sasaran utamanya adalah subtitusi SBM ataupun fish meal, bahkan tepung daging tulang (meat bobe meal, MBM) untuk pakan unggas. “Pertanyaannya, apakah harga kompetitifnya terjamin atau tidak? Jika sumbernya baik, kecernaannya baik, memberikan efek performa yang baik tetapi biaya tidak masuk, maka tidak akan praktis untuk masuk dalam bahan baku yang diambil dari komputer karena kita menggunakan least cost formulation,” tekannya.

    Desianto menegaskan pula pentingnya kestabilan mutu  dan jumlah pasokan. Adapun produksinya skala kecil, harganya relatif mahal dibandingkan dengan harga bayangan (shadow price) SBM, MBM atau sumber protein yang lain, serta keberlanjutan persediaan, harus dipastikan ketersediaan bahan baku pakan untuk larva.

    “Lazimnya, industri pakan yang mengambil bahan baku pakan  akan tekan kontrak untuk beberapa bulan . Jika kontrak tidak bisa terpenuhi, maka perusahaan akan mengganti formula. Penggantian formula pakan tentu akan kontra produktif terhadap efisiensi produksi pakan, sebab setiap penggantian formula harus dilakukan flushing,” pungkas Desianto (troboslivestock.com)

  • Mahasiswa dari 4 Negara Ikuti Summer Course di IPTP

    Sebanyak  6 orang mahasiswa asing dari 4 negara mengikuti Summer Courseyang digelar oleh Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan IPB. Summercourse yang berlangsung dari tanggal 20 - 28 Agustus ini resmi dibuka oleh Dekan Fakultas Peternakan IPB  di Ruang ruang sidang Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (20/08/2017). Peserta Summercourse berasal dari Maejo University (Thailand), Kagawa University (Japan), Hebron University (Palestine), dan Women University (Zimbabwe).

    Selama 9 Hari, peserta mengikuti rangkaian kegiatan Summercourse yang bertajuk  "Integrated Tropical Livestock Production and Tecnology"  baik di dalam kelas, di Laboratorium, maupun di luar kelas.  Beberapa jadwal kegiatan yang diadakan diantaranya adalah pengenalan sumberdaya ternak dan genetik ternak lokal di indonesia, beserta dengan strategi pemuliaan genetika ternak di masyarakat. peserta juga diajak mengunjungi laboratorium pemuliaan dan genetika ternak di Fapet IPB.  Kegiatan tersebut diadakan pada hari pertama. Hari kedua, peserta diberikan materi tentang pengenalan produksi unggas tropis di Indonesia. Peserta juga diajak untuk mengunjungi kandang produksi unggas tropis di laboratorium lapangan di Fapet IPB. Hari selanjutnya, topik yang disampaikan adalah tentang sistem dan efisiensi pada peternakan tropis terpadu, yang dilakukan di kelas dan di lab lapangan. Hari ke empat, peserta diajak mengunjungi pengolahan produk ternak lokal di sekitar bogor.

    Setelah mengikuti rangkaian kegiatan perkuliahan, peserta melakukan presentasi dari hasil pengamatan dan perkuliahan, serta melakukan evaluasi dan diskusi atas kegiatan summer course yang telah dilakukan. Pada akhir kegiatan peserta melakukan kunjungan ke Kebun Raya, Meseum Zoology Bogor, serta mengunjungi tempat tempat bersejarah di Jakarta, sebelum melakukan persiapan untuk pulang ke negaranya masing masing.

     

  • Mahasiswa dari 5 negara asing Mengikuti Summer Course Di Fapet IPB

    Fakultas Peternakan IPB menyelenggarakan The Third Summer Course Program  pada dua Departemen di lingkungan Fapet IPB, yaitu di Departemen  Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan (D-INTP) dan Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (D-IPTP).

    Pembukaan Program Summer Course di Departemen IPTP dilakukan pada  hari Senin, 15 Juli 2019, sedangkan pada Departemen INTP, pembukaan dilakukan satu minggu setelahnya (22 Juli 2019). Summer Course pada departemen IPTP yang dilakukan mulai tanggal 15-24 Juli ini mengusung topik "Green Concept of Local Herritage Animal Production and Technology to Ensure Environment Sustainability and Global Parthnership". Summer Course diikuti oleh peserta dari Negara Taiwan, Thailand, Korea, dan Malaysia. Adapun program yang dilakukan adalah lecture class dan field trip ke Bali.

    Berbeda dengan D-IPTP, Summer Course di D-INTP dilakukan pada tanggal 21-30 Juli 2019. Topik yang diusung adalah “Exotic Tropical Animal Nutrition and Feed Technology”,  dengan lokasi kegiatan di Bogor dan Bali. Program ini bekerjasama dengan Fakultas Peternakan, Universitas Udayana.

    Peserta Program Summer Course D-INTP berasal dari berbagai negara, yaitu Malaysia, Taiwan, Thailand dan Filipina. Universitas yang mengirimkan mahasiswa adalah Tunghai University, Maejo University, Universiti Putra Malaysia, Universiti Malaysia Sabah, University of Los Banos dan Universitas Haluoleo.  Dua peserta dari Malaysia telah mengikuti kegiatan ini tahun lalu dan kembali mendaftar pada tahun ini.

  • Mahasiswa dari Negeri Jiran Summer Course di Fakultas Peternakan IPB

    Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor (IPB) menggelar program Summer Course yang kedua kalinya pada tanggal 22-31 Juli 2018. Tema summer course kali ini adalah Exotic Tropical Animal Nutrition and Feed Technology. Program ini diikuti oleh 22 orang mahasiswa dari Universiti Putra Malaysia (UPM), Universiti Malaysia Sabah (UMS), Universitas Udayana, Universitas Tanjung Pura dan SMKN Kuala Mandor.

    Program summer course ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman mahasiswa tentang plasma nutfah ternak atau hewan eksotik tropika seperti domba adu, kambing perah, kudarenggong atau tunggang lokal, ayam pelung, jalak bali dan rusa totol. Peserta juga mendapatkan materi tentang manajemen pemberian pakan serta strategi konservasinya. Selain itu juga diperkenalkan tentang model padang penggembalaan (pasture) tropika serta teknologi pengolahan pakan ternak.

    “Program ini dilaksanakan selama sepuluh hari dengan program kuliah di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, serta praktek lapang di beberapa peternakan. Materi kuliah yang diberikan terdiri dari Exotic Tropical Feeds, Tropical Pasture Management, Feeding Management and Reproduction of Garut Sheep, Feeding Management of Renggong Horse forDancing Performance, Feeding Management and Conservation of Jalak Bali and Rusa Totol, Feeding Management of Pelung and Laughing Chicken, Feeding Management of Dairy Goat dan Feed Formulation.  Peternakan yang dikunjungi adalah area konservasi Jalak Bali dan Rusa Totol di Citeureup, Domba Garut di Gadog, Kuda Renggong di Sumedang, serta Kambing Perah dan Rusa Timor di Ciwidey,” ujar penanggung jawab program, Prof. Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, MS. 

    Selain mendapatkan materi di kelas dan di lapang, peserta juga mendapatkan program kegiatan bersama di Kebun Raya Bogor. Kegiatan ini bertujuan untuk membangun keakraban antara peserta. Para peserta diharapkan dapat aktif berpartisipasi dalam berbagai kegiatan yang dilaksanakan. Program Summer Course ini akan dilaksanakan kembali pada tahun 2019 (ipb.ac.id)

  • Mahasiswa Fakultas Peternakan Harus Punya Ternak

    Seminar dan Workshop Agribisnis Peternakan (SWAP) yang diadakan oleh Himpunan Mahasiswa Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Institut Pertanian Bogor (Himaproter) telah sukses digelar (28/04/2018). Seminar yang banyak mengupas tentang  prospek, peluang serta praktik bisnis peternakan di lapangan, menghadirkan beberapa pakar dan praktisi di bidang peternakan diantaranya,  Dr. Sri Rahayu (dosen Fapet IPB), Budi Susilo Setiawan (pemilik MT Farm), Subarkah dan Ahmad Anwari (peternak jangkrik Bekasi).

    Peternak sukses yang merupakan alumni Fakultas Peternakan IPB, Budi Susilo Setiawan dalam paparannya mengatakan,  permasalahan yang dihadapi peternak Indonesia adalah  kualitas produk peternakan yang masih fluktuatif. Intinya, dalam bisnis itu pengusaha harus baik dalam setiap urusan.  Budi merasakan banyak keberkahan dalam usahanya di dunia peternakan. Dari beternak, alumni Fapet IPB ini bahkan sekarang mempunyai usaha catering, properti dan agrowisata.

     “Apapun usaha yang kita akan lakukan, cukup berpegang pada empat hal yaitu yakin bahwa usaha ini adalah hal baik, berusaha optimal, perbanyak ilmu dan sabar. Jangan sampai anak peternakan tidak punya ternak atau tidak bisa jualan ternak. Bisnis itu bicara realistis bukan idealis. Ketika karkas impor yang lebih murah hadir menjadi ancaman bagi peternak, kita harus bergerak cepat,“ ujar Budi.

    Dr  Sri Rahayu menjelaskan tentang perkembangan dunia peternakan Kambing Domba (Kado) di Indonesia. Mulai dari prospek ternak, populasi Kado, keunggulan ternak Kado, membantah stigma negatif mengenai daging Kado yang tinggi kolesterol serta membandingkan sistem pemeliharaan Kado di Indonesia dan di negara lain (Australia dan New Zealand).

    Selain kambing dan domba, peserta juga mendapatkan ilmu mengenai bisnis dan usaha jangkrik. Bisnis jangkrik ini masih awam di kalangan masyarakat. Padahal prospek jangkrik sangat prospektif merujuk pada permintaan pasar yang tinggi, tidak membutuhkan investasi yang besar dalam memulai usaha serta dapat dilakukan di tempat yang sempit. Proses panen yang memakan waktu singkat (hanya sekitar 22 hari) ini menjadikan usaha ternak jangkrik sangat potensial untuk dikembangkan.

    “Kita harus memiliki pengetahuan dalam beternak jangkrik, paham pasar jangkrik seperti apa, membuat kandang yang sesuai, manajemen pakan yang baik dan melakukan kontrol rutin. Resiko terbesar usaha ternak jangkrik terletak pada serangan predator karena dapat mengurangi jumlah jangkrik yang dapat dipanen ataupun dalam proses peneluran bibit jangkrik. Namun, dengan perlakuan yang tepat hal ini dapat diantisipasi,” sebut Anwari dan diamini oleh Subarkah.  (Sumber Repuplika)

  • Mahasiswa Fakultas Peternakan IPB University Mendapatkan Pelatihan Kepemimpinan

    Hanter (Himpunan Alumni Peternakan) IPB University bekerja sama dengan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Peternakan (Fapet) IPB Universuty menggelar Pelatihan Kepemimpinan dan Manajemen Mahasiswa (LKMM) 2021. Pelatihan berjudul “Increasing Self Development Abilities to Build A Strong Leadership”, ini menjadi salah satu langkah untuk meningkatkan kemampuan kepemimpinan mahasiswa Fapet. 

    Kegiatan ini menghadirkan Vivi Kumalasari, MBA, alumnus Fapet Program Studi Teknologi Hasil Ternak. Saat ini Vivi menjabat sebagai Direktur Keuangan Bank BRI. Selain sukses dalam berkarir, Vivi ini telah mendapatkan penghargaan sebagai Top 3 Indonesia Future Business Leaders menurut SWA Magazine tahun 2018 lalu. Dengan berbagai pengalamannya, ia berbagi pengetahuan untuk memunculkan karakter pemimpin bagi generasi milenial. 

    Ia mengatakan dasar pendidikan yang sedang ditempuh di IPB University ini akan sangat membantu membentuk kepribadian di masa depan. Pendidikan di IPB University memberikan kemampuan akan fleksibilitas dan menggali bakat dan minat mahasiswa. Menurutnya, menjadi leader di perusahaan memiliki tantangan tersendiri. Generasi X sebagian besar menjadi leader bagi mayoritas anggota tim yang merupakan generasi milenial. Dua generasi harus berhadapan dan bekerja sama untuk mengembangkan bisnis di tengah karakteristik yang berbeda. 

    “Hal ini yang membuat leadership bagi kaum milenial menjadi lebih berbeda dan menantang,” ujarnya. Ia menjelaskan bahwa perbedaan antara keseimbangan pekerjaan dan pribadi serta faktor independensi menjadi perbedaan yang paling menonjol di antara dua generasi. Terutama generasi milenial lahir dari kelas ekonomi yang mulai membaik. 

    “Persoalan multigenerasi tersebut membuat generasi milenial mau tidak mau harus dilatih untuk menyesuaikan diri. Salah satunya dengan mempraktikkan mindful leadership secara konsisten. Sehingga  kepemimpinan yang telah ditumbuhkan mampu dirasakan keberadaannya oleh semua team member,” jelasnya. 

    Narasumber selanjutnya adalah Aang Hudaya, SPt. Ia kini menjabat Head of General Affair Lembaga Pengembangan Insani Dompet Dhuafa. Menurut alumnus Fapet IPB University ini, generasi milenial harus mampu memiliki kemampuan influencial leadership. "Anak muda harus memanfaatkan media sosial di era transformasi digital untuk mempengaruhi hal layak dalam kebaikan. Misalnya dalam memberikan kontribusi bagi kelestarian lingkungan. Era digital menjadi tantangan sekaligus menjadi peluang bagi para pemuda,” ujarnya. 

    Ia telah menjalani konsep learning by doing dan leading by example untuk memberikan kontribusi di bidang lingkungan. 
    Menurutnya, kolaborasi juga memiliki makna penting agar dapat mencapai tujuan kelompok dengan lebih cepat. "Berkomunitas menjadi poin penting dari setiap Gerakan. Pemimpin akan semakin berkembang ketika berjejaring,” pungkasnya.

    Dr Audy Joinaldy, Ketua Umum Hanter IPB University dan Wakil Gubernur Sumatera Barat juga menyampaikan bahwa pemuda-pemudi haruslah menjadi agent of change demi menyongsong Indonesia Emas. Ia optimis bonus demografi Indonesia dapat dimanfaatkan dengan baik. Generasi muda harus memiliki kepemimpinan yang kuat dan dituntut sebagai pemecah masalah serta berpikir kritis.

    “Pemuda alumni IPB University nantinya harus memiliki kekuatan moral kontrol sosial dan menjadi agen perubahan,” tambahnya.

    Sementara itu, H Ridwan Herdian, SPt, alumnus Fapet IPB University yang kini berbisnis di bidang peternakan juga mengatakan kepemimpinan juga berguna di dunia bisnis. Di dunia usaha, bertemu dengan sekelompok orang baru perlu kemampuan untuk menyikapinya. Penyesuaian dibutuhkan dan harus sabar untuk terus belajar serta optimis dapat menyelesaikan berbagai permasalahan baru. Menjadi pemimpin harus terbiasa dengan adanya masalah dan harus mampu menyelesaikannya.

    “Menjadi seorang wirausaha, kemampuan menyelesaikan masalah adalah wajib untuk dimiliki. Ketika memulai suatu usaha, menurut pengalaman saya, pasti banyak menemui masalah,” katanya (ipb.ac.id)

  • Mahasiswa Fapet IPB Ikuti Winter Course di Australia

    Institut Pertanian Bogor (IPB) sudah lama menjalin kerja sama dengan beberapa perguruan tinggi di Australia. Salah satunya adalah kerja sama Fakultas Peternakan (Fapet) IPB dengan School of Animal Sci and Vet Science Adelaide University.

    Tahun ini, program kerja sama yang terjalin berupa pengiriman mahasiswa IPB untuk mengikuti kegiatan Winter Course 17 hari (23 Juni-10 Juli 2017) di beberapa perguruan tinggi di Australia dan ikut serta dalam perlombaan International Collegiate Meat Judging (ICMJ). Ada lima mahasiswa Fakultas Peternakan yang terpilih untuk mengikuti kegiatan ini. Mereka adalah Hamza Nata Siswara, Melfa Andraini Agatha, Yuni Nuraifah, Dei Gustifah K  dan M.Sirajatun Kurniawan.

    “Program ini bertujuan untuk memberikan kesempatan dan pengalaman kepada kami,  mahasiswa Fapet IPB, dalam bidang peternakan yang memiliki bobot kuliah 3 SKS. Kegiatan ini dilaksanakan di berbagai negara bagian yang ada di Australia, seperti   Darwin (Northern Territory) dan Katherine, Adelaide, Adelaide University Roseworthy S.A, dan Wagga Wagga, NSW,” ujar Hamza dalam rilis IPB yang diterima Republika.co.id, Kamis (3/8).

    Menurut Hamza, sebelum keberangkatan ke Australia mereka diwajibkan magang di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Elders Fapet IPB. Kegiatan ini sangat bermanfaat bagi mereka sebagai informasi awal tentang proses produksi daging dan international beef industry sebelum mereka mengikuti perlombaan.

    “Selain ikut Winter Course, kami  juga akan ikut lomba ICMJ. Dengan demikian,  kegiatan magang ini sangat diperlukan sebagai bekal bagi kami  untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan skill mahasiswa dalam menilai daging,” tutur Hamza.

    Ia mengemukakan,  beberapa kegiatan yang diberikan pada saat pelatihan adalah pengenalan proses penyembelihan sapi, penanganan karkas, penyimpanan karkas dalam chiller, proses deboning, proses packing dan repacking serta pengenalan terhadap retail cut dan primal cut pada daging sapi. (republika.co.id)

  • Mahasiswa Fapet IPB University Dapat Rahasia Sukses Jadi Pengusaha Lewat Acara Meet Cowboy

    Fakultas Peternakan (Fapet) IPB University kembali menggelar kegiatan Ngabarek 2 dengan tema “Sukses Menjadi Bintang Versi Sendiri” secara daring (19/09). Ngabarek 2 merupakan rangkaian acara dari Meet Cowboy 57 untuk memperkenalkan lebih jauh Fakultas Peternakan IPB University. Dalam kegiatan ini, mahasiswa Fapet mendapatkan berbagai ilmu dari guest star yang telah sukses di bidangnya.

    Salah satu guest star yang hadir adalah Ir Rifda Ammarina, CEO Kampung Agrinex dan PT Puteri Cahaya Kharisma. Rifda mengaku bangga menjadi alumni Fapet IPB Univetsity angkatan 21. Ia mendapatkan kesempatan mempelajari ilmu sosial ekonomi di bidang peternakan, pertanian dan perikanan. 

    Menurutnya penting menjadikan dosen sebagai partner di dunia kerja. Langkah pertama menuju kesuksesan yakni dengan membangun jejaring dengan sesama mahasiswa dan dosen. Ia yakin bahwa lulusan peternakan IPB University memiliki potensi untuk maju.

    Berdasarkan pengalamannnya, saat kuliah ia menekuni mata kuliah yang menurutnya dapat ia terapkan di bisnis masa depannya. Rajin berpartisipasi dalam aktivitas non akademik kampus juga penting untuk membangun jejaring.

    ”Belajar menentukan mata kuliah dan kemudian mana yang kita fokuskan. Semua harus berorientasi kepada mau jadi apa kita ke depan. Mau berkecimpung di bidang apa kita ke depan. Apakah mau menjadi profesional atau pengusaha maupun dosen, harus kita tentukan sejak mahasiswa,” ungkapnya.

    Sewaktu masih menjadi mahasiswa, ia melihat potensi besar di bidang agribisnis. Hingga kini menjadi pengusaha di bidang tersebut, ia menyebutkan kunci keberhasilannya adalah kemauan belajar sebagai modal usaha terbesar.

    Sementara itu, narasumber lainnya yang juga alumnus Fapet IPB University, Ir Anton Sukarna, Direktur Penjualan dan Distribusi Bank Syariah Indonesia menyebutkan ukuran kesuksesan akan berbeda pada setiap orang. Namun terdapat syarat utama untuk mencapai kesuksesan, yaitu terkait dengan keahlian dan keterampilan. Terkait dengan hard skill dan soft skill. Soft skill yakni terkait dengan kemampuan berkomunikasi, fleksibilitas, kepemimpinan, kerjasama, dan manajemen waktu.

    Salah satu soft skill yang penting menurutnya adalah mampu membangun kemampuan komunikasi. Ini sudah menjadi tuntutan agar bisa hidup mandiri. Hal tersebut ia bangun melalui berbagai aktivitas kemahasiswaan dan inisiatif. Tentunya segala kegiatan yang ia ikuti didasari dengan suatu nilai dan keyakinan pribadi. 

    “Bila kita mempunyai nilai yang diperjuangkan, inilah yang harus dicatat. Anda mempunyai bahan bakar yang tidak pernah habis,” ujarnya.

    Dr (cand) Audy Joinaldy, MM, IPM, ASEAN.Eng, alumnus Fapet IPB University yang saat ini menjabat sebagai Wakil Gubernur Sumatera Barat dan Ketua Umum Hanter IPB University turut hadir sebagai keynote speaker dalam acara tersebut. Ia mengungkapkan pilihan para mahasiswa untuk terjun dalam dunia peternakan sangat tepat. Mengingat tingkat pengangguran lulusan sarjana lebih tinggi di masa pandemi karena pertumbuhan ekonomi yang lamban. 

    Menurutnya, IPB University telah memupuk sedari dini agar mahasiswanya menjadi entrepreneur. Fakultas Peternakan IPB University juga dikenal sebagai salah satu fakultas penghasil pengusaha terbanyak di IPB University. Hal tersebut membuktikan bahwa lulusan peternakan IPB University memiliki kreativitas yang tinggi dan potensi menjadi pengusaha.

    Ia ingin memacu mahasiswa Fapet IPB Univetsity untuk tetap mempertahankan fakultasnya sebagai penghasil pengusaha terbanyak. Tentunya, menjadi pengusaha sukses membutuhkan modal, bukan hanya dana. Modal menjadi usaha yakni alam, legalitas, pemahaman akan usaha, ilmu, dan dana. Semua modal tersebut dijaring dengan jejaring yang luas.

    “Cuma memang untuk menjadi pengusaha itu selain disiplin, komitmen, jujur, kreativitas tinggi, inovatif, mandiri, dan realistis, kita juga perlu attitude,” tambahnya.
    Biasanya, kebanyakan mahasiswa takut gagal menjadi pengusaha. Hal tersebut didasari oleh ketidakmandirian baik dari segi sumberdaya manusia, operasional, keuangan, dan sebagainya. 

    Ia menyarankan agar mahasiswa dapat menyusun strategi, terus mencoba belajar, serta pandai memanfaatkan kesempatan (ipb.ac.id)

  • Mahasiswa IPB Buat Jamu Rempah untuk Turunkan Kolesterol Telur Puyuh

    Telur puyuh merupakan salah satu hasil ternak yang banyak digemari oleh masyarakat karena rasanya yang enak dan bergizi. Namun masyarakat khawatir mengkonsumsi telur puyuh karena kadar kolesterolnya yang tinggi dibandingkan telur ayam biasa. Padahal telur puyuh ini dapat berpotensi sebagai penyedia protein hewani nasional.

    Kadar kolesterol yang berlebih jika dikonsumsi dapat menyebabkan berbagai penyakit seperti serangan jantung dan penyempitan pembuluh darah. Melihat kondisi ini, tiga mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) membuat “Jamu Rempah” untuk menurunkan kolesterol dari telur puyuh. Mereka adalah Arrum Andari, Endina Nur Anisa, dan Riska Febri Wulandari.

    “Jamu rempah adalah jamu yang terbuat dari bahan rempah-rempah seperti kayu manis, kapulaga, cengkeh, pala, dan bunga lawang. Jamu rempah ini mengandung senyawa aktif seperti alkaloid, flavonoid, dan tanin. Senyawa aktif tersebut dapat menghambat penimbunan lemak dan kolesterol dalam tubuh ternak,” ujar Arrum, selaku Ketua Tim.

    Di bawah bimbingan Ir. Dwi Margi Suci, MS, Staf Pengajar di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB, “Jamu Rempah” menjadi salah satu Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) Bidang Penelitian Tahun 2018. Judul penelitiannya adalah  “Suplementasi Jamu Rempah pada Ternak Puyuh sebagai Upaya Memproduksi Telur Puyuh Rendah Kolesterol”.

    Pemberian jamu rempah dilakukan dengan cara pencampuran langsung dengan air minum sebanyak 1 liter air pada ternak. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian jamu rempah sebanyak 10 ml dalam 1 liter air minum dapat menurunkan kadar kolesterol telur puyuh hingga 49.9%.

    Arrum menyatakan keberhasilan dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai langkah awal dalam meningkatkan produksi telur puyuh rendah kolesterol di Indonesia. “Jamu rempah ini juga memiliki potensi dalam bidang sosial dan ekonomi yaitu dapat menciptakan lapangan usaha baru dan meningkatkan pendapatan para peternak puyuh,” katanya.

    Menurut Arrum, “Jamu Rempah” ini adalah temuan awal yang akan dikembangkan lagi ke depannya. Rencananya Arrum dan kawan-kawan akan memproduksi telur puyuh rendah kolesterol secara massal, mempublikasikan artikel ilmiah, dan membuat Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dan Paten.

  • Mahasiswa IPB Buat Sabun Kalsium Penurun Gas Metana Ternak

    Mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) meneliti minyak asal larva Black Soldier Fly sebagai sabun kalsium yang digunakan sebagai campuran pakan ternak ruminansia. Larva Black Soldier Fly atau larva tentara hitam ini memiliki kandungan protein tinggi. Tiga mahasiswa Fakultas Peternakan IPB, Neng Sri Haryanti Lestari, Desi Maria Sinaga, dan Dwitami Anzhany di bawah bimbingan dosen, Dr. Anuraga Jayanegara, S.Pt, M.Sc mengadakan penelitian terhadap hewan uji (ruminasia besar seperti sapi) untuk menangani peningkatan gas metana yang dihasilkan oleh eruktasi (hembusan nafas hewan) dan feses melalui pembuatan sabun kalsium dari minyak asal larva Black Soldier Fly.

    Penelitian tersebut dituangkan dalam proposal Program Kreativitas Mahasiswa bidang Penelitian Eksakta (PKM-PE) yang berjudul “Mitigasi Gas Metana Ternak Ruminansia Melalui Inovasi Sabun Kalsium dari Minyak Asal Larva Black Soldier Fly”.

    Salah satu isu lingkungan yang menjadi sorotan publik hingga saat ini adalah global warming. Fenomena efek rumah kaca merupakan salah satu bentuk nyata terjadinya global warmingyang ditandai dengan meningkatnya polutan gas metana. Ternak ruminansia juga dipercaya sebagai penghasil gas metana terbesar di dunia, yaitu 90 persen dihasilkan di dalam rumen. Gas ini dirotasikan melalui pembuluh darah dan paru-paru dan berakhir pada pelepasan metan melalui mulut dan hidung, yang disebut dengan eruktasi. Sisanya, 10 persen metan dibuang melalui anus. Inovasi ini diharapkan mampu menjadi alternatif dalam upaya penurunan polutan gas metana tersebut.

  • Mahasiswa IPB Formulasi Biogas Ekonomis dari Limbah Isi Rumen dan Darah Sapi

    Penggunaan energi terbarukan menjadi isu penting dan mendesak terkait kelangkaan bahan bakar fosil di masa depan. Mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) memberikan solusi berupa energi terbarukan yang ekonomis, ramah lingkungan, dan berpotensi besar, yaitu biogas dengan menggunakan limbah isi rumen dan tambahan darah sapi potong sebagai substrat utamanya.

    Ketiga mahasiswa tersebut adalah Erik Kurniawan dan Annisa Rosmalia dari Fakultas Peternakan IPB, dan Vegoma Fazatha dari Fakultas Kehutanan IPB. Mereka mendapat bimbingan dari Iyep Komala, S.Pt, M.Si, dosen Fakultas Peternakan. Penelitian ini menjadi salah satu finalis PKM bidang Penelitian 2018.

    "Ide ini berawal dari keprihatinan kami terhadap limbah yang dihasilkan oleh Rumah Potong Hewan (RPH) yang belum dimanfaatkan dengan maksimal, yaitu limbah isi rumen (perut sapi) dan darah sapi potong yang dapat mencemari tanah dan air, serta baunya juga cukup menyengat. Sementara itu, isi rumen dapat digunakan sebagai inovasi substrat dalam pembuatan biogas. Selama ini, pembuatan biogas biasanya hanya menggunakan kotoran hewan dan daun kering sebagai subtrat utamanya,” jelas Annisa.

    Fazatha menyampaikan bahwa komponen isi rumen memiliki kelebihan khusus daripada komponen substrat yang digunakan pada pembuatan biogas pada umumnya.

    “Isi rumen merupakan hasil pencernaan setengah jadi dari keseluruhan proses pencernaan pakan pada perut sapi, jadi limbah isi rumen ini berbentuk jerami yang belum sepenuhnya tercerna menjadi kotoran. Isi rumen memiliki komponen selulosa dan hemiselulosa yang baik untuk pembuatan biogas, namun komponen ligninnya yang tinggi dapat menghambat proses fermentasi untuk menghasil biogas nantinya. Maka dari itu, kami melakukan alkali pretreatment, yaitu perlakuan dengan pemberian basa NaOH konsentrasi dua persen untuk menekan lignin tersebut. Kenapa menggunakan penambahan darah? Karena apabila ditambahkan dengan darah konsentrasi lima persen dapat meningkatkan volume biogas dan kadar metana sebesar 52 persen, lebih besar dari cara konvensional,” jelas Fazatha.

    Erik dan tim berharap formulasi biogas ini dapat diterapkan pada seluruh RPH di Indonesia, sebagai salah satu solusi pemanfaatan limbah isi rumen dan darah sapi potong.

    “Harapannya formulasi pembuatan biogas dengan menggunakan limbah isi rumen dan darah sebagai substratnya ini dapat diaplikasikan pada RPH untuk mengurangi limbah isi rumen dan darah sapi potong serta menekan dampak pencemaran lingkungan yang ditimbulkan. Semoga biogas ini juga dapat menjadi energi terbarukan yang ekonomis, karena menerapkan konsep zero waste dan bersifat ramah lingkungan,” harap Erik (ipb.ac.id)

  • Mahasiswa IPB Manfaatkan Sari Belimbing Wuluh untuk Peningkat Produktivitas Telur Puyuh

    Pakan dengan kandungan nutrisi yang lengkap dibutuhkan untuk menghasilkan produk telur puyuh dengan kualitas yang baik. Kebutuhan nutrisi juga dapat dipenuhi melalui penambahan suplemen cair untuk mengurangi stress panas dan meningkatkan produktivitas. Belimbing wuluh memiliki berbagai kandungan nutrisi, antara lain flavonoid, triterpenoid atau steroid, glikosida, protein, lemak, kalsium, fosfor, besi, vitamin A, B1, dan C. Vitamin C merupakan antioksidan yang telah terbukti dapat menangkal stress pada ayam yang dipelihara pada suhu tinggi.

    Kandungan vitamin C pada belimbing wuluh cukup tinggi yaitu sebanyak 25 ml dalam 100 g belimbing wuluh segar. Kandungan asam sitrat dalam buah ini mencapai 92-133 meq asam/100 g total padatan. Asam sitrat tersebut berperan sebagai acidifier. Acidifier secara umum dapat menggantikan peranan antibiotik, meningkatkan kualitas telur, menyeimbangkan mikroflora saluran pencernaan, meningkatkan absorbsi sari makanan dalam usus halus dan meningkatkan keuntungan.

    Melihat potensi itu, Muhammad Rizqi Ramdhani mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) sekaligus Ketua PKMPE (Program Kreatifitas Mahasiswa, Penelitian) beserta anggotanya yaitu Nola Okivita Imama, Lylya Wahyuni, Vitya Lana Larasati dan Ahmad Rafli Fahmi melakukan percobaan tentang pemanfaatan belimbing wuluh dalam budidaya burung puyuh. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian sari belimbing wuluh sebagai air minum puyuh terhadap produktivitas telur puyuh. Dan menentukan dosis yang tepat dalam pemberian air minum sari belimbing wuluh pada puyuh.

    ”Kami ingin mengangkat belimbing wuluh yang melimpah buahnya. Kami memilih bahan baku tersebut sebagai antibiotik alami dan salah satu alternatif pengganti antibiotik komersial. Selain itu kandungan vitamin C belimbing wuluh cukup banyak. Asupan vitamin C pada ternak dapat menurunkan tingkat stress. Stress yang berlebih akan mempengaruhi kualitas telurnya seperti tidak memiliki kerabang dan lain-lain. Selain itu vitamin C ini dapat memperbaiki kualitas kerabang telur,”tutur Rizqi.

    Percobaan ini dilaksanakan selama 30 hari pemeliharaan di peternakan Slamet Quail Farm (SQF) dan 30 hari di Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan IPB. Pembuatan sari belimbing wuluh dilakukan dengan mencuci buah belimbing wuluh kemudian dihaluskan dengan menambahkan air dan diblender secara bersamaan. Hasil dari belimbing wuluh yang sudah halus disaring dan diambil sarinya saja. Sari belimbing wuluh yang sudah jadi ditambahkan dalam air minum ternak.

    ”Metode penelitian ini cukup simpel, belimbing wuluh hanya di blender dan disaring menggunakan kain, hal ini bertujuan untuk memudahkan peternakan rakyat mengimplementasikan penelitian ini, pemberian pada puyuh menyesuaikan dengan uji daya hambat bakteri sehingga memakai konsentrasi  2,5% dan 5%,” jelasnya Rizqi.

    Pengujian dilakukan selama 42 hari dengan menggunakan sebanyak 240 ekor burung puyuh (siap bertelur) dengan empat perlakuan dan empat kali ulangan. Tiap ulangan dipelihara sebanyak 15 ekor burung puyuh. Perlakuan yang diberikan yaitu P1 (air minum + Vitachick), P2 (air minum + 15% Sari Belimbing Wuluh), P3 (air minum + 30% Sari Belimbing Wuluh), dan P4 (air minum + 45% Sari Belimbing Wuluh). Tim ini mengamati performa burung puyuh yang terdiri atas konsumsi pakan, produksi telur dan massa telur.

    ”Perkembangan parameternya hampir sama seperti kontrol. Artinya sejauh ini perlakuan yang diberikan bisa diimplementasikan dalam dunia peternakan. Produktifitas yang kami maksud bukan dari peningkatan jumlah telurnya (burung puyuh sehari hanya bertelur 1 butir, bahkan ada yang dua hari sekali). Produktifitas disini adalah kualitas telurnya, seperti kualitas fisik maupun kimia” pungkas Rizqi.(ipb.ac.id)

  • Mahasiswa IPB Sehatkan Ayam Broiler dengan Tepung Kayu Manis

    Fani Karina Astrini, mahasiswa Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor (IPB) di bawah bimbingan Dr. Ir. Rita Mutia, MAgr dan Dr. Ir. Widya Hermana, MSi melakukan penelitian untuk mengetahui bagaimana efektivitas pemberian tepung kayu manis dengan level berbeda terhadap status kesehatan yang meliputi eritrosit, leukosit dan nilai hematokrit, kadar hemoglobin dan diferensiasi leukosit serta organ imunitas ayam broiler. 

    Penelitian yang dilakukan  Fani berawal dari cara yang digunakan oleh peternak untuk dapat meningkatkan performa ayam broiler adalah dengan cara pemberian antibiotik. Antibiotik adalah obat-obatan atau zat kimia yang pada umumnya dibuat secara sintetik. Namun terdapat permasalahan pada antibiotik sintetis yaitu residu. Padahal jika merujuk pada UU Peternakan dan Kesehatan Hewan No.18 tahun 2009 pasal 22 ayat 4c yang berbunyi “Setiap orang dilarang menggunakan pakan yang dicampur hormon tertentu dan atau antibiotik imbuhan pakan”.

    Oleh sebab itu dibutuhkan alternatif imbuhan pakan yang memiliki peran sama dengan antibiotik, tetapi lebih ramah terhadap kesejahteraan manusia dan ternak serta lingkungan. “Pada penelitian ini bahan yang akan saya uji sebagai bahan alternatif adalah kayu manis, karena mempunyai kandungan senyawa yang berfungsi sebagai antibiotik seperti sinamaldehid, flavonoid, dan tanin yang dapat berguna sebagai antibakteri,” terang Fani.

    Antibiotik dapat mengurangi populasi bakteri di dalam saluran pencernaan sehingga meningkatkan ketersediaan zat gizi ransum untuk diserap oleh tubuh ternak yang akan digunakan sebagai pertumbuhan ternak. Fani menambahkan, “Antibiotik alami dapat meningkatkan kekebalan tubuh ternak dan tidak meninggalkan residu pada ternak sehingga tidak membahayakan manusia yang mengkonsumsi hasil ternak tersebut,” tambahnya. 

    Untuk membuktikan apakah kayu manis dapat menjadi antibiotik alami, Fani menggunakan 160 ekor ayam broiler yang masih berumur satu hari. Kandang yang digunakan adalah 16 petak dengan sepuluh ekor ayam pada setiap kandang. Setiap kandang ini akan diberikan perlakuan yang berbeda bergantung pada konsentrasi tepung kayu manis.

    Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Fani, terdapat tiga konsentrasi tepung kayu manis dalam ransum yang jika diberikan kepada ayam broiler maka akan menghasilkan ayam broiler yang sehat dan organ imunitas yang normal yakni pada konsentrasi dua persen, empat persen, dan enam persen. (ipb.ac.id) 

  • Mahasiswa IPB Teliti Gen untuk Tingkatkan Kualitas Daging Ayam Kampung

    Ayam kampung merupakan ayam asli Indonesia yang masih memiliki produktivitas relatif rendah dibandingkan dengan ayam ras. Ayam kampung memiliki keunggulan pada tingkat adaptasi, ketahanan terhadap panas, dan ketahanan terhadap penyakit yang tinggi. Ayam kampung juga memiliki rasa yang enak dan aroma khas yang berkaitan dengan kandungan lemak di daging. Akan tetapi, rendahnya produktivitas ayam kampung berbanding terbalik dengan permintaan konsumsi daging ayam kampung di masyarakat. Karena itu, perlu dilakukan peningkatan produktivitas ayam kampung melalui seleksi.

    Produksi daging ayam kampung hanya menyumbang 15.13 persen dari total produksi daging unggas dan 10.26 persen dari total produksi daging ternak Indonesia. Dengan demikian, ayam kampung mempunyai potensi untuk dapat ditingkatkan sebagai pemenuhan program ketahan pangan yang aman, sehat, utuh dan halal (ASUH). Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas ayam kampung adalah melalui seleksi berbasis marka genetik (sifat pertumbuhan dan kualitas daging).

    Terdapat dua gen yang mengontrol yaitu gen IGF2 (Insuline-like Growth Factor 2) dan FMO3 (Flavincontaining monooxygenases 3) sebagai gen pengontrol pertumbuhan dan kualitas karkas dapat digunakan sebagai gen potensial dalam seleksi berbasis marka genetik untuk meningkatkan produktivitas ayam kampung.

    Mahasiswa Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan (Fapet) Institut Pertanian Bogor (IPB) Rindang Laras Suhita melakukan penelitian berjudul “Keragaman Gen IGF2 dan FMO3 serta Asosiasinya terhadap Bobot Potong dan Sifat Fisik Daging pada Ayam Kampung”. Penelitian ini dibimbing oleh Dr. agr Asep Gunawan, Prof. Dr. Cece Sumatri dan Dr. Niken Ulupi. 

    Penelitian terdiri atas dua tahap yaitu analisis keragaman gen IGF2 dan FMO3 pada dua populasi ayam kampung serta beberapa ayam lokal sebagai pembanding. Sampel yang digunakan sebanyak 118 sampel ayam kampung untuk gen IGF2 yang terdiri atas kampung populasi 12 minggu, dan kampung populasi 26 minggu. Sebanyak 129 sampel darah ayam kampung yang digunakan untuk gen FMO3 terdiri atas 6 populasi yaitu broiler, kampung, sentul, merawang, pelung, dan nunukan.

    Ayam kampung yang digunakan untuk asosiasi sebanyak 118 ekor untuk bobot karkas dan potongan komersial serta 56  ekor untuk sifat fisik karkas. Genotyping dilakukan menggunakan metode PCR-RFLP (Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism). Analisis data yang dilakukan yaitu frekuensi genotipe, frekuensi alel, heterozigositas, keseimbangan Hardy-Weinberg dan asosiasi data genotipe dengan fenotipe menggunakan General Linear Model (GLM).

    Hasil menunjukkan gen IGF2 pada dua populasi ayam kampung bersifat polimorfik dan gen FMO3 pada semua populasi bersifat monomorfik. Gen IGF2 pada populasi ayam kampung 12 minggu memiliki keragaman yang rendah dan pada populasi 26 minggu memiliki keragaman yang tinggi sedangkan pada gen FMO3 tidak ditemukan keragaman. Ditemukan asosiasi secara suggestive gen IGF2 dengan bobot paha bawah pada ayam kampung 26 minggu. Tidak ditemukan asosiasi antara keragaman gen IGF2 dan FMO3 terhadap bobot potong dan sifat fisik karkas pada ayam kampung.(ipb.ac.id)