News

Fakultas Peternakan IPB University bersama Forum Logistik Peternakan Indonesia (FLPI) kembali mengadakan pelatihan daring pada hari 13/5. Pelatihan ini dibagi menjadi dua seri dan dilakukan selama dua hari masa pelatihan. Topik yang diangkat adalah “Penerapan Animal Welfare pada Rantai Pasok Sapi Potong".

Pada hari pertama, fokus materi membahas tentang kaidah dan praktik kesejahteraan hewan pada rantai pasok sapi potong di Indonesia dan Australia. Hadir sebagai pemateri adalah drh Helen Fadma, alumni IPB University dari Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) yang saat ini berpkiprah sebagai Livestock Service Manager untuk Indonesia di perusahaan Meat and Livestock Australia. Selanjutnya, juga hadir Yudhistira Pratama, SPt dan drh Neny Santy Jelita sebagai pemateri dari FLPI.

Pelatihan yang terbatas untuk 40 orang peserta ini membahas secara umum praktik-praktik kesejahteraan hewan di Australia dan Indonesia. Selain membahas hal-hal teknis, peserta juga diajak untuk membahas terkait regulasi dan peraturan terkait kesejahteraan hewan.

Dr Helen manyampaikan bahwa penanganan hewan yang baik adalah syarat kesejahteraan hewan yang baik. Industri peternakan harus menjamin kesejahteraan hewan ternak, meliputi bebas dari lapar dan haus, rasa tidak nyaman, dan tidak cidera. Selain itu, hewan ternak juga harus bebas dari rasa takut dan tertekan, serta leluasa untuk menampilkan perilaku alaminya.

“Indonesia merupakan negara importir daging sapi terbesar dari Australia. Sapi yang diimpor bukan hanya dalam bentuk daging, tapi masih hidup. Sehingga kesejahteraan sapi harus dijaga selama proses penanganan hewan ternak dari  pengiriman hingga penyembelihan hewan,” ujar Helen.

Menurutnya, kesejahteraan hewan ternak yang paling riskan adalah saat proses pemindahan. Proses ini biasa menggunakan transportasi darat dan transportasi laut yang membuat sapi sering stres. Salain itu, kandang penampungan sementara juga harus disiapkan sesuai standar yang sudah ditetapkan. Paling banyak ditemui adalah lantai yang tidak datar, sehingga sapi merasa tidak nyaman.

Read more: Fapet IPB University Gandeng FLPI Bahas Praktik Animal Welfare Pada Rantai Pasok Sapi Potong

Sebagian orang merasa tidak tega menyantap daging kelinci, mamalia berbulu yang sering dijadikan peliharaan. Bahkan ada yang beranggapan belum lazim memakannya karena kurangnya informasi bahwa daging kelinci itu halal, lebih enak dan lebih sehat dibandingkan daging ternak lainnya. Dengan alasan tersebut maka sosialisasi kelebihan dan keistimewaan daging kelinci harus digalakkan agar pengetahuan masyarakat terhadap daging kelinci makin mantap. Sehingga, ke depan daging kelinci bukan lagi dijauhkan, tetapi akan dicari banyak orang dan disantap dengan penuh kenikmatan dan keyakinan.

Untuk itu dua dosen IPB University dari Divisi Produksi Ternak Daging, Kerja dan Aneka Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Dr Henny Nuraini dan  Muhammad Baihaqi, SPt, MSc menyampaikan manfaat daging kelinci yang sehat juga halal.

Daging kelinci halal untuk dikonsumsi. Status halal ini sesuai dengan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI). Melalui sidang di Jakarta pada 12 Maret 1983, Komisi Fatwa MUI menetapkan bahwa hukum memakan daging kelinci adalah halal.

Manfaat lainnya adalah adanya senyawa kitotefin pada daging kelinci terutama pada jantung dan hati yang dapat mencegah penyakit asma.

"Kadar protein daging kelinci lebih tinggi di banding dengan ternak lain. Kadar omega-3 daging kelinci empat kali lebih tinggi jika dibandingkan dengan daging ayam," papar Baihaqi.  

Kadar kolesterol dan kadar lemak, lanjut Baihaqi, pada daging kelinci sangat rendah. Tidak hanya itu daging kelinci dinilai lebih "lean" dan sedikit mengandung lemak.

Lebih lanjut ia menerangkan daging kelinci dapat diolah menjadi berbagai variasi olahan seperti nasi briyani kelinci, kelinci masak madu, rica kelinci dan kelinci goreng korea.

"Kelinci sebagai ternak multiguna yang memiliki produksi dan produktivitas tinggi. Multiguna artinya dapat dimanfaatkan sebagai pangan konsumsi manusia dan sebagai hewan piara atau dimanfaatkan kulit bulunya untuk pembuatan jaket, tas, atau dompet yang bernilai tinggi. Bahkan, kotorannya bisa dijadikan pupuk tanaman," pungkasnya (ipb.ac.id)