News

Beberapa waktu lalu, dunia maya dihebohkan dengan pengakuan salah satu selebritas yang mengaku memelihara satwa liar yang dilindungi. Dalam pengakuannya, ada enam anak dari satwa yang dilindungi tersebut mati dengan mengungkapkan berbagai alasan, termasuk katanya mengalami dehidrasi.

Menanggapi kejadian itu, Prof Ronny Rachman Noor, Pakar Genetika Ekologi IPB University menyatakan, kematian satwa liar tersebut mempermalukan nama Indonesia di mata dunia. Menurutnya, satwa liar yang dilindungi bukanlah barang mainan ataupun hewan peliharaan. “Artinya, tidak boleh seenaknya dipelihara oleh orang awam yang dinilai tidak memiliki pengalaman dan pengetahuan luas terkait satwa liar,” tegasnya.

“Dalam dunia konservasi satwa liar, salah satu tolak ukur keberhasilannya adalah pengembangbiakkan satwanya. Artinya jika satwa liar tersebut tidak berkembang biak dan bahkan mengalami kematian dapat dipastikan bahwa pengetahuan pengelola tersebut akan satwa liar sangat minim sekali,” ujar Prof Ronny.

Menurut Prof Ronny, kehebohan kematian satwa liar yang dipelihara oleh selebritas ini harus diusut secara tuntas. Pasalnya, jika tidak dilakukan akan mempermalukan Indonesia di dunia internasional, termasuk pihak yang mengeluarkan izinnya.

“Perlu dirunut secara aturan dan kebijakan bagaimana satwa liar yang dilindungi ini sampai dapat dipelihara secara perorangan. Kalaupun aturan memperbolehkan, tentunya tidak sembarang orang dapat memeliharanya, apalagi satwa liar yang menjadi ikon dunia ini mengalami kematian,” ungkap dia. 

Lebih jauh ia mengatakan, kejadian itu juga perlu diusut tuntas bagaimana konsesi pemeliharaan satwa liar sampai dapat jatuh pada perorangan. Selain itu, kata Prof Ronny, juga perlu dilakukan evaluasi apakah orang tersebut memiliki pengetahuan terkait satwa liar.

“Satwa liar bukanlah binatang peliharaan yang hanya sekedar untuk memuaskan hobi seseorang. Satwa liar perlu dilindungi dan memerlukan pengetahuan sangat khusus untuk memeliharanya,” ucapnya.

Bagi Prof Ronny, ketidakpedulian akan nasib satwa liar dalam penangkaran baik apalagi kematian satwa liar yang dilakukan oleh perorangan ataupun lembaga sudah dapat dipastikan memperburuk citra Indonesia di panggung internasional dalam menangani dan melakukan konservasi satwa liarnya.

“Kasus satwa liar yang dipelihara perorangan dan mengalami kematian ini sudah seharusnya menjadi pelajaran yang sangat berharga, karena sudah mencoreng nama Indonesia di dunia Internasional,” tandasnya (ipb.ac.id)

Fakultas Peternakan (Fapet) IPB University melaksanakan Kuliah Pembekalan KKNT Inovasi bagi seluruh mahasiswa semester 7 yang mengikuti program KKN  di Auditorium JHH, (10/6). Dalam sambutannya, Plh. Dekan Fapet IPB Prof. Irma Isnafia Arief menyampaikan beberapa hal teknis terkait pelaksanaan KKN yang nilainya setara 4 SKS ini. “ Di dalam pelaksanaannya, KKNT dibagi di daerah masing-masing tapi semuanya nilainya kembali pada fakultas. Untuk DPL Departemen IPTP ada 8 dan Departemen INTP ada 7” ungkapnya. Selain itu Prof. Irma juga berpesan agar selama 40 hari pelaksanaan, keselamatan mahasiswa diutamakan “Perhatikan kondisi masyarakat, adat istiadat dan tokoh setempat. Karena inovasi, ada beberapa lokasi spesifik misalnya Sekolah Peternakan Rakyat (SPR) atau Pemerintah Daerah (Pemda). Ada tiga daerah yang menjadi tanggung jawab penuh fapet, yaitu Kab. Brebes, Kab. Batang dan Kab. Banjarnegara dan akan kami lakukan supervisi.” tandasnya.

Kuliah pembekalan ini menghadirkan tiga dosen Fapet sebagai narasumber. Materi pertama disampaikan oleh M. Baihaqi, S.Pt, M.Sc, dosen dari program studi Teknologi dan Produksi Ternak ini membahas materi seputar produksi ternak khususnya kambing dan domba yang banyak orang salah kaprah dalam membedakan keduanya. Selanjutnya materi dengan tema Penguatan Pakan Ternak Berbasis Hijauan Pakan oleh Dr. Iwan Prihantoro, S.Pt, M.Si dari Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan yang memberikan gambaran mengenai penyediaan hijauan, sistem pemeliharaan dan penyediaan pakan, penentuan jenis tanaman dan macam-macam rumput. Selain itu dibahas pula pengawetan hijauan pakan baik dari skala  industri maupun rakyat.

Materi terakhir terkait Pengolahan Hasil Ternak, menghadirkan dosen prodi teknologi hasil ternak,  Dr. Mochammad Sriduresta Soenarno, S.Pt., M.Sc. Adapun materi yang disampaikan kepada para peserta meliputi metode pengolahan, kerusakan pangan dan suhu penyimpanan hasil ternak. Selain memberikan kuliah, pada akhir sesi dilakukan juga demo mengenai pengolahan susu pasteurisasi dan evaporasi ‘’Susu evaporasi sebenarnya sudah mulai dikenalkan sejak tahun 50an, namun belum populer di kalangan masyarakat, susu evaporasi yang paling dikenal oleh masyarakat di Indonesia yaitu merk Bear Brand” jelasnya. Dalam pelaksanaan demo tersebut, Pak Resta, sapaan akrabnya meminta perwakilan 2 orang mahasiswa non THT untuk mempraktekkan metode pengolahan susu segar menjadi susu pasteurisasi yang bertujuan untuk membunuh mikroorganisme pathogen serta mengurangi kadar air, sehingga mikroorganisme akan kekurangan air untuk tumbuh. Susu evaporasi sendiri memberikan cita rasa lebih gurih dibandingkan dengan pasteurisasi. (Femmy)