News

Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Dr. Ir. Muladno, MSA terpilih sebagai Anggota Komisi Ilmu Pengetahuan Dasar, Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI). Untuk itu, AIPI bekerjasama dengan IPB menggelar Kuliah Inaugurasi di Auditorium Andi Hakim Nasoetion Kampus IPB Dramaga, Bogor, Rabu (3/7).

Ketua AIPI, Prof. Sangkot Marzuki mengatakan, inaugurasi anggota sangat penting dilakukan sebagai cara memperkenalkan anggota AIPI kepada masyarakat untuk membuktikan kebenaran pilihan dalam memilih anggotanya. Dikatakannya, AIPI didirikan pada tahun 1990 di bawah Undang-undang Republik Indonesia No. 8/1990 tentang Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Akademi ini dibentuk sebagai badan independen untuk memberikan pendapat, saran dan nasihat kepada pemerintah dan masyarakat pada akuisisi, pengembangan, serta penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi. AIPI terbagi ke dalam lima komisi yaitu Komisi Ilmu Pengetahuan Dasar, Komisi Ilmu Kedokteran, Komisi Ilmu Rekayasa, Komisi Ilmu Sosial dan Komisi Kebudayaan. AIPI berupaya mempromosikan ilmu pengetahuan melalui berbagai aktivitas seperti konferensi ilmiah dan forum diskusi kebijakan, publikasi, serta pengembangan hubungan nasional dan internasional.

Dalam kesempatan ini Prof. Muladno mengangkat tema pentingnya meningkatkan kemampuan peternak rakyat dari berbagai aspek teknis maupun non teknis, khususnya dalam aspek bisnis.  Menurutnya, eksistensi sapi lokal di Indonesia tergantung jutaan peternakan rakyat. “Tidak ada cara lain dalam meningkatkan kemampuan para peternak kecuali melalui bisnis kolektif,” ujarnya.

Dengan begitu, terangnya, akan ada skala minimum kepemilikan ternak sehingga dapat dikembangkan dan berdaya saing lebih tinggi. Sayangnya peran dan ketekunan para peternak sapi lokal ini dinilai belum cukup mendapat perhatian dari pemerintah maupun akademisi.

Di tempat yang sama, Rektor IPB, Prof. Dr. Herry Suhardiyanto menyampaikan ucapan terima kasih kepada AIPI yang telah memberikan kehormatan bagi Prof. Muladno untuk menjadi anggota Komisi Ilmu Pengetahuan Dasar atas dasar pemikiran atau gagasannya dalam rangka mengatasi ketahanan pangan.  

Prof. Muladno menginisiasi konsep Sekolah Peternakan Rakyat (SPR) – 1111 dengan motto 1000 ekor betina produktif, 100 ekor pejantan, 10 strategi, dan 1 visi yaitu mewujudkan peternak yang berdaulat.  Selain itu, tujuan dari SPR-1111 ini adalah menjadi sarana pembelajaran bagi peternak sapi potong skala kecil agar berwawasan lebih baik, lebih profesional, dan lebih cerdas seperti peternak berkualifikasi sarjana dalam menjalankan usaha peternakannya. 

SPR-1111 ini merupakan salah satu “Teknologi IPB Prima” selain pengembangan Padi IPB 3S, Kedelai Pasang-Surut dan berbagai inovasi serta pemikiran dalam rangka mendukung ketahanan pangan dan kemandirian pangan nasional.

Apa yang dilakukan Prof. Muladno selama ini dipahami sebagai sebuah proses pendidikan yang terjadi dalam masyarakat dan sangat relevan dengan tujuan dan semangat IPB dalam pengarusutamaan pertanian dalam rangka memperkuat ketahanan dan kedaulatan pangan Indonesia.

“Selamat atas prestasi yang membanggakan. Ramaikanlah dunia ilmu pengetahuan dengan inovasi-inovasi yang cemerlang bagi kepentingan bangsa dan negara Indonesia sehingga dapat bersaing dengan negara lain di pasar bebas ASEAN,” ujar rektor. (ipb.ac.id)

Dosen Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Suryahadi, membuat inovasi baru di dunia peternakan. Di tengah isu rendahnya produksi peternakan di Indonesia, ia berhasil membuat palatibility enhancer (PE) untuk meningkatkan mutu konsentrat dan produktivitas sapi potong. Secara sederhana, inovasi dimaksudkan agar ternak lebih “berselera” saat menyantap pakan yang diberikan. Palatability enhancer merupakan bahan-bahan yang mampu merangsang indra perasa dan penciuman sapi.

Menurutnya, bahan-bahan seperti pemanis (sweetener), asam organik dan minyak esensial dapat digunakan sebagai campuran dalam konsentrat dan berperan sebagai peningkat palatabilitas. Bahan ini juga berfungsi sebagai anti-mikroba dan meningkatkan proses fermentasi hewan ternak.

Kepala Pusat Studi Hewan Tropika Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat IPB ini mengungkapkan, munculnya inovasi ini berawal dari jumlah pakan ternak yang terbatas di daerah produksi ternak, sehingga konsentrat banyak beredar di pasaran untuk menggantikan rumput. Konsentrat yang berkualitas rendah, Suryahadi melanjutkan, bisa menurunkan performa ternak dan mengharuskan petani memakai tetes agar ternak mau mengkonsumsinya. Padahal tetes dapat membuat konsentrat menurun kualitasnya dan daya simpan konsentrat menjadi rendah. “Dengan menambahkan palatability enhancer bisa membuat pakan ternak lebih berlimpah. Ternak dapat mengkonsumsi jenis rumput yang dulunya tidak disukai,” kata Suryahadi, dalam keterangannya, Jumat, 11 Agustus 2017. Penambahan PE dapat meningkatkan selera makan ternak, sehingga lebih cepat bertambah berat. Selain itu masalah kesulitan mencari makan bisa diatasi, karena ternak mau memakan rumput apa saja yang diberikan petani.

Proses pembuatan bahan ini cukup mudah dan bisa diterapkan dengan baik pada masyarakat petani. Sudah banyak pelatihan pembuatan PE dilakukan di daerah pedesaan.  Beberapa desa di Kecamatan Jasinga dan Ciapus, Kabupaten Bogor menjadi daerah percontohan penerapan inovasi PE, serta dikenalkan ke masyarakat dengan bebagai kegiatan LPPM IPB, seperti Sekolah Peternakan Rakyat (SPR), IPB Goes to Field (IGTF), dan Stasisun Lapang Agrokreatif. Ragam pelatihan pembuatan dan pemakaian PE gencar dilakukan hampir di seluruh Indonesia. Selain itu pengembangan bahan ini terus dilakukan untuk memperoleh hasil yang lebih baik lagi. “Inovasi palatability enhancer mendapatkan penghargaan 104 Inovasi 2015 dan sudah didaftarkan paten.  Hingga kini kami berusaha agar inovasi-inovasi ini bisa sampai kepada masyarakat,” ujarnya. (viva.co.id)