News

Fiber Cracking Technology merupakan terobosan baru dalam dunia pakan ternak. Inovasi ini dapat menurunkan kandungan serat (fraksi lignoselulosa) yang tinggi pada pakan asal limbah pertanian dan perkebunan secara signifikan dalam waktu yang sangat singkat dengan waktu proses sekira 2-3 jam.  Fiber Cracking Technology  ini  dikembangkan  dalam rangka mendukung program sustainable development dan zero waste. Teknologi ini tengah dikembangkan penelitiannya oleh Institut Pertanian Bogor (IPB) bekerja sama dengan LIPI Bioteknologi serta Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan melalui program Kemitraan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Nasional (KKP3N).

Salah satu mahasiswa yang peduli dalam menggeluti  penelitian Fiber Cracking Technology ini adalah Sari Putri Dewi, calon doktor muda IPB dari  Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan (Fapet). Ia melakukan penelitian disertasi tentang Fiber Cracking Technology di bawah bimbingan Dr. Muhammad Ridla, Dr. Anuraga Jayanegara, dan Prof. Dr. Erika Budiarti Laconi yang merupakan peneliti senior dalam keilmuan tersebut. Hasil penelitian Sari diprediksi akan rampung awal tahun depan. Inovasi ini akan sangat berguna bagi masyarakat peternak Indonesia karena kebutuhan pakan ternaknya akan dimudahkan dengan inovasi Fiber Cracking Technology  yang berbahan dasar dari limbah pertanian.

Pasca lulus S1 dari Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fapet IPB, ia mendapatkan beasiswa Fast Track (jalur percepatan/akselerasi) S2, yaitu salah satu beasiswa bagi lulusan terbaik untuk melanjutkan S2 tepat waktu yakni dua tahun. Ia dapat lulus pada program Fast Track S2 hanya dalam waktu 16 bulan dan mendapatkan predikat Cum laude. Sosok berusia 25 tahun ini telah mempublikasi penelitiannya dalam jurnal  nasional dan internasional di bawah bimbingan dosen pembimbingnya di IPB, yaitu Nutrient Content, Protein Fractionation and Utilization of Some Beans as Alternatives to Soybean for Ruminant Feeding - Media Peternakan 2016, Effect of Cell-wall Nitrogen Proportion on Protein Utilization by Ruminant Livestock : A Meta-Analysis Across Different Experiments -  International Conference on Sustainable Development Bali 2015 dan Determination of Cell Wall Protein from Selected Feedstuffs and Its Relationship with Ruminal Protein Digestibility In Vitro - Media Peternakan 2015. Selain memiliki prestasi di bidang akademik, selama kuliah ia juga aktif di kegiatan mahasiswa, antara lain Himpunan Mahasiswa Nutrisi Pakan Ternak. Pernah menjuarai kegiatan pentas seni IPB Art Contest, juara 3 Perkusi IPB bersama tim perkusinya saat itu, D'Ransum Fakultas Peternakan IPB.

Dalam menempuh  program S3 Ilmu Nutrisi dan Pakan Fapet IPB, ia mendapatkan beasiswa unggulan masyarakat berprestasi dari Kemendikbud. Keinginannya menjadi dosen memacu semangatnya untuk  lulus S3 di usia muda. Ia pun  menangguhkan beberapa perusahaan yang sangat membutuhkan keilmuannya (megapolitan.antaranews.com)

Inilah bakal calon rektor (BCR) yang berbicara jauh di luar kotak norma lembaga IPB saat ini. Adalah Profesor Luki Abdullah, guru besar Fakultas Peternakan IPB, memiliki pandangannya sangat jauh ke depan. ”Ia ingin membawa ke luar IPB dari keterkurungannya,” kata Hazairin Sitepu yang menghabiskan waktu lebih dari dua jam untuk berdiskusi dengan Profesor Luki. Berikut rangkumannya, disajikan secara tanya-jawab.

HS: Bagaimana Anda melihat pertanian dari sektor peternakan?

LA : Saya melihat peternakan adalah satu sektor yang sangat menarik. Ada lebih dari Rp 400 triliiun omsetnya di Indonesia. Cukup besar.. Dan ini terus meningkat. Artinya bahwa animo masyarakat maupun pengusaha masuk dunia peternakan ini tinggi, walaupun sebenarnya investasi dari luar masih rendah. Sejumlah Rp 400 triliun itu sirkulasi omset per tahun. APBN kita saja Rp 2000 triliun. Berarti omset sektor peternakan itu setara dengan 20% APBN. Jadi cukup besar. Karena itu, ini menjadi sangat seksi. Hanya persoalannya, besarnya seperti itu belum menunjukan profil sebenarnya dari masyarakat industri peternakan Indonesia.

Pada dasarnya saya melihat dua hal. Pada satu sisi petani kita ini adalah peternak yang masih tradisional. Tidak mengandalkan peternakan itu sebagai aktivitas bisnis. Baru sebatas sebagai saving. Tetapi itu bisa menjadi buffer kehidupan mereka tanpa harus menyusahkan pemerintah. Ketika ingin menyekolahkan anak, mereka menjual sapi. Itu lah yang terjadi secara tradisional.

Pada sisi lain, industri juga mulai berkembang. Sektor swasta dan investasi di bidang peternakan saat ini juga meningkat.

Saya ingat tiga tahun yang lalu, itu masih sekitar 8% an di sapi, kalau di unggas sudah relatif tinggi. Sapi sekarang menggeliat makin meningkat. Dengan begitu saya berpikir positif: kita menghadapi dua sisi gap. Satu sisi percepatan investasi ini akan berkembang dengan bagus, pada sisi lain akan ada ketertinggalan masyarakat yang jumlahnya besar.

Angkanya sekitar 70% populasi peternakan sapi itu ada di masyarakat, 30% industri. Artinya, kalau industri itu sudah menerapkan SOP, menerapkan precise farming, dan lain sebagainya, dari kacamata saya, sebenarnya PR besar IPB adalah bagaimana mentransformasi peternakan atau pertanian Indonesia itu ke arah pertanian atau peternakan yang lebih modern.

Read more: Calon Rektor IPB Prof Luki Abdullah, Impor Daging Hancurkan Kultur Peternak