News

Dr. Suryahadi merupakan salah satu dosen yang mengabdikan hidupnya meneliti dan mengabdi untuk masyarakat di bidang peternakan. Dr. Suryahadi  merupakan salah satu di Fakultas Peternakan (Fapet) Institut Pertanian Bogor (IPB) dan juga menjadi nahkoda di Pusat Studi Hewan Tropika (CENTRAS) Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB.

Pria yang akrab dipanggil Bapak Surya  ini meyakini bahwa inovasi hasil penelitian selain untuk pendidikan harus digunakan untuk pengabdian. “Inovasi harus sampai di tangan rakyat. Sivitas perguruan tinggi harus bisa menjalankan Tri DharmaPerguruan Tinggi secara terintegrasi,” ujarnya.

Sosok kelahiran Mataram ini tumbuh besar di kalangan keluarga pendidik. Karena prestasinya yang baik dari SD hingga SMA, ia diterima di IPB melalui jalur undangan. Selanjutnya ia mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan studi di Perancis, menamatkan jenjang S2 dan S3-nya di Universite des Sciences and Technique,  Perancis.

“Saya sempat kesulitan mengikuti kuliah awal di IPB, karena banyak materi yang dasarnya tidak didapatkan di SMA. Tapi setelah masuk Fakultas Peternakan, dengan keyakinan dan ketekunan saya bisa mengimbangi yang lain, bahkan mendapat beasiswa ke Perancis,” tuturnya.

Pada masanya ia adalah lulusan S3 termuda di kalangan dosen IPB. Saat menjadi dosen sekalipun ia aktif membuat inovasi. Beberapa inovasi bahkan masuk dalam 104 Inovasi Indonesia paling prospektif pada tahun 2015. Pada tahun 2000 ia menerima penghargaan Satyalancana Karya Satya 20 Tahun oleh pemerintah Indonesia atas dedikasinya sebagai abdi negara.

Saat ini ia memimpin Pusat Studi Hewan Tropika (CENTRAS) LPPM IPB. Bersama lembaga ini ia membuat inovasi-inovasi baru di bidang peternakan dan menyebarluaskannya di masyarakat petani. Berbagai inovasi tersebut misalnya Hi-Fer+, Feed Block Suplemen (FBS), Suplemen Kaya Nutrien (SKN), Wafer Komplit Ternak, Palatibility Enhancer, dan masih banyak yang lainya.

Berbagai inovasi peternakan didifusikan melalui program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan hampir di seluruh daerah  di Indonesia. Tidak jarang ia mengurangi jatah waktu untuk keluarga karena harus berkeliling Indonesia menjalankan program pemberdayaan. Hal ini adalah wujud komitmen beliau untuk membawa inovasi dari IPB kepada masyarakat.

Dalam mewujudkan misinya, ia mengajak berbagai pihak untuk bekerjasama. Setiap program pemberdayaan selalu melibatkan pemerintah, aparat desa, perusahaan swasta, dan mahasiswa. Sosok ramah ini banyak melibatkan mahasiswanya dalam kegiatan penelitian dan pengabdian. Ia percaya bahwa penting mengajak mahasiswa untuk belajar, karena suatu hari mereka akan menjadi rekannya dalam membangun pertanian Indonesia.(ipb.ac.id)

Fatatul Arifah, mahasiswa Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor (Fapet IPB) meneliti tentang performa dan profil mikroba rumen kambing peranakan etawah lepas sapih yang diberi ransum mengandung tepung jangkrik. Penelitian ini di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Dewi Apri Astuti dan Dr. Sri Suharti. Kambing peranakan etawah (PE) memiliki ukuran tubuh tidak terlalu besar, mudah beradaptasi, perawatan yang mudah, cepat berkembangbiak dengan daya reproduksi tinggi, efisien dalam mengubah pakan menjadi susu, jumlah anak per kelahiran sering lebih dari satu, calving interval pendek, dan pertumbuhan anak cepat. Kambing yang diambil susunya ini mengalami tingkat kematian anak kambing lepas sapih sekitar 15 persen – 20 persen. Selain itu, kambing ini kadang produktivitasnya rendah akibat kurang optimalnya pemberian pakan pada saat lepas sapih.

 Ketersediaan pakan yang tidak berkesinambungan serta rendahnya kualitas pakan menyebabkan kambing kekurangan asupan nutrien yang diperlukan untuk mencapai produktivitas optimal. Peningkatan produktivitas yang optimal perlu diupayakan dengan cara memenuhi kebutuhan gizinya. Masa kritis yang perlu memperhatikan kecukupan gizi adalah pertumbuhan lepas sapih, masa reproduksi, dan saat menyusui.

 Permasalahan lain yang dihadapi yaitu pakan dengan protein tinggi relatif mahal, sehingga dibutuhkan alternatif bahan pakan sumber protein lain. Tepung jangkrik merupakan alternatif pakan sumber protein (48,84 persen) yang dapat menggantikan bungkil kedelai. Jangkrik Kalung merupakan serangga yang memiliki daya reproduksi tinggi, mudah dipelihara, mengandung kadar protein dan lemak cukup tinggi. Jangkrik ini merupakan limbah dari induk-induk jangkrik afkir yang produksi telurnya sudah kurang dari 50 persen. Pemberian pakan yang mengandung protein tinggi bagi ternak tumbuh sangat diperlukan sekaligus akan mempengaruhi populasi mikroba rumen terutama bakteri proteolitik dan juga aktivitas mikroba dalam rumen. Kambing lepas sapih memerlukan protein berkualitas di dalam ransumnya untuk menunjang pertumbuhan.

 Penelitian ini dilaksanakan pada November 2015 hingga Maret 2016 bertempat di Fakultas Peternakan IPB. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan tiga perlakuan dan empat ulangan sebagai kelompok berdasarkan bobot badan. Penelitian dilakukan selama lima bulan, menggunakan sebanyak 12 ekor kambing umur tiga bulan dengan rata-rata bobot badan 11.28 ± 0,33 kilogram. Perlakuan pada penelitian ini konsentrat mengandung sumber protein bungkil kedelai (P0), konsentrat mengandung 15 persen tepung jangkrik (P1), dan konsentrat mengandung 30 persen tepung jangkrik (P2). Semua ternak diberi 30 persen rumput Brachiaria humidicoladan 70 persen konsentrat.

 Hasil penelitian menunjukkan perlakuan ini tidak memberikan pengaruh konsumsi bahan kering, konsumsi protein kasar, pertambahan bobot badan mingguan, efisiensi pakan, populasi protozoa, bakteri total, bakteri proteolitik, dan total protein endapan. Perlakuan pemberian ransum mengandung 30 persen tepung jangkrik cenderung menurunkan populasi protozoa sebesar 8,16 persen. Perlakuan ini tidak berpengaruh terhadap konsumsi bahan kering, konsumsi protein kasar, pertambahan bobot badan mingguan, efisiensi pakan, populasi protozoa, bakteri total, bakteri proteolitik, dan total protein endapan. Disimpulkan bahwa tepung jangkrik dapat menggantikan seluruh penggunaan bungkil kedelai dalam ransum tanpa mempengaruhi performa dan profil mikroba rumen kambing PE lepas sapih.(ipb.ac.id)