News

Buaya dikenal sebagai salah satu predator terganas di muka bumi. Ia dijuluki ‘silent killer’ karena kesenyapannya dalam menyergap mangsanya. Hewan ini sudah lama menjadi perhatian para peneliti karena kesuksesannya bertahan sejak era dinosaurus.

Akhir-akhir ini dunia ilmu pengetahuan dikejutkan oleh para peneliti yang menemukan bahwa ternyata buaya dapat berkomunikasi satu dengan lainnya dengan bahasanya sendiri yang sangat unik.

Menurut Prof Ronny Rachman Noor, Pakar Genetika Ekologi IPB university, jika dibandingkan dengan jenis reptilia lainnya, buaya memang tergolong yang paling banyak mengeluarkan berbagai jenis suara. Namun pertanyaan yang muncul di kalangan ilmuwan apakah suara yang dikeluarkan oleh buaya ini hanya sebagai alat komunikasi primitif semata atau merupakan alat komunikasi canggih di antara mereka?

Untuk menguak rahasia ini, Prof Ronny menjelaskan bahwa saat ini para peneliti di Australia secara tekun meneliti dengan membuat berbagai rekaman suara buaya air asin. Suara ini mereka teliti lebih dalam lagi untuk mengetahui apakah jenis suara buaya jantan dan betina berbeda? Apakah perbedaan ukuran menentukan perbedaan suara? Dan yang paling penting adalah apakah ada makna tertentu dari berbagai jenis suara yang dikeluarkan ini yang digunakan untuk berkomunikasi.

“Para peneliti berhasil menguak misteri bahwa di samping unsur kejutan dalam berburu dan menyergap mangsanya, ternyata buaya juga berkomunikasi satu dengan lainnya dengan bahasa mereka yang sangat unik,” jelas Prof Ronny.

“Peneliti ini berhasil memecahkan kode dan makna setiap jenis suara yang dikeluarkan buaya seperti misalnya geraman, dentuman, tamparan kepala dan juga gerakan tubuh lainnya yang biasa diperagakan oleh buaya air asin (Crocodylus porosus),” imbuhnya.

Lebih lanjut Prof Ronny menjelaskan, dengan menggunakan ilmu ekologi akustik para peneliti berhasil mengungkap bahwa buaya memiliki kemampuan untuk memompa masing-masing sisik yang ada di punggungnya (osteodermata). Hasil gerakan fisik sisik ini adalah frekuensi suara rendah yang dapat menjalar sangat jauh di dalam air. Artinya, buaya memang sengaja mengeluarkan jenis suara tertentu untuk tujuan berkomunikasi. Dan yang paling menakjubkan, suara ini dikenal dan dimengerti oleh buaya lainnya.

“Dengan berbagai jenis suara yang dikeluarkan ini, buaya dapat memberitahu kepada buaya lainnya akan keberadaannya ataupun status reproduksinya agar dapat mencari pasangan untuk berkembang biak. Suara tersebut sekaligus memberitahu buaya lainnya akan wilayah teritorinya,” ujar Prof Ronny.

Sebagai contoh, para peneliti ini berhasil menjelaskan jenis suara yang disebut Geysering narial. Suara ini berasal dari hidung ketika buaya berada di dalam air sambil menyemburkan air ke udara. Jenis suara ini terjadi ketika buaya sedang berpacaran.

Menurut Prof Ronny, penemuan berbagai jenis suara buaya dan sekaligus makna dari setiap suara ini membuka cakrawala baru. Hal itu dapat digunakan untuk mengetahui ukuran buaya, tingkah laku, status kesehatannya dan lainnya. 

“Menjadi semakin menarik ketika kita mencoba menjawab pertanyaan mengapa buaya yang hidup saat ini lebih sering mengeluarkan suara dengan memanfaatkan media air daripada langsung dari organ suaranya? Penggunaan media air dan memadukannya dengan suara dan gerakan merupakan contoh adaptasi buaya yang luar biasa, yang memungkinkannya untuk bertahan dan berkembang biak,” terang dia.

Menurut para peneliti, dari segi evolusi buaya yang hidup saat ini pohon evolusinya mulai mengalami percabangan sekitar 240 juta tahun lalu dengan nenek moyang buaya yang dikenal dengan archosaur. Para peneliti sepakat bahwa burung mengalami evolusi sekitar 66-69 juta tahun yang lalu yang menghasilkan syrinx yang berfungsi untuk menghasilkan suara. Dengan adanya syrinx ini memungkinkan burung mengeluarkan suara yang lebih rumit yang digunakan sebagai alat komunikasinya.

“Temuan ini tentunya membuka lebar pintu untuk menguak misteri dunia buaya lebih dalam lagi agar dapat mengerti dan menjelaskan mengapa buaya yang hidup sejak zaman dinosaurus ini masih dapat bertahan hidup sampai saat ini. Kemampuan beradaptasi di lingkungan yang ekstrim memang merupakan salah satu kunci untuk mempertahankan keberadaan buaya di muka bumi. Namun kemungkinan ada faktor lain seperti kemampuan berkomunikasi yang juga berperan sangat besar,” urai Prof Ronny.

Menurutnya, keberhasilan para peneliti Australia dalam mengungkap misteri bahasa buaya ini tentunya akan sangat bermanfaat dan menentukan keberhasilan program konservasi baik di penangkaran maupun di alam liar

Bogor, 15 April 2023 - Dunia akademik kembali mengukir prestasi gemilang. Annisa Rosmalia, seorang mahasiswa yang berdedikasi dari Fakultas Peternakan IPB, telah berhasil meraih penghargaan sebagai lulusan terbaik Program Doktor (S3) pada Wisuda IPB tahap pertama tahun 2023. Prestasinya ini semakin mengukuhkan reputasi Fakultas Peternakan IPB sebagai pusat unggulan dalam pendidikan dan penelitian di Indonesia.

Annisa Rosmalia berhasil meraih prestasi ini berkat kecermatan dalam formulasi ransum ternak perah presisi, sebuah konsep terkini dalam pemenuhan nutrisi ternak untuk mendukung pertumbuhan dan produktivitas yang optimal. Dalam upayanya, ia menerima beasiswa PMDSU (Pendidikan Magister Menuju Doktor untuk Sarjana Unggul) dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Program ini memungkinkan mahasiswa unggulan seperti Annisa untuk mengejar pendidikan tingkat doktor dengan pendekatan yang holistik.

Dalam pengembangan risetnya, Annisa bekerja sama dengan promotor, Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc.Agr. Ia merancang sebuah pendekatan terintegrasi yang menggabungkan elemen nutrisi, teknologi pakan, dan efisiensi penggunaan sumber daya. "Saya memilih Program Doktor Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan (INP) di IPB karena sejalan dengan latar belakang pendidikan saya, serta didukung oleh tenaga pendidik berkualitas dan lingkungan belajar yang kondusif," ungkap Annisa.

Selama perjalanan studinya, Annisa berhasil mengatasi tantangan besar, termasuk adaptasi terhadap perkuliahan daring selama pandemi COVID-19. "Melaksanakan kuliah S3 secara online merupakan pengalaman baru yang menantang, terutama ketika harus sejalan dengan riset S2. Namun, semangat dan dukungan dari dosen dan kolega membantu saya melewatinya," ujarnya.

Topik utama riset disertasinya adalah "Ransum Ternak Perah Presisi Berbasis Rumen Degradable Protein, Non-Fiber Carbohydrate, dan Sulfur". Melalui riset ini, Annisa berhasil mengembangkan basis data yang berharga mengenai protein yang dapat dicerna oleh rumen, serta merumuskan ransum presisi yang mampu meningkatkan produktivitas dan efisiensi pakan ternak perah. Risetnya ini memberikan sumbangsih yang signifikan bagi perkembangan peternakan di Indonesia. Melalui riset ini Annisa telah menerbitkan sebanyak 11 judul publikasi yang terdiri dari Jurnal internasional bereputasi dan proseding seminar internasional IOP.

Keberhasilan Annisa tidak hanya terbatas pada bidang akademik. Ia juga aktif dalam berbagai kegiatan seminar internasional, termasuk sebagai peserta University Consortium Graduate Forum oleh SEARCA pada tahun 2021 dan Summer School INREF Smart-InAgr oleh SB-IPB & WUR pada tahun 2022. Sebagai asisten praktikum dan peserta berbagai kegiatan berprestasi, ia telah membuktikan komitmen dan semangatnya dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Setelah menyelesaikan program doktoralnya, Annisa memiliki cita-cita untuk berkontribusi sebagai seorang Dosen, membawa wawasan dan pengetahuan barunya ke dunia pendidikan. Prestasinya yang gemilang dan komitmennya dalam mencapai tujuan telah menjadikannya contoh inspiratif bagi mahasiswa dan komunitas akademik di seluruh Indonesia.