Kajian Peternakan Indonesia: Importasi Daging Beku, Haruskah?
Importasi daging beku, haruskah dilakukan oleh Indonesia yang notabene-nya tergolong negara yang kaya dengan ternaknya? Dapatkah Indonesia memenuhi kebutuhan konsumen untuk ketersediaan daging sapi itu sendiri? Dua dari sekian banyak pertanyaan yang muncul di kegiatan Kajian Peternakan Indonesia (KPI) yang diselenggarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM-D) Fapet IPB, di Auditorium Jannes Humuntal Hutasoit, Minggu, (14/10).
Acara yang dihadiri oleh dekan Fapet yang diwakili oleh Iyep Komala, menghadirkan narasumber, Guru Besar Fakultas Peternakan (Faept) IPB, Prof Dr Ir Muladno, dari Dinas Ketahanan Pangan Kota Bogor, Ir Soni Gumilar dan Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI), Yeka Hendra Fatika, dimoderatori alumni Fapet IPB, Yahya.
Dalam sambutannya, Iyep Komala mengapresiasi terselenggaranya kegiatan ini. “Kegiatan seperti ini harus diberikan tempat, karena pada dasarnya goal yang didapat adalah mengedukasi mahasiswa, terutama dalam hal berdiskusi yang baik dan menyampaikan gagasan, masukkan terkait dengan tema yang diangkat oleh panitia,” ujar Iyep.
Kegiatan kali ini, Ketua Pelaksana KPI, Bagus Aji Sutrisno, menyebut bahwa KPI didesain layaknya acara Indonesia Lawyer Club (ILC) ala Fapet IPB. Adapun tujuan penyelenggaraan KPI untuk menggali seberapa pentingkah importasi daging beku di Indonesia dan berdampakkah terhadap peternak Indonesia.
Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM D) Fapet IPB, Moh. Galih Prasetya Nugroho, menyebut bahwa soal importasi daging berdampak buruk terhadap usaha peternakan Indonesia, khususnya peternak rakyat yang minim permodalan. Maka apabila memungkinkan importasi daging dihentikan, karena budidaya ternak dapat dinikmati oleh peternak itu sendiri, khususnya peternak lokal.
“Kita maunya importasi dikurangi atau kalau bisa dihentikan, perkuat saja sistem peternakan rakyatnya, seperti kita bisa perkuat dipermodalan dan ditatanan budidaya sapinya,” kata Galih. Namun demikian, terkait dengan importasi daging beku itu sendiri, pemerintah ibarat memakan buah simalakama, dimakan ataupun tidak, dampaknya sama.
Sementara menurut Muladno, yang dikenal sebagai pendiri Sekolah Peternakan Rakyat (SPR), Indonesia masih memerlukan importasi daging, terutama daging beku. “Kebijakkan importasi daging beku sangat dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan konsumen, khususnya untuk industri pengolahan, itu ada aturannya. Namun di lapangan, daging beku masih ditemukan di pasar, artinya masih belum sesuai dengan peruntukkannya. Penikmatnya hanya importir, distributor, pedagang dan pemerintah, dengan dalih memuaskan konsumen, padahal sesungguhnya adalah mematikan kegiatan peternakan rakyat secara perlahan,” ungkap Prof Muladno.
Di sisi lain, ia mengimbau untuk membangun sistem peternakan rakyat yang baik sesuai tatanan budidaya ternak yang dipersyaratkan, tersedianya alat dan bahan yang dibutuhkan peternak dan pendidikan peternak, maka ke depan peternak-peternak lokal dapat hidup layak dengan usaha ternaknya.