IPBSDG9

  • IPB University gandeng UD Lestari Farm untuk kembangkan invensi varietas Ayam IPB D-1. Kerjasama ini di bawah koordinasi Fakultas Peternakan dan Direktorat Inovasi dan Kekayaan Intelektual IPB University.

    Penandatanganan Surat Perjanjian Kerjasama (SPK) lisensi antara IPB University dengan UD Lestari Farm ini dilakukan oleh Wakil Rektor Inovasi, Bisnis dan Kewirausahaan, Prof Erika B Laconi dan Direktur UD Citra Lestari Farm, Ir Bambang Krista di Ruang Sidang Rektor Gedung Andi Hakim Nasoetion, Kampus Dramaga Bogor, (3/1).

    Dalam sambutannya, Prof Erika mengatakan bahwa tugas IPB University adalah menjadikan hasil invensi jadi inovasi. Hasil riset itu jika masih belum dapat dirasakan masyarakat maka masih menjadi invensi. Akan jadi inovasi jika sudah dirasakan masyarakat.

    “Saya bahagia bisa melaksanakan proses untuk melestarikan ayam lokal unggul kita melalui kerjasama ini. IPB D-1 adalah ayam lokal unggul hasil kawin silang, invensi dari Prof Cece Sumantri, Guru Besar Fakultas Peternakan. Temuan ini akan diproduksi oleh UD Lestari Farm,” ujarnya.

    Menurutnya kerjasama ini tidak hanya dalam hal pengembangan dan komersialisasi IPB D-1, akan tetapi dibuka juga peluang mahasiswa untuk magang dan kerjasama riset. Hal ini terkait dengan tugas utama IPB University dalam mencetak Sumberdaya Manusia (SDM) unggul. Sehingga dengan program magang ini, ada peluang mahasiswa bisa belajar berbisnis.

    “Masih ada ratusan invensi yang siap dipilih oleh para pengusaha untuk proses komersialisasi dan dijadikan kerjasama,” imbuh Prof Erika.  Hal senada juga disampaikan oleh Wakil Dekan Fakultas Peternakan, Dr Rudi Afnan. Ia berharap semua pihak yang terlibat dalam kerjasama ini dapat bersinergi dengan baik dan produk inovasi dari Fakultas Peternakan dapat segera dirasakan oleh masyarakat luas.

    Sementara itu, Prof Cece Sumantri menyampaikan bahwa pengembangan ayam IPB D-1 ini basis penelitian dilakukan sejak tahun 2012. “Ayam ini ketahanan penyakitnya bagus, produksi telur 40 persen. Selain itu, setelah uji multilokasi ternyata pertumbuhannya pun luar biasa. Ayam montok dan tumbuh cepat. Sekira 10 minggu sudah bisa dipanen. IPB University merupakan satu-satunya perguruan tinggi yang berhasil merilis rumpun ayam baru yang sudah dilepas oleh Kementerian Pertanian RI dengan SK No. 693/KPTS/PK. 230/M/9/2019. Kerjasama ini masih dalam tahap pengembangan Day Old Chicken (DOC) atau anakan ayam,” ujarnya. (ipb.ac.id)

  •  

    Prof Nahrowi, Guru Besar Fakultas Peternakan IPB University tetap dampingi Pesantren Darul Falah, Bogor meski ada kebijakan PPKM Darurat. Pendampingan berupa pelatihan dan pabrikasi bahan pakan dilakukan secara daring.
    “Keputusan ini diambil berdasarkan Surat Keputusan Rektor yang menghimbau kepada seluruh warga IPB University untuk tetap di rumah dan menunda seluruh kegiatan akademik yang dilaksanakan secara langsung,” ujar Prof Nahrowi.

    Dalam pelatihan ini Prof Nahrowi dan tim dari Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan IPB University memberikan materi pengenalan dan uji cepat bahan pakan serta materi tentang penyediaan dan pengawetan bahan pakan.

    “Terlepas dari program yang kami jalankan secara online, kami harapkan ilmu ini bisa terus diterapkan dan diturunkan pada setiap generasi di yayasan ini. Sehingga ilmu yang diberikan tidak hanya bermanfaat bagi dunia namun juga dapat memberikan manfaat di akhirat nanti. Saya berharap program ini dapat terus berlanjut hingga agenda akhir. Selain itu, ilmu yang diberikan dapat dirasakan dampaknya oleh masyarakat di lingkungan Yayasan Pesantren Darul Falah. Khususnya pada para santri sehingga dapat memberikan manfaat di dunia atau diakhirat,” ucap Pakar Nutrisi Pakan Ternak IPB University ini.

    Dekan Fakultas Peternakan IPB University, Dr Idat Galih Permana dalam sambutannya mengatakan bahwa pelaksanaan program ini menjadi bagian penting dari keberlanjutan kerjasama yang dilakukan oleh Fakultas Peternakan dengan Pondok Pesantren Darul Falah. “Ke depan pembinaannya adalah menjalankan produksi peternakan serta cara mengolah hasilnya sehingga dapat dijual,” ujarnya.

    Sementara itu, Ketua Yayasan Pesantren Darul Falah, H Abdul Hanan mewakili yayasan mengucapkan terimakasih dan mendukung bentuk kerjasama ini. “Terima kasih kepada IPB University yang telah mendidik dan mengajari kami dalam mengelola hasil ternak kami,” ujar H Abdul Hanan

  • Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM), IPB University mengembangkan program Dosen Pulang Kampung (Dos Pulkam). Dua dosen yang telah melaksanakan kegiatan ini adalah Prof Yuli Retnani dan Prof Iman Rahayu, Guru Besar Fakultas Peternakan (Fapet) IPB University. Selain itu, Sazli Tutur Risyahadi STP, MT, MSi, dosen di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan (INTP) IPB University juga ikut mendampingi.

    Inovator wafer pakan domba ini kembali ke kampung halamannya untuk mengajari santri di di Pondok Pesantren Madinatul Ilmi Surowiti dan SMK Muhammadiyah 5 Gresik untuk memproduksi wafer tersebut. Tujuannya adalah untuk meningkatkan produktivitas kambing di Pondok Pesantren Madinatul Ilmi Surowiti sekaligus sebagai penerapan teknologi yang merupakan inovasi Fakultas Peternakan IPB University.

    Selain pelatihan pembuatan wafer pakan ternak, Prof Yuli juga akan melakukan pendampingan Training of Trainer (ToT) selama Mei dan Juni 2022 kepada para santri.  Prof Yuli menyebut ada 55 siswa yang mengikuti pelatihan pembuatan wafer pakan dan pada saat pendampingan, terpilih 5 orang santri sebagai ToT yang akan dibina. Pendampingan dilakukan sejak adaptasi pakan wafer, penimbangan berat badan ternak, pengukuran konsumsi pakan dan uji kualitas sampel pakan.

    Menurutnya, penerapan wafer pakan ini bertujuan untuk meningkatkan performa kambing peliharaan sekaligus mengurangi biaya pakan saat ini. Pengolahan pakan menjadi bentuk wafer akan menjadi aktivitas bersama pada dua Teaching Factory (TeFa) yang dimiliki oleh SMK yaitu TeFa budidaya kambing dan TeFa produksi pakan.

    “Kegiatan Dos Pulkam ini bertujuan sebagai arena pembelajaran santri-santri pondok pesantren agar ternak peliharaan lebih produktif dan lebih menguntungkan dengan penerapan teknologi wafer pakan,” jelas Prof Yuli dalam pelatihan wafer pakan di ruang kelas SMK Muhammadiyah 5 Gresik, 17/5.  Lebih lanjut, Prof Yuli menjelaskan bahwa bahan baku wafer dapat menggunakan berbagai bahan pakan lokal yang tersedia di sekitar pondok, seperti daun turi atau limbah sayuran pasar yang banyak ditemukan dan belum termanfaatkan.  “Dengan demikian, siswa dapat memproduksi wafer dengan lebih murah dan terjamin ketersediaannya,” imbuhnya.  

    Pada kesempatan yang sama, Prof Iman Rahayu memberikan wawasan terkait manfaat peternakan secara umum yang menghasilkan produk-produk ternak seperti daging, susu dan telur. Ia juga memaparkan tentang manajemen kandang yang baik.

    Sementara itu, dalam sambutannya, Muhammad Thoha, SAg, MPdI, MH selaku pimpinan pondok pesantren yang sekaligus Kepala Sekolah SMK Muhammadiyah 5 Gresik, menyampaikan bahwa pihaknya sangat mendukung penerapan inovasi wafer pakan IPB University ini.  “Hal ini karena santri disekolahkan di SMK yang memiliki jurusan unggulan ternak ruminansia. Hal ini juga mendukung misi pondok pesantren dalam menciptakan lulusan sebagai mubalig-mubalig yang mempunyai usaha peternakan sukses,” ujarnya.
    Mahendra , seorang santri yang mengambil jurusan Ternak Ruminansia di SMK Muhammadiyah 5, ikut menyampaikan bahwa kegiatan ini menambah wawasannya.  Sebelumnya ia hanya mengetahui teknologi pakan silase namun sekarang sudah mengetahui teknologi wafer pakan. Tidak hanya pengetahuan, Mahendra juga merasa bahagia karena diberikan pendampingan langsung selama satu bulan tentang bagaimana cara pemberiannya pada ternak peliharaan. “Saya sangat bersyukur sekali ketika kami mendapatkan pengetahuan dari Prof Yuli dan Prof Iman dengan Program Dos Pulkam IPB University tentang pengolahan wafer pakan langsung dari inventornya,” ujarnya.
      
    Sementara, Sazli Tutur ikut menjelaskan bahwa usaha peternakan membutuhkan kolaborasi berbagai pihak. Baik dengan supplier bahan pakan hingga penjualan produk-produk ternak. Aktivitas kolaborasi disimulasikan dengan permainan trading game diantara siswa. Tujuannya untuk meningkatkan kemampuan negosiasi dan kerjasama antar tim (ipb.ac.id)

  • Industri pakan di Indonesia masih dihadapkan pada dinamika ketersediaan bahan baku pakan yang musiman dan tidak berkelanjutan. Kondisi pandemi COVID-19 kian menambah kesemrawutan khususnya dalam ketersediaan bahan baku lokal dan impor.  

    Menanggapi hal tersebut, PT Buana Karya Bhakti bersama IPB University mencoba memberikan solusi atas dinamika industri pakan nasional. Solusi yang ditawarkan diantaranya adalah pemanfaatan Bungkil Inti Sawit atau Palm Kernel Meal (PKM) sebagai bahan pakan alternatif sumber energi dan protein.

    PKM merupakan hasil sampil dari industri pengolahan kelapa sawit dengan ketersediaan di Indonesia sangat tinggi.  PKM diharapkan dapat memberikan solusi atas ketersediaan bahan baku pakan yang berkualitas dan berkelanjutan dengan harga kompetitif. Dengan demikian, inovasi ini dapat memberikan dampak signifikan pada kemajuan industri pakan dan peternakan.

    PT Buana Karya Bhakti bersama IPB University hendak memperkenalkan Palmofeed sebagai produk unggulan melalui webinar “Mengulas Inovasi Palm Kernel Meal Terolah (Palmofeed) sebagai Bahan Pakan Fungsional Sumber Energi dan Protein" yang digelar di Hotel Santika, Bogor, 26/04.

    Prof Arif Satria, Rektor IPB University mengatakan bahwa dirinya sangat bangga pada Prof Nahrowi sebagai peneliti yang mengembangkan produk-produk sampingan sawit sebagai pakan ternak. Terobosan Palmofeed sebagai pakan fungsional yang berkualitas dapat meningkatkan kemampuan peternak dalam produktivitasnya. Ia juga meyakini hasil riset tersebut dapat dikembangkan bagi sektor perikanan yang juga mengalami dinamika pada biaya operasionalnya.

    “Bila kita sudah bisa meningkatkan dalam hal kemandirian pangan dalam hal pakan, maka industri peternakan kita akan semakin berkembang pesat. Karena bagaimanapun juga Indonesia dihadapkan pada upaya untuk meningkatkan pemenuhan protein dari masyarakat kita," katanya.

    Lebih lanjut ia menerangkan, konsumsi daging masih relatif rendah dibanding negara lain sehingga perlu terus didorong agar kecukupan protein hewani meningkat. "Jadi pakan dari PKM ini merupakan inovasi yang ditunggu-tunggu oleh banyak kalangan,” sebutnya.

    Prof Nahrowi, Guru Besar IPB University dari Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan (INTP) Fakultas Peternakan (Fapet) sekaligus ahli Palmofeed, menyampaikan hasil riset inovatif PKM bagi pakan ternak. Ia menyoroti bungkil sawit yang tidak dimanfaatkan secara maksimal untuk bahan pakan lokal. Informasi mengenai pemakaian bungkil sawit juga belum jelas. Umumnya, bungkil sawit hanya digunakan sebagai bahan pengisi hingga tiga persen saja.

    Padahal, kata Prof Nahrowi, apabila dilihat dari ketersediaannya dibandingkan bahan pakan lain seperti jagung, bungkil sawit tersedia di segala musim. Teknologi yang digunakan juga sudah established, walaupun kualitas masih bervariasi sehingga masih perlu ditangani.

     Ia berpendapat jika berbicara kualitas bahan pakan, hal tersebut bukan merupakan tanggung jawab industri pakan namun produsen sawitnya. Produsen sawit dinilai masih kurang perhatian  sehingga tidak ada upaya untuk memperbaiki kualitas bungkil sawit yang masih bervariasi. Maka dari itu ia berupaya untuk menggandeng PT Buana Karya Bhakti agar produsen sadar bahwa bungkil sawit belum bisa dipakai untuk unggas sehingga perlu sentuhan teknologi. Menurutnya, apabila hulunya sudah dikuasai, maka hilirnya akan mudah untuk dikelola.

    Lebih lanjut Prof Nahrowi menjelaskan, kekhawatiran utama selain kualitas yang beragam, kandungan mikotoksin atau non starch polissacharydes juga menjadi urusan peneliti. Kandungan mannan oligosakarida yang 20 kali lebih tinggi juga tidak direkomendasikan untuk pakan unggas.

    Namun demikian, secara keseluruhan Palmofeed memiliki kualitas kimia lebih baik terutama pada kandungan serat yang jauh lebih rendah daripada PKM mentah. Selain itu, Palmofeed juga telah mengantongi beberapa paten dan berdasarkan analisis biayanya, harga per gram proteinnya relatif lebih murah dibandingkan bahan baku pakan lainnya.   Ia berharap agar Palmofeed tersebut dapat dipakai oleh peternak secara nasional.
     
    “Saya berharap banyak pada nutrisionist dan formulator yang punya keberanian dalam menyusun ransum terbaik menggunakan palmofeed. Saya juga berharap  teman-teman di lapangan dapat menggunakan bahan pakan ini secara optimal,” tuturnya (ipb.ac.id)

  • Menanggapi hadirnya era Revolusi Industri 4.0, Forum Logistik Peternakan Indonesia (FLPI) menggelar Konferensi Nasional yang bertemakan “Aplikasi Teknologi Digital pada Industri Logistik Peternakan 4.0” yang digelar di ICE BSD Tangerang, Rabu (18/9).

    Prof. Yandra Arkeman, narasumber pada acara tersebut, mengatakan bahwa penerapan teknologi 4.0 pada bidang peternakan sangat memungkinkan untuk dilakukan, misalnya mengenai sapi yang diberi anting untuk memudahkan penelusuran (tracking). Penerapan Elektronik ID (E-ID) yang merupakan bentuk digitalisasi peternakan akan memudahkan pembeli untuk mengetahui riwayat sapi tersebut.

    “Memang untuk saat ini penerapannya masih belum mudah, harga sapi yang memiliki anting justru murah karena dianggap merupakan sapi bantuan pemerintah. Akan tetapi ke depannya, sapi yang memiliki anting yang justru akan mahal karena riwayat pemeliharaanya jelas, dari keturunan jenis apa, diberi pakan apa dan sebagainya,” ungkap Peneliti di Blockchain, Robotics, and Artificial Intelligence Network IPB (BRAIN IPB) ini.

    Penerapan teknologi 4.0 pada peternakan unggas pun juga bisa dilakukan, misalnya mengenai teknologi menentukan jenis kelamin DOC jantan dan betina. Melalui gradasi suara tertentu misalnya, mana DOC jantan dan betina akan bisa diketahui dengan jauh lebih cepat.

    “Kecanggihan teknologi ini sangat memungkinkan diterapkan di semua bidang, hanya saja mau dilakukan apa tidak. Selain karena berbiaya tinggi, tentu butuh dukungan semua pihak baik pemerintah, akademisi, pengusaha dan juga masyarakat,” jelasnya.

    Sedangkan Audy Joinaldy, dalam paparannya mengatakan tidak dipungkiri bahwa teknologi 4.0 sangat memungkinkan diterapkan pada sektor perunggasan. Misalnya, bagaimana mengukur tingkat kematian saat distribusi DOC dari pabrik penetasan (hatchery) hingga menuju ke kandang budi daya.

    “Sejauh ini hanya berdasarkan perkiraan saja, memang sudah seharusnya ada teknologi digital yang mampu mendeteksi penyebab kematian itu karena apa. Hal ini merupakan tantangan bersama untuk mewujudkannya” jelas Chairman of Perkasa Group yang juga merupakan Ketua Umum Himpunan Alumni Fakultas Peternakan (poultryindonesia.com)

  • Kapal ternak menjadi salah satu fasilitas logistik peternakan terus diupayakan optimalisasinya melalui perbaikan fisik maupun layanan. Kapal ini dibangun dengan landasan pemikiran untuk menyediakan angkutan ternak antar pulau yang nyaban bagi ternak, sehingga penyusutan bobot badan selama perjalan dapat ditekan. Peluncuran pertama dilakukan pada Desember 2015 dengan nama kapal Camara Nusantara 1, dilanjutkan dengan peluncuran Camara Nusantara 2.  

    Pada Tahun 2018, generasi terbaru dari kapal ternak yang dibangun oleh pemerintah Indonesia ini diperkenalkan dengan nama Camara Nusantara 3. Sementara itu, PT Pelayaran Nasional Indonesia (PELNI) memegang kendali penuh dalam pengoperasian kapal. Menurut rencana, kapal ternak akan ditambah sehingga total menjadi 6 unit. Namun, sepertinya masih ada beberapa hal yang harus diteliti mengenai bagaimana transportasi ternak menggunakan kapal Camara Nusantara ini berdampak pada ternak itu sendiri.

    Penelitian dilakukan oleh ALIN (Animal Logistics Indonesia Netherlands), proyek logistik peternakan yang digagas pertama kali tahun 2015 oleh Insitut Pertanian Bogor (IPB) bekerja sama dengan Forum Logistik Peternakan Indonesia (FLPI), Animal Logistics Indonesia Netherlands (ALIN), Netherlands Universities Foundation for International Cooporation, Maastricht School of Management (MSM), dan AERES Groep, serta Universitas Wageningen, Belanda.

    Hasil akhir penelitian itu dilaporkan pada Kamis (4/7) di Swiss-Bell Hotel, Bogor, Jawa Barat. acara ini dihadiri oleh 97 peserta, yang merupakan mahasishwa pasca sarjana Minat Logistik Peternakan IPB, Kementrian Pertanian RI, serta Kementrian Perhubungan RI. Hadir pula Rektor IPB, Arif Satria, Meinhard Gans (Direktur proyek ALIN dari konsorsium Belanda), Huub Mudde (perwakilan MSM), dan Luki Abdullah selaku Direktur proyek ALIN, Fakultas Peternakan IPB dan Pemimpin FLPI. Ada beberapa hal yang diteliti, yakni mengenai traceability, live animal transportation, feed logistic, animal products, dan human resources yang seluruhnya dilakukan diatas kapal Camara Nusantara.

    Pada seminar ini, salah satu peneliti yaitu Galuh Mutdaman Toharmat menyampaikan beberapa perbedaan antara kapal ternak milik Austalia dengan kapal ternak milik Indonesia. Perbedaan yang paling mencolok adalah dari segi kapasitas, jika kapal ternak Australia mampu mengangkut 2.000 hingga 16.000 ekor ternak, kapal ternak Indonesia hanya mampu mengangkut 500 ekor saja.

    Luki Abdullah, mengungkapkan bahwa pihaknya sudah melayangkan rekomendasi kepada pemerintah agar kondisi fisik kapal Camara Nusantara dibenahi. “Saya ingin mengucapkan terimakasih kepada teman-teman dari Kementrian Perhubungan (Kemenhub) yang selama ini sangat kooperatif dan memberikan informasi-informasi teknis,” tambahnya.

    Sementara itu, Arif Satria berharap bahwa teknologi dapat diserap sebaik mungkin dan nantinya bisa berguna. “Saya mengaharapkan bahwa setelah seminar ini usai, peserta yang hadir di ruangan ini dapat menerapkan tekonologi baru yang telah kita miliki saat ini,” kata dia (trobos.com).

  • Prof Sumiati dari Fakultas Peternakan IPB University menjelaskan bahwa permasalahan yang dihadapi peternak itik di Desa Ringinanyar Kecamatan Ponggok Kabupaten Blitar, Jawa Timur yaitu peternak masih tergantung pakan dari tengkulak yang selama ini beredar. Mereka terikat kontrak dengan tengkulak yakni peternak diberikan pakan oleh tengkulak kemudian telurnya dibeli lagi oleh tengkulak. Akibatnya peternak tidak dapat berdikari, kemerdekaan peternak direnggut oleh tengkulak.

    Menjawab permasalahan tersebut, pihaknya melalui Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB University melakukan penyuluhan pembuatan ransum suplementasi maggot untuk pakan itik petelur di Balai Desa Ringinanyar Kecamatan Ponggok. Dengan penyuluhan yang dilakukan kepada peternak, dirinya berharap peternak tidak tergantung lagi dengan pakan dari tengkulak. Telurnya juga bisa dimanfaatkan menjadi tepung telur sehingga mendapatkan nilai lebih dalam produk telur.

    “Pakan yang digunakan adalah pakan dengan suplementasi maggot. Selain protein maggot yang tinggi, maggot juga bermanfaat untuk mengurangi sampah rumah tangga. Media yang digunakan dalam budidaya maggot di desa ini adalah sampah rumah tangga. Pakan sudah diujikan ke salah satu peternak di Desa Ringinanyar dan didapatkan hasil telur yang produksinya stabil bahkan cenderung naik dibandingkan dengan pakan dari tengkulak. Bobot telur yang dihasilkan juga sama dengan pakan dari tengkulak. Artinya pakan ini telah berhasil untuk diproduksi secara massal dan dapat digunakan di Desa Ringinanyar,” ujarnnya.

    Sementara itu, Dr Prayoga menjelaskan mengenai produk pertanian seperti cabai yang merupakan salah satu komoditas pertanian masyarakat Desa Ringinanyar. Pemanfaatan cabai yang masih kurang menjadi salah satu permasalahan masyarakat Desa Ringinanyar.

    Permasalahan ini dapat diatasi dengan cara mendirikan koperasi cabai. Koperasi berperan sebagai jembatan penghubung antara petani dengan pembeli. Sehingga harga cabai lebih stabil dibandingkan dengan sebelumnya.

    “Selain itu, warga juga bisa membuat produk olahan seperti tepung cabai dan bumbu instan. Tepung cabai dapat diproduksi dengan melewati beberapa tahapan antara lain penyortiran, pencucian, pengeringan, pengilingan, penyaringan dan pengemasan. Sedangkan bumbu instan diproduksi dengan cara cabai dilakukan penyortiran, pembersihan, penghancuran, penambahan gula, dipanaskan dalam wajan sampai terbentuk kristan. Selanjutnya disaring dan dikemas,” tuturnya.

    Ia menambahkan untuk bidang peternakan, menurutnya telur dapat diolah menjadi tepung telur. Tepung telur diproduksi secara mengunakan spray dryer atau dengan oven. Tepung telur dapat diolah menjadi brownis, donat, mie, spagheti dan lain-lain.
     
    Sementara itu, Kepala Desa Ringinayar, H Supangat menyampaikan bahwa Desa Ringinanyar mayoritas warganya bermata pencaharian sebagai petani dan peternak. Yang mendominasi adalah pertanian cabai, peternakan bebek dan sapi. Berdasarkan potensi sumber daya yang ada di Desa Ringinanyar, desa ini mampu bersaing dengan desa lain, bahkan desa ini tergolong lebih maju daripada desa di sekitarnya.

    “Harapannya ke depan masyarakat bisa menerapkan ilmu yang telah diberikan oleh IPB University kepada warga kami, sehingga potensi di desa bisa dimaksimalkan dan tentunya bisa menjadi sumber penghasilan masyarakat,” tuturnya.

    Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan, Kabupaten Blitar, Drh Adi Andaka menyampaikan bahwa kedatangan IPB University di desa Ringinanyar diharapkan mampu menjawab permasalahan yang sedang dihadapi terutama dalam bidang peternakan. Khususnya pakan dan bidang pertanian khususnya pengolahan paska panen. Dengan demikian Desa Ringinanyar menjadi desa yang mandiri. (new.trubus.id)

  • Guru Besar IPB University dari Fakultas Peternakan berhasil menemukan marker genomik pada domba yang dapat menghasilkan daging domba premium. Dalam kurun waktu tujuh tahun penelitian, Prof Dr Asep Gunawan menemukan marker CYP2AP, LEPR dan CYP2EI yang membuat daging domba menjadi lebih empuk, bobot karkasnya lebih tinggi dan rendah kolesterol.

    Hal ini dipaparkan Prof Asep dalam Konferensi Pers Pra Orasi Ilmiah Guru Besar, (26/11) yang digelar secara daring.

    Menurutnya, saat ini masyarakat cenderung mencari produk pangan yang dapat memberikan efek terhadap kesehatan atau disebut pangan sehat.

    “Adanya kecenderungan masyarakat saat ini enggan mengkonsumsi produk daging dikarenakan kandungan asam lemak jenuh dan kolesterol tinggi yang berkorelasi negatif terhadap kesehatan. Diperlukan diversifikasi protein hewani asal daging ternak dalam upaya menghasilkan produk pangan sehat sesuai dengan gaya hidup masyarakat masa kini. Upaya penyediaan pangan sehat asal ternak dapat dilakukan diantaranya dengan memaksimalkan sumberdaya genetik ternak lokal Indonesia,” ujarnya.

    Pengembangan produk pangan asal ternak dapat diarahkan untuk peningkatan produksi daging baik secara kuantitas maupun kualitasnya. Secara kuantitas produksi daging didorong pada peningkatan pertambahan sifat produksi dan pertumbuhan. Seperti bobot badan, bobot potong, dan karkas. Secara kualitas, perbaikan produksi daging diarahkan menghasilkan produk pangan sehat yang dapat memenuhi preferensi konsumen, aman dan positif untuk kesehatan. Di antaranya perbaikan komposisi asam lemak, kadar kolesterol, off odor flavor (bau prengus pada kambing atau domba, bau amis pada bebek) dan sifat keempukan daging.

    “Dengan teknologi milenum berbasis generasi omics high-throughput RNA sekuensing, kami berhasil meningkatkan nilai tambah daging sebagai pangan sehat asal ternak. Secara umum, dalam kurun waktu tujuh tahun ini, kami telah menemukan penanda seleksi cepat berupa kandidat marker spesifik (CYP2A6, LEPR, dan CYP2E1) untuk menghasilkan daging domba IPB kualitas premium. Keunggulan dari daging Domba IPB kualitas premium ini dibandingkan dengan domba biasa adalah kaya akan kandungan asam lemak tak jenuh, rendah kolesterol,  memiliki off odor dan flavour (prengus) yang rendah, menghasilkan bobot potong dan karkas besar serta memiliki keempukan daging tinggi,” terangnya.

    “Melalui kandidat marker tersebut dapat diketahui secara cepat kualitas daging domba yang dihasilkan. Diharapkan produk daging ternak yang dihasilkan dapat memperbaiki mutu genetik ternak lokal sebagai penyedia pangan sehat yang dalam jangka panjang akan mampu menegakkan kemandirian dan pemenuhan protein hewani,” imbuhnya.

    Menurut Prof Asep, Domba IPB Premium ini akan diperbanyak. Sekarang skalanya masih skala laboratorium dan belum divalidasi pada lingkungan yang sebenarnya. Untuk mendapatkan kondisi yang stabil, Prof Asep mengatakan bahwa diperlukan pemeliharaan hingga lima generasi atau sekitar tiga tahun.
    “Dari 350 ekor domba yang kami pelihara, hanya ada 60 ekor yang sesuai dengan karakteristik yang kita inginkan. Ini nanti yang kita kembangkan. Untuk persoalan harga, karena ke depannya daging ini spesifik, marketnya juga spesifik, pasarnya juga tertentu yang menyesuaikan kebutuhan konsumen, maka tentu harga akan sedikit lebih mahal dari normal. Tapi tidak menutup kemunginan ada grade-gradenya,” terangnya (ipb.ac.id)

  • Belakangan ini, harga telur ayam terjun bebas yang berdampak pada kerugian bagi peternak. Melihat fenomena ini, Profesor Niken Ulupi, pakar peternakan dari IPB University menyebut telah terjadi ketidakseimbangan antara supply dan demand telur ayam.

    "Pengaruh buruk akibat harga telur yang anjlok adalah beberapa peternak rakyat atau peternak mandiri mulai menutup usahanya. Apabila ini tidak segera diatasi maka ke depannya masyarakat akan mengalami krisis pangan khususnya telur ayam sebagai pangan bergizi tinggi sumber protein hewani," ujar Prof Niken.

    Harga telur di beberapa daerah di Indonesia, seperti Blitar mencapai 13 ribu per kilogram. Harga ini sangat jauh dibandingkan dengan harga telur di Bogor atau Jakarta yang masih berada pada kisaran 22 ribu per kilogram.

    Dosen IPB University dari Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan ini menjelaskan, ketidakseimbangan antara supply dan demand dapat disebabkan oleh banyaknya usaha baru di sektor peternakan ayam ras petelur. Prof Niken juga menyebut, dibangunnya closed house ayam petelur komersil dan perlakuan pembatasan kegiatan masyarakat turut berkontribusi dalam penurunan permintaan telur secara besar.

    Prof Niken menyarankan kepada seluruh pelaku usaha di bidang produksi ayam petelur komersial sebaiknya tidak hanya memahami teknik budidaya. Namun, peternak dituntut lebih berkonsentrasi dan memastikan pangsa pasar yang menjadi tujuan usahanya sebelum memulai usaha tersebut.

    "Memulai usaha peternakan ayam petelur komersial dengan pola kemitraan bisa menjadi solusi, karena dengan pola tersebut keseimbangan supply dan demand bisa lebih didekati," tambah Prof Niken Ulupi, Guru Besar IPB University dari Fakultas Peternakan.

    Ia berharap, fenomena anjloknya harga telur ayam tidak terulang di kemudian hari. Menurutnya, salah satu upaya untuk menjaga stabilitas harga telur dapat dilakukan dengan mendirikan usaha industri pengolahan telur terutama di wilayah sentra produksi.

    Sementara itu, hal lainnya adalah dengan menurunkan dan menstabilkan harga jagung yang merupakan komponen terbesar dari pakan ayam. Upaya ini dapat membantu para peternak mandiri.

    “Dengan demikian sangat diperlukan peran aktif pemerintah dalam menjaga kestabilan harga jagung dan ketersediaan pasokan jagung yang dibutuhkan," pungkasnya. (ipb.ac.id)

  • Mendengar nama Dalmatian tentunya kita akan membayangkan anjing dengan perawakan atletis dan warna yang sangat unik yaitu putih totol hitam atau merah hati. Popularitas anjing Dalmatian semakin memuncak ketika Walt Disney merilis film 101 Dalmatians pada tahun 1985 dengan bumbu alur cerita petualangan yang dramatis.

    Menurut Prof Ronny Rachman Noor, MRur.Sc, Guru Besar Fakultas Peternakan IPB University, jika ditelusuri asal usulnya, ternyata anjing Dalmatian tergolong jenis anjing purba. Pada tahun 3.700 BC atau sekitar 5.721 tahun yang lalu, Raja Mesir kuno bernama Cheops yang dikenal dengan raja pembangun piramida diduga memiliki anjing Dalmatian. Sejarah juga mencatat bahwa Raja Yunani kuno memiliki anjing Dalmatian dengan warna totol hitam dan coklat yang digunakan untuk berburu babi liar.

    “Di era modern yakni abad ke-16, ada sebuah puisi dari Serbia yang mengambarkan keberadaan anjing Dalmatian. Pada abad ini, anjing Dalmatian digunakan sebagai penjaga kuda dan pemiliknya karena posturnya yang sangat atletis dan memiliki ketahanan tubuh yang luar biasa,” lanjut Prof Ronny.

    Asal mula nama Dalmatian memang masih banyak diperdebatkan namun banyak yang sepakat bahwa nama ini berasal dari salah satu propinsi di Kroasia yaitu Dalmatia. Pola warna Dalmatian yang sangat unik telah lama menarik perhatian para ahli genetik untuk menguak misteri bagaimana warna dan pola warna ini dapat terjadi dan diwariskan pada keturunannya.

    “Misteri pewarisan warna ini sedikit demi sedikit mulai terkuak ketika ahli genetik menemukan bahwa pola warna Dalmatian ini dihasilkan oleh tiga gen utama, yakni Piebald, Ticking dan Flecking, yang berinteraksi satu dengan lainnya,” ujar Prof Ronny.

    Prof Ronny menambahkan bahwa berdasarkan hasil penelitian, lokus TYRP1 yang berada di kromosom 11 ternyata bertanggung jawab terhadap kemunculan variasi warna totol hitam atau merah hati yang merupakan ciri khas pola warna anjing Dalmatian. Lokus TYRP1 ini berfungsi untuk mengontrol produksi eumelanin yang dalam keadaan dominan akan menghasilkan eumelanin hitam dan dalam keadaan resesif akan menghasilkan warna eumelanin coklat.

    “Gen lain yang juga terlibat dalam penentuan warna anjing Dalmatian adalah gen MC1R (melanocortin 1 receptor) yang jika berinteraksi dengan lokus Agouti akan menghasilkan warna phaeomelanin atau eumelanin yang menghasilkan warna merah hati,” tambah Prof Ronny.

    Di sisi lain, Prof Ronny mengungkapkan bahwa anjing Dalmatian rentan terhadap ketulian. Data menunjukkan bahwa sekitar 17,8 persen anjing ini mengalami ketulian. Kejadian tuli pada anjing Dalmatian ini bisa terjadi pada satu telinga saja atau terjadi pada kedua telinganya.

    Terlepas dari kelemahannya ini, lanjutnya, anjing Dalmatian dikenal sebagai anjing yang sangat energik, suka bermain, dan sensitif, serta sangat setia pada pemiliknya dan sangat bersahabat dengan anak anak. Anjing tipe ini juga dikenal  cerdas, sehingga dapat dilatih dengan baik dan menjadi anjing penjaga yang baik.

    “Anjing Dalmatian juga dikenal memiliki ingatan yang sangat kuat sehingga jika diperlakukan dengan buruk akan diingatnya sampai puluhan tahun. Dengan harapan usianya yang mencapai 12-14 tahun, keunikan anjing Dalmatian ini semakin menarik hati banyak orang untuk memeliharanya,” pungkas Prof Ronny (ipb.ac.id)

  • Jenis kelamin dalam industri peternakan merupakan salah satu faktor yang  sangat menentukan keberhasilan suatu usaha peternakan. Di dalam dunia peternakan, umumnya ternak betina menghasilkan produk yang kini banyak dibutuhkan (seperti susu dan telur). 

    Sedangkan ternak jantan berperan dalam penentuan mutu genetik anak-anaknya. Khusus untuk ternak pedaging seperti sapi, kerbau, domba dan kambing.

    Menurut Prof Ronny Rachman Noor, Guru Besar Fakultas Peternakan, IPB University, ternak jantan memang memiliki badan yang lebih besar dan pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan ternak betina. Namun ternak jantan memakan biaya produksi (pemeliharaan) yang lebih mahal karena tidak beranak.

    “Oleh sebab itu, keberhasilan suatu usaha peternakan akan sangat ditentukan oleh proporsi ternak dengan jenis kelamin jantan dan betina yang optimal,” ujarnya.

    Menurutnya, pada industri unggas, biasanya Day Old Chicks (DOC) jantan yang baru menetas dimusnahkan karena tidak memiliki nilai ekonomis yang tinggi jika dipelihara lebih lanjut. "Jadi dapat dibayangkan berapa ratusan milyar anak ayam jantan yang dimusnakan setiap tahunnya,” lanjut Prof Ronny. 

    Prof Ronny menjelaskan bahwa riset para pakar genetika ternak saat ini mulai mengarah pada cara mengatur jenis kelamin anak untuk tujuan tertentu. Misalnya hanya dihasilkan keturunan dengan jenis kelamin betina saja. Pemikiran ini memang mendapatkan dukungan dari berbagai pihak termasuk penyayang binatang karena jika hal ini memungkinkan, maka tidak perlu lagi anak ayam jantan dimusnahkan. Pola pemikiran seperti ini tidak saja hanya berlaku pada industri perunggasan, namun juga pada industri persusuan dan industri ternak lainnya.
    “Dengan adanya perkembangan genetika molekuler yang disebut dengan pengeditan gen (gene editing) atau yang dikenal dengan CRISPR-Cas9, kini memungkinkan untuk memastikan jenis kelamin ternak yang akan dihasilkan. Apakah semuanya akan betina saja atau sebaliknya jantan saja,” kata Prof. Ronny.

    Pada sebagian besar ternak mamalia, penentuan jenis kelamin ditentukan oleh keberadaan kromosom seks X dan Y. Seekor ternak betina akan memiliki sepasang kromosom seks X (XX), sedangkan ternak jantan memiliki satu  kromosom X dan satu kromosom Y (XY).

    “Dengan mengkombinasikan pengetahuan penentuan jenis kelamin ini dan teknik pengeditan gen, kini  para peneliti genetika ternak telah berhasil menghasilkan embrio tikus yang mengandung molekul editing gen yang telah dinonaktifkan. Sehingga dalam perkembangan embrio lebih lanjut, jenis kelamin tertentu dapat dibuat,” paparnya lagi.

    Prof Ronny menjelaskan bahwa inaktivasi gen yang akan berkembang menjadi jenis kelamin tertentu ini dilakukan dengan cara menyisipkan molekul editing gen yang sudah diedit serta mengintegrasikannya ke kromosom X dan Y pejantannya. Separuh molekul gen yang telah dinonaktifkan ini selanjutnya dintegrasikan ke kromosom X induk betina dan separuhnya lagi ke kromosom Y induk jantan. Ketika terjadi pembuahan, separuh molekul editing gen inaktif yang ada di kromosom Y bergabung dengan yang ada di kromosom X. Dan akan menghasilkan embrio dengan kombinasi kromosom seks XY.

    Menurutnya, dalam keadaan normal, embrio dengan kromosom XY ini akan berkembang menjadi indvidu jantan. Namun karena adanya penggabungan molekul editing gen sebelumnya, maka perkembangan embrio selanjutnya akan terhambat dan tidak berkembang menjadi individu. Namun sebaliknya, jika embrio ini betina (mengandung kromosom XX), tidak memiliki molekul editing gen dari induk jantan, maka embrionya terus berkembang menjadi individu betina.

    “Jadi, dengan teknologi terbaru ini, kita akan dapat menentukan jenis kelamin anak yang dihasilkan secara pasti,” jelas Prof Ronny.
    Lebih lanjut lagi, Prof Ronny mengatakan bahwa saat ini, para peneliti genetika ternak sedang berlomba untuk mengembangkan teknologi ini untuk berbagai jenis ternak. Ini karena teknologi yang akan diterapkan dalam penentuan jenis kelamin ini akan berbeda untuk jenis ternak yang berbeda.

    “Salah satu Lembaga penelitian yang tahapan penelitian sudah sangat maju dalam pengeditan gen pada ternak adalah Roslin Institute di Edinburgh. Lembaga penelitian ini dulu di era tahun 1990 an juga terkenal dengan terobosan kloning sel somatik yang menghasilkan domba Dolly,” paparnya.

    Menurut Prof Ronny, teknologi pengeditan gen memang masih menimbulkan pro dan kontra di berbagai negara karena masih dianggap sebagai rekayasa genetik. Namun, negara-negara yang kini sudah setuju dengan pengembangan teknologi ini untuk ternak, beranggapan bahwa teknologi pengeditan gen bukanlah rekayasa genetik karena meniru proses alami gennya itu sendiri.

    “Ke depan, teknologi gen editing ini tentunya akan semakin maju yang memungkinkan diterapkannya secara luas dalam industri peternakan. Tujuannya untuk meningkatkan produksi daging, susu dan telur yang sangat dibutuhkan oleh dunia sebagai pangan lengkap yang berguna bagi pertumbuhan dan kesehatan manusia,” tutupnya (ipb.ac.id)