News

Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementerian Pertanian terus melakukan koordinasi dengan stakeholder terkait dan melibatkan Komisi Ahli Pakan dalam penyusunan kebijakan.  Hal tersebut untuk menanggapi dan menyelesaikan isu-isu terkait pakan yang sangat dinamis akhir-akhir ini.

Hal itu disampaikan Direktur Pakan, Sri Widayati, saat bertemu dengan Komisi Ahli Pakan di Bogor, Jawa Barat, Kamis (13/12). Menurutnya, Ditjen PKH selalu bersinergi dengan para akademisi dan peneliti yang memiliki kepakaran di bidang pakan dalam membahas tantangan dan permasalahan pakan. Ia berharap sinergi antara pemerintah dengan para akademisi dan peneliti tersebut dapat memberi dampak bagi kemajuan pengembangan pakan.

Untuk itu, pemerintah melalui Keputusan Menteri Pertanian No.308/Kpts/OT.050/ 5/2016 tanggal 11 Mei 2016 telah menetapkan Komisi Pakan. Anggota komisi berjumlah 7 pakar dari kalangan akademisi dan peneliti untuk memberikan saran, pemikiran, pertimbangan, rekomendasi, dan solusi sehingga bermanfaat bagi kemajuan pembangunan peternakan dan kesehatan hewan.

Selama tahun 2018, Ditjen PKH telah menyelenggarakan dua kali pertemuan dengan Komisi Pakan untuk membahas berbagai isu aktual yang perlu pemecahan secara komprehensif. Pertemuan pertama pada Maret 2018 dan kedua pada 12-13 Desember 2018. Pertemuan kedua dihadiri oleh Prof. Arnold Sinurat, Prof. Luki Abdullah, Prof. Yusuf Ahyar Sutaryono, Prof. Nahrowi, dan Dr. Osfar Sjofjan, serta para pejabat pengawas mutu pakan. 

Prof. Luki Abdullah, selaku salah satu anggota Komisi Pakan saat ditemui disela-sela pertemuan menyampaikan, pembentukan Komisi Pakan untuk memberikan saran dan pertimbangan dalam penetapan kebijakan pakan kepada Menteri Pertanian melalui Ditjen PKH. “Ilmu dan teknologi pakan harus terus berkembang dalam menjawab tantangan dan permasalahan pakan secara global,” ungkapnya.

Menurutnya, diperlukan sinergi antara pemerintah selaku pengambil kebijakan dengan para akademisi dan peneliti yang mengikuti perkembangan ilmu, teknologi, tantangan, dan permasalahan pakan secara global. Sehingga dapat menjadi kolaborasi yang baik dalam penyempurnaan penyusunan kebijakan.

Ketua sidang Komisi Pakan, Prof. Yusuf Ahyar Sutaryono, mengatakan akademisi dan peneliti yang memiliki kepakaran di bidang pakan dapat memberikan saran dan pandangan yang didasari keilmuan dan hasil penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan. Hal itu dapat menjadi bahan pertimbangan yang lebih komprehensif bagi pemerintah dalam penyusunan kebijakan.

Lebih lanjut, dia mengungkapkan beberapa hal yang menjadi pembahasan dalam pertemuan kedua ini, antara lain terkait regulasi pemasukan dan pengeluaran bahan pakan asal tumbuhan, mutu, dan kemanan pakan. Juga membahas batasan penggunaan urea dalam pakan unggas, babi, dukungan pakan pada program selamatkan lahan rawa petani sejahtera (Serasi), serta optimalisasi pemanfaatan embung. (agronet.co.id)

Terobosan dan inovasi terbaru di berbagai bidang semakin banyak dicetuskan oleh pemuda pemudi Indonesia, diantaranya mahasiswa. Sebagai agent of change, banyak mahasiswa yang membuat ide-ide terbaru untuk menyelesaikan masalah yang ada di sekitar lingkungannya.

Seperti yang dilakukan oleh tiga mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB), yakni Ika Jenri, Laily Rinda, dan Mohamad Ramdoni yang berasal dari Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan (INTP) Fakultas Peternakan (Fapet) IPB.

Ketiga mahasiswa tersebut menyalurkan idenya berupa alternatif antibakteri untuk penyakit Colibacillosis pada ayam broiler yang disebabkan oleh bakteri E. Coli. Idenya tersebut disampaikan melalui Lomba Karya Tulis Ilmiah (LKTI) Nasional yang diadakan oleh Fakultas Peternakan Universitas Andalas (17-20/10). Mereka berhasil meraih Juara I dalam LKTI Tingkat Nasional tersebut.

“Tema yang diangkat dalam lomba ini adalah Optimalisasi Peran Mahasiswa dalam Membangun Peternakan Berdaya Saing Industri. Lalu, kami memfokuskan pada alternatif penyakit ayam broiler melalui pemanfaatan ekstrak biji pepaya,” tutur Jenri.

Penggunaan antibakteri sintetik yang sering digunakan untuk mengatasi penyakit pada ayam broiler seringkali dapat menimbulkan residu dan menyebabkan resisten mikroba bagi tubuh ternak itu sendiri. Sedangkan, ayam broiler mengalami peningkatan permintaan di masyarakat, baik di pasar tradisional maupun swalayan.

Ayam broiler cukup rentan dengan penyakit khususnya Colibacillosis yang menyebabkan performa ayam menurun. Oleh karena itu, Jenri dan timnya menjadikan biji pepaya sebagai alternatif solusinya.

 “Prosesnya dimulai dengan mengeringkan biji pepaya selama kurang lebih dua hari, lalu dikeringkan kembali dalam oven 60 derajat celcius selama satu hari full, dan selanjutnya diblender agar halus. Berikutnya, biji pepaya tadi direndam dalam larutan etanol 96 persen selama tiga hari dan dimasukkan ke alat bernama rotary evaporator untuk mengentalkan ekstrak tersebut,” jelas Jenri soal proses pembuatan ekstrak biji pepaya.

Perjuangannya menjadi seorang juara cukup panjang, dimulai dari pengiriman abstrak, pengumpulan full paper dan diumumkannya Jenri beserta timnya untuk presentasifull paper di Universitas Andalas, bersaing dengan enam tim lainnya.

 “Semoga ide dari karya tulis tentang alternatif ekstrak biji pepaya ini dapat diteliti lebih lanjut dan bisa menjadi solusi bagi para peternak di Indonesia dalam mengatasi permasalahan pada ayam broiler,” tutup Jenri. (radarbogor)


Lihat Semua Berita >>