Alwi Salam Makarim, mahasiswa Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan IPB University berhasil terpilih menjadi salah satu peserta program NTCA Indonesia-Australia Pastoral Program (NIAPP) 2019. Ia beserta 19 orang mahasiswa yang terseleksi dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia akan berangkat ke Australia untuk belajar tentang peternakan sapi modern.
Program yang telah berjalan sejak 2012 ini berlangsung selama 10 minggu. Peserta akan belajar pelatihan penggembalaan secara intensif meliputi aspek kesejahteraan dan penanganan hewan ternak, juga belajar langsung di industri peternakan yang telah dijalankan secara modern.
“Harapan saya dengan mengikuti program ini, semakin banyak pengalaman yang riil di lapangan yang bisa saya ambil dan bisa diaplikasikan untuk mengembangkan bisnis pribadi di masa yang akan datang,” ujar Alwi Salam saat acara pelepasan mahasiswa di Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti), Jakarta (16/8).
Program NIAPP merupakan hasil kerja sama antara Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia (ISPI), Northern Territory Cattlemens Association (NTCA) Australia dan sejumlah perguruan tinggi di Indonesia. Program ini merupakan bagian dari kerjasama dan dukungan dari Red Meat and Cattle Partnership yang diinisiasi pemerintah Australia. Hingga saat ini, program NIAPP telah mengirim 89 mahasiswa Indonesia ke Australia Utara.
“Partnership antara perguruan tinggi dengan industri sangat penting. Selain itu, partnership antara Indonesia dan Australia, kita manfaatkan untuk kegiatan dan menguntungkan kedua belah pihak. Program magang di luar negeri ini perlu didukung guna meningkatkan profesionalitas mahasiswa dalam pengelolaan peternakan sapi modern. Hal ini sesuai dengan prinsip penta-helix, khususnya kerja sama perguruan tinggi dengan perusahaan,” ujar Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan (Dirjen Belmawa) Kemenristekdikti, Prof. Dr. Ismunandar.
Kegiatan magang ini bisa memberikan pengembangan pendidikan peternakan di Indonesia sesuai dengan perubahan zaman. Selain itu, diharapkan muncul juga jiwa gigih dan kewirausahaan bagi mahasiswa yang akan mengikuti program.
”Di zaman internet of things, Australia sudah mengarah ke situ. Teknologi itu harus kita manfaatkan untuk optimalisasi agriculture. Jiwa entrepreneurship-nya itu harus muncul. Petani kita itu kan kecenderungannya hanya mengelola beberapa ekor, jadi tidak kelihatan untungnya. Kita harus berwirausaha,” tambahnya.
Sementara itu, Ketua Umum Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia (ISPI), Ir. Didiek Purwanto juga berharap bahwa program ini bisa memberikan pembelajaran praktis dan berdampak pada industri peternakan di tanah air.
“Kami juga mengharapkan para peserta ini di masa mendatang akan memberikan dampak baik bagi industri peternakan di Indonesia. Kami sangat senang, 60 persen lulusan program ini telah bekerja di industri peternakan, 25 persen masih kuliah, 5 persen bekerja di luar industri peternakan dan 10 persen bekerja dan melanjutkan pendidikan di luar negeri,” jelas Didiek (ipb.ac.id)