Kendati menyandang status sarjana peternakan, tak pernah terlintas dalam benak Budi Susilo Setiawan bakal memiliki usaha peternakan dengan omzet miliaran rupiah.Di bawah bendera CV Mitra Tani Farm, ia kini sukses menjadi juragan ternak dengan ribuan ekor kambing dan sapi, lengkap dengan berbagai produk turunannya.
Sukses besar yang diraihnya ini berawal dari keinginan mencari uang tambahan semasa kuliah di Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor (IPB), sekitar tahun 2002. Saat itu, bersama ketiga temannya, ia mendapat ide untuk coba-coba memasarkan kambing dan domba milik para peternak di Bogor dan sekitarnya.
“Saat teman-teman liburan, kita main ke pasar kambing,” kenangnya.
Namun, saat turun ke lapangan memasarkan domba ternyata tidak semudah yang dibayangkannya. Seminggu hingga dua bulan pertama, mereka belum berhasil menjual satu pun hewan ternak. Namun, mereka tak patah arang dan terus mencoba memasarkan door to door, karena dulu di tahun 2002 belum ada media penjualan online seperti saat ini.
Baru memasuki bulan ketiga ia berhasil menjual dagangannya. Sepanjang tahun pertama, ia mampu menjual 13 ekor domba dan kambing. Tahun berikutnya penjualan mampu meningkat hingga tiga kali lipat.
“Kami sudah belajar bagaimana metode menjual hewan ini dengan baik,” ujarnya.
Dari keuntungan penjualan tersebut, pada tahun 2004 ia dan rekan-rekannya mulai memberanikan diri untuk melakukan penggemukan domba sendiri di Tegalwaru, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Tentu saja langkah ini bukan tanpa perhitungan. Pemilihan usaha domba tak lepas dari dua alasan penting. Pertama, alasan ideologis. Ia mengatakan bahwa dalam ajaran Islam, menjadi peternak domba itu akan melatih seseorang memiliki karakter lembut hati, tekun, rajin, dan mampu belajar menghargai proses. Kedua, alasan peluang. Berdasarkan hitungan Budi, bisnis peternakan – khususnya jenis domba, kambing, dan sapi – sangat prospektif di Indonesia.
Ia melihat, potensi dan peluang bisnis peternakan ini sangat besar, karena jumlah penduduk di Indonesia sangat besar, sehingga kebutuhan hewan ternak juga tinggi. Di sisi lain, hasil ternak ini tidak hanya untuk kebutuhan pokok, melainkan untuk kebutuhan spiritual atau momen-momen keagamaan. Misalnya, untuk akikah dan kurban bagi umat muslim.
Budi bilang, di Indonesia ada 260 juta penduduk, sementara populasi kambing hanya 18 juta ekor, domba 17 juta ekor, dan sapi 17 juta ekor per tahun. Artinya, ketersediaan hewan ternak berbanding dengan penduduk Indonesia hanya 1:10. Dengan asumsi itu, jika 10% saja penduduk Indonesia berkurban, maka stok domba dalam negeri sudah habis.
“Jadi satu kali event hari raya kurban saja sudah habis, maka tak heran Indonesia menjadi target pasar negara lain,” jelasnya.
Analisis bisnisnya tidak meleset. Terbukti, hanya dalam kurun waktu setahun, bisnisnya telah bertumbuh pesat. Tahun 2005, ia sudah memiliki 500 ekor kambing dan berhasil menjual 800 ekor kambing.
"Selain dari kocek sendiri, kami juga mendapat bantuan dana dari kampus senilai Rp10 juta,” kenangnya.
Konsumennya juga tidak hanya sebatas di Bogor, melainkan juga mulai merambah ke luar kota, seperti Jabodetabek dan sebagian Jawa Tengah. Namun, porsi luar kota masih minim, sekitar 10% saja.
Namun, pada periode 2011–2014, penjualan merosot jadi rata-rata 1.400 ekor per tahun. Penurunan ini dikarenakan pola penjualan menggunakan sistem grosir. Memang, penjualan sekali berangkat bisa banyak, namun kadang pembayaran telat. Maka, Mitra Tani (MT) Farm memutuskan fokus pada ritel atau langsung end user. “Pembayaran lebih nyaman dan kerja lebih ringan,” jelasnya.
Pasar memang penting. Namun, sektor hulu tak kalah penting buat mengamankan pasokan. Untuk itu, MT Farm pun melakukan sistem kemitraan dengan para peternak. Bahkan, strategi bermitra dengan peternak menjadi kunci keberhasilan Budi dalam mengamankan pasokan. Hingga saat ini, ia sudah bermitra dengan 100 peternak di wilayah Bogor, Lampung, dan Papua. Di Bogor sendiri, sudah ada sekitar 40 peternak yang bergabung dalam sistem kemitraan ini.
“Untuk menjaga pasokan, kami melakukan sistem kemitraan dengan peternak lain sejak 2011, sehingga ketersediaan selalu ada,” ujar pria kelahiran 4 Desember 1981 ini.
Supaya sistem ini berjalan lancar, ia merancang agar peternak plasma merasa nyaman selama masa pemeliharaan dengan memberikan jaminan harga, waktu panen, pasar, serta modal. Dengan pendekatan pola kemitraan ini usaha MT Farm terus berkembang. Hingga saat ini, jumlah hewan ternak milik sendiri sudah mencapai 1.600 ekor domba dan 250 ekor sapi. Belum ditambah pasokan dari para mitra. Tentu dengan hewan ternak sebanyak itu, ia pun melakukan beragam cara untuk melego ternaknya agar bisa terserap pasar.
“Dari situ kami mulai berpikir untuk mengembangkan bisnis ke hilir,” ujarnya.
Selain mengisi pasar kurban dan rumah potong hewan (RPH), di tahun 2015 Budi mulai menyediakan jasa katering dan akikah. Bahkan, belakangan ia juga mulai memasok daging ke restoran-restoran ternama di Indonesia. Budi juga melebarkan sayap bisnisnya, mulai dari olahan makanan berupa rendang domba dan rendang sapi siap saji. Ia melihat tinggi dan stabilnya bisnis kuliner siap saji bisa menjadi pintu masuk usahanya.
Di era digital ini, Budi juga aktif memasarkan bisnisnya dari hulu hingga hilir tersebut melalui kanal daring dan media sosial, seperti Facebook, Instagram, Twitter, dan lain-lain. Semua usahanya itu tidak ada yang sia-sia. Dipadukan dengan bisnis katering, bisnis olahan makanan milik Budi mulai berkontribusi ke pemasukan bulanan. Bahkan, secara perlahan ia sudah mulai mengekspor olahan makanan tersebut ke beberapa negara seperti Malaysia, Timur Tengah, dan Afrika.
Jasa katering dan akikah juga terus berkembang. Tidak hanya di wilayah Bogor saja, bisnis ini sudah merambah wilayah Jakartam Depok, Bekasi, dan Tangerang, dengan membuka beberapa cabang. Ekspansi yang dilakukan Budi tidak terfokus di sektor kuliner saja. Belakangan ia juga merambah bisnis kerajinan tangan dengan memanfaatkan bagian kulit hewan ternak. Hingga saat ini, sudah ada beberapa produk fesyen yang dihasilkan dari kerajinan kulit tersebut, seperti jaket, topi, dompet, dan tas. Lagi-lagi, untuk pembuatan aksesori kulit, ia menjalin mitra dengan warga sekitar Bogor maupun daerah lain, seperti Garut dan Tasikmalaya.
“Pokoknya kami ingin yang lain juga ikut terberdayakan melalui kerja sama ini,” imbuhnya.
Lewat berbagai lini usahanya itu, kini omzet yang diperoleh Budi bisa mencapai hingga Rp1,5 miliar per bulan. Porsi utamanya masih berasal dari bisnis jual beli domba dan sapi. Ada pun porsi makanan olahan dan aksesori menyumbang sekitar 15%–20%.
Ke depannya ia terus ingin mengembangkan bisnisnya hingga bisa menjadi pemasok nomor satu kebutuhan hewan ternak di Tanah Air. (jambi.tribunnews.com)