Benih Jagung Lokal tak Kalah Kualitas

Pakar nutrisi tanaman pakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor (IPB) Profesor Luki Abdullah, menegaskan, kualitas benih jagung lokal tidak kalah dibandingkan jagung impor. Termasuk di antaranya, benih yang dihasilkan Badan Litbang Kementerian Pertanian. Untuk itu, Luki mendukung pemerintah terkait rencana penghentian impor jagung sekaligus memenuhi kebutuhan melalui benih lokal. “Secara kualitas, benih kita tidak ada masalah. Karena itu merupakan hasil riset yang sudah lama dan sangat teruji,” kata Luki.
Menurut Luki, benih lokal tersebut memang tak perlu diragukan. Pasalnya selain melalui riset, juga memiliki sistem yang tak perlu diragukan lagi. Bahkan, lanjut dia, ada keuntungan lain jika mempergunakan benih lokal. Yaitu, adanya bio massa yang bisa dimanfaatkan untuk ternak ruminansia. “Dan, manfaat itu luar biasa. Jadi, kita harus mulai dari sekarang,” lanjutnya.
Kualitas benih jagung hibrida memang sudah diakui beberapa kalangan. Salah satunya, Bima 20 URI yang merupakan hasil inovasi teknologi benih jagung hibrida terkini dari Balit Sereal (Inventor) Badan Litbang Kementerian Pertanian. Selain itu, beberapa benih jagung yang juga unggul saat ini dan layak menjadi pilihan petani, antara lain Bima 3, HJ 21, HJ 27, Bima 19 URI, dan Bima 15.

Benih Bima 20 URI, misalnya, memiliki banyak kelebihan. Di antaranya produktivitas yang tinggi 12,8 ton per hektare, rata-rata produksi nasional 5,5 ton per hektare, tahan bulai (penyakit), tegakan kuat, tahan rebah, stay green yaitu tetap hijau waktu dipanen, dan bisa untuk pakan sapi. Selain itu, kelobot menutup sempurna, lebih tahan terhadap penyakit meski dipanen di musim hujan, warna biji kuning oranye dan disukai pabrik pakan ternak.
Dalam konteks demikian, Luki menegaskan, yang perlu mendapat perhatian serius memang terletak pada pascapanen. Terlebih, karena masih banyak penanganan yang dilakukan secara manual, sehingga tidak mudah menurunkan kadar air hingga 15 persen. Hal ini berbeda dengan penanganan di Argentina, Brasil, dan Amerika, yang telah terbiasa mempergunakan mesin untuk mengontrol kualitas.

Begitupun, Luki yakin bahwa petani bisa bekerja dengan sistem sehingga dapat menjaga kualitas jagung. Terlebih, di beberapa tempat di Indonesia, seperti Dompu NTT dan Jawa Timur, sudah sangat terbiasa mengelola pascapanen jagung. “Jadi, saya optimistis bahwa jagung lokal kita bisa digunakan sebagai komponen utama pakan unggas,” kata dia.
Terkait angin segar terhadap jagung lokal, memang berembus dalam beberapa waktu terakhir.  Yang terbaru, ketika Kementerian Pertanian menjamin pemenuhan benih jagung hibrida, berapapun yang dibutuhkan petani di kawasan jagung modern di Lamongan. Dirjen Tanaman Pangan Kementan Nandang Sunandar bahkan menambahkan, saat ini terdapat stok benih untuk alokasi 750.000 hektar lahan di seluruh Indonesia.

Tekad Kementan, merupakan tindak lanjut dari pernyataan Presiden Joko Widodo, yang memastikan bahwa pada 2018 Indonesia akan menghentikan impor jagung. (halosumsel.co.id)