Dalam ilmu gastronomi (tata boga), wafer merupakan biskuit renyah dan manis. Berbentuk tipis, datar, dan kering. Sering digunakan sebagai penghias eskrim dan selipan cokelat batangan. Namun, bagaimana jika wafer digunakan untuk pakan ternak?

Wafer untuk konsumsi hewan ternak digunakan untuk penggemukan sapi dan sejenisnya. Disebut wafer lantaran bentuknya yang mirip dengan wafer yang kerap dikonsumsi manusia. Ya, makanan hewan ternak sapi tidak melulu reremputan hijau, daun jagung, dan sebagainya. Institut Pertanian Bogor (IPB) melakukan inovasi makanan ternak, yakni dengan memanfaatkan limbah pasar dan tumbuhan yang ada di lingkungan sekitar atau mudah didapat sebagai bahan baku.

Inovasi itu diciptakan guru besar Fakultas Peternakan IPB, Prof Yuli Retnani. Di Brebes, para peternak sapi diajarkan cara membuatnya oleh mahasiswa IPB.  IPB bekerjasama dengan Badan Perencanaan Penelitian dan Pembangunan Daerah (Baperlitbangda), Dinas Peternakan, dan kelompok ternak untuk mengembangkan pakan bersih tersebut di Desa Buara, Kecamatan Ketanggungan, Brebes, Kamis (16/8/2018).


"Wafer pakan ini memanfaatkan potensi bahan baku lokal yang tersedia di sekitar kita. Ini dapat digunakan sebagai pakan ruminansia pengganti rumput atau tumbuhan hijau lain. Memiliki tinggi serat dengan dosis lebih hemat," tutur Prof Yuli yang hadir dalam pembuatan pakan ternak nonrumput itu.  Menurutnya, saat musim kemarau saat ini, peternak di Desa Buara yang merupakan sentra ternak sapi itu, kesulitan mendapatkan pakan yang tersedia di alam. Wafer pakan itu bisa digunakan saat peternak kesulitan mendapatkan pakan.

"Mereka bisa membuat wafer pakan itu saat musim hujan dimana tumbuh- tumbuhan hijau, kemudian menyimpannya dan menggunakan saat musim kemarau seperti sekarang ini," tuturnya.

Dengan dibantu puluhan mahasiswa IPB, warga membuat wafer pakan yang terbuat dari kulit kopi, dedak, onggok atau ampas kayu dan bahan tumbuh- tumbuhan lain serta molase. Bahan yang bisa digunakan untuk membuat wafer ternak bisa dari berbagai macam tumbuhan, semisal daun lamtoro, daun jagung, dan tumbuhan lain serta limbah di pasar. Keunggulan wafer ternak, kata dia, bisa menyimpan bahan baku yang awet, meningkatkan daya suka ternak, produktivitas naik karena daya suka ternak tinggi, dan juga ketersediaan bahan lokal yang ada.

"Di wafer ada campuran bahan molase atau tetes tebu yang membuat wangi. Bahan itu dapat membuat daya suka hewan ternak meningkat," imbuhnya.

Ia menjelaskan, perbedaan bobot sapi yang dimakan rumput biasa dengan wafer ternak sangat berbeda. Berdasarkan hasil penelitiannya di Nusa Tenggara Barat (NTB) dengan objek sapi jenis Bali, bobot sapi bertamah bobotnya 750-900 gram perharinya. Angka itu lebih tinggi ketimbang diberikan pakan biasa yang hanya naik 350 gram perhari. Menurut Dosen Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan (INTP) ini, jika dilihat dari proses pembuatannya, wafer pakan ternak ini dibuat dengan pengepresan jika semua bahan sudah dicampur.

Sementara, Kepala Seksi Pakan Ternak Dinas Peternakan, Budi Yusharsono, menuturkan dengan adanya pelatihan dari IPB cara membuat wafer itu, peternak diberikan motivasi dan semangat.

"Diharapkan inovasi dari IPB di Desa Buara yang merupakan sentra ternak sapi ini dapat diadopsi di desa- desa lain di Kabupaten Brebes," ucapnya.

Perwakilan dari Baperlitbangda Brebes, Titi Yuliati, menuturkan setelah para peternak dilatih cara membuat wafer ternak, diharapkan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dapat memberikan bantua berupa mesin pengepres.

"Toh BUMDes dapat dananya dari Dana Desa (DD). Kalau kami, Baperlitbangda hanya mengurusi teknologinya saja, bukan bantuan alatnya," kata Titi. (jateng.tribunnews.com)