Oleh Epi Taufik, SPt, MVPH, M.Si, Ph.D Kepala Divisi Teknologi Hasil Ternak,
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan,
Fakultas Peternakan, IPB University
Akhir abad ke-19 di Eropa, tingkat mortalitas bayi dalam tahun pertama kehidupannya sangat tinggi hingga mencapai 30%. Saat itu, pemberian Air Susu Ibu (ASI) tidak terlalu dianggap penting hingga didapatkan data bahwa bayi yang tidak mendapatkan ASI angka kematiannya tujuh kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan yang mendapat ASI. Hingga pada akhirnya para ilmuwan di Eropa, terutama di Jerman, menyadari bahwa adanya hubungan komposisi ASI terutama karbohidratnya dengan ketahanan tubuh bayi.
Theodor Escherich (yang namanya diabadikan dalam bakteri Escherichia coli) adalah salah satu ilmuwan yang menemukan fakta bahwa terdapat perbedaan komposisi mikroorganisme dalam feses bayi yang diberi ASI dengan yang tidak. Dibantu oleh ilmuwan lain seperti Justus Liebig (yang namanya diabadikan menjadi nama Justus Liebig Universitaet Giessen, Jerman) menemukan indikasi bahwa perbedaan komposisi mikroorganisme dalam feses tersebut terkait dengan komposisi susu (ASI).
Persentase karbohidrat dalam kolostrum/susu mamalia berkisar dari jumlah yang sangat kecil (trace) sampai sekitar 10%, dalam hal ini laktosa (disakarida) biasanya menjadi bagian terbesar. Selain laktosa, komponen karbohidrat lainnya terdiri atas berbagai jenis gula yang biasanya disebut oligosakarida (OS).
Komposisi ASI yang paling mendapat perhatian dari para ilmuwan generasi berikutnya adalah OS. Dalam ASI, OS merupakan komponen ke-3 terbesar setelah laktosa (gula susu) dan lemak, baru kemudian protein menempati posisi ke-4. Justus Liebig, Theodor Escherich dkk., pada awal tahun 1900 telah menduga adanya hubungan komponen karbohidrat pada ASI dengan komposisi mikroflora dalam pencernaan bayi.
Namun karena keterbatasan metode analisis dan peralatan saat itu maka teori itu hanya menjadi sebuah hipotesis. Baru pada tahun 1930 untuk pertama kalinya 1 jenis OS dari ASI (Human Milk Oligosaccharides/HMO) dapat dikarakterisasi. Karakterisasi dan identifikasi serta studi fungsional HMO terhadap kesehatan bayi baru dilakukan kembali tahun 1950 – 1980 namun kemajuan studinya sangat lambat, baru dari tahun 1990 an sampai saat ini studi tentang berbagai aspek OS baik dari manusia juga hewan/ ternak berkembang dengan sangat pesat.
Terdapat sekitar 22-24 g/L HMO dalam kolostrum ASI, sementara dalam susu dewasa (mature milk) ASI terkandung sekitar 12-13 g/L HMO. Kandungan OS dalam kolostrum ASI ini sekitar 20 kali lipat lebih banyak daripada OS dalam kolostrum susu sapi (Bovine Milk Oligosaccharides/BMO) yang hanya mengandung hanya 1 g/L OS, itu pun menurun drastis setelah 48 jam.
Identifikasi dan karakterisasi fungsi biologis oligosakarida
Sebagai komponen ketiga terbesar dalam ASI, sampai saat ini sekitar 200 struktur HMO telah berhasil teridentifikasi, sementara hanya sekitar 39 OS dari BMO telah teridentifikasi dan 25 di antaranya telah dikarakterisasi struktur kimianya.
Perkembangan metode analisis dan peralatan eksperimen telah membuktikan hipotesis yang dirintis di awal abad ini oleh Theodor Escherich dan Justus Liebig serta ilmuwan Eropa lainnya di bidang gizi anak, bahwa ASI memiliki komponen fungsional yang membuat bayi yang diberi ASI (breast-fed infants) lebih sehat dan kuat daripada bayi non-ASI (bottle-fed infants). Komponen tersebut adalah unsur karbohidrat yang dapat membuat keseimbangan mikroflora usus si bayi. Itulah yang kemudian diidentifikasi sebagai HMO.
Berbagai laporan ilmiah mutakhir telah berhasil menunjukkan bahwa HMO memiliki beberapa fungsi biologis, terutama: i) menstimulasi pertumbuhan mikroorganisme yang berguna pada saluran pencernaan, ii) berfungsi sebagai “analog reseptor” yang menghambat penempelan mikroorganisme patogen pada mukosa kolon (anti-patogen), dan iii) sebagian kecil dari OS diserap ke dalam sirkulasi darah untuk memodulasi sistem imunitas tubuh (immunomodulator).
Hanya saja, kajian terhadap OS dari kolostrum atau susu ternak perah seperti sapi, kambing, domba, kuda, kerbau, dan unta sangat lambat dan kurang berkembang dibandingkan studi HMO. Namun demikian, saat ini kajian terhadap OS dari kolostrum/susu sapi (BMO) dan ternak perah lainnya berkembang cukup pesat terutama dalam karaterisasi struktur kimianya dengan metode Glycomics.
Seperti diuraikan sebelumnya, HMO sudah terbukti memiliki fungsi biologis yang penting terkait kesehatan bayi (manusia). Dari 200 struktur HMO yang sudah teridentifikasi, beberapa struktur telah diketahui fungsi biologisnya, sehingga OS yang berasal dari susu ternak perah yang memiliki struktur kimia yang sama dengan HMO, diprediksi memiliki fungsi biologis yang sama.
Terlepas dari rendahnya kuantitas OS pada susu sapi namun jumlah atau produksi susu sapi sangat tinggi, termasuk kolostrumnya. Demikian juga dengan OS dari kolostrum atau susu dari ternak perah lain yang kandungannya lebih tinggi dari susu sapi, seperti pada susu kambing dan unta. Sehingga susu dari ternak-ternak perah tersebut dapat menjadi sumber isolasi OS alternatif selain dari sapi perah. Oligosakarida hasil isolasi dari kolostrum/susu ternak perah tersebut kemudian dapat disuplementasikan atau diinkorporasikan kedalam infant formula agar minimal infant formula ini memiliki aspek biofungsional yang mendekati ASI.
Oligosakarida susu asal ternak perah selain sapi
Setelah susu sapi sebagai susu asal ternak perah yang paling banyak dikonsumsi manusia, susu kambing, domba, kerbau, kuda dan unta serta beberapa spesies ternak lain seperti yak dan rusa juga dikonsumsi oleh manusia di berbagai belahan dunia. Sampai tahun 1980-an hanya susu sapi saja yang dikaji OS-nya, hingga tahun 1990-an muncul laporan tentang studi OS pada susu kuda yang kemudian berturut-turut diikuti dengan kajian OS pada susu domba, kambing, kerbau, unta bahkan reindeer (rusa besar di daerah Mongolia). Saat ini kajian-kajian identifikasi dan karakterisasi OS pada berbagai ternak perah lokal masih banyak dilakukan.
Hasil dari kajian-kajian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi pemetaan keragaman struktur OS asal ternak perah sehingga dapat dibandingkan dengan pemetaan keragaman OS asal ASI (HMO). Struktur OS apa saja dan asal ternak perah mana saja yang ditemukan identik dengan struktur-struktur kimia OS dari HMO. Dengan demikian keragaman neutral-OS dan acidic- OS asal ternak perah ini dapat menjadi sumber isolasi OS yang dapat digunakan dalam industri pangan di masa yang akan datang. Kandungan OS dari susu kambing berkisar antara 0,25 – 0,39 g/l; angka ini jauh lebih tinggi dari susu sapi yang hanya mengandung 0,03 – 0,06 g/l, atau juga dari susu domba(0,02 – 0,04 g/l). Ada pun susu unta mengandung lebih banyak jumlah dan variasi sialil atau acidic-OS daripada susu sapi dan kambing.
Isolasi OS fungsional asal ASI sebagai bahan suplementasi dalam infant formula secara teknis dan etis tidak memungkinkan untuk dilakukan. Maka satu-satunya sumber isolasi OS yang dapat dipergunakan dalam industri pangan adalah dari kolostrum atau susu ternak perah.
Pemanfaatan oligosakarida susu ternak perah dalam industri pangan di masa depan
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, kajian terhadap fungsi biologis BMO juga OS asal ternak perah lainnya saat ini telah banyak dilakukan. Beberapa laporan terkait fungsi biologis BMO dan OS dari ternak perah lainnya antara lain:
- Sialyl-OS asal BMO dapat mengikat pili tipe IV yang memediasi Neisseria meningitidis yang menyebabkan meningitis atau septisemia, dengan diikatnya pili tipe IV maka meningitis dan septisemia dapat dicegah.
- Dilaporkan bahwa kandungan gangliosida dan sialylglikoprotein pada otak bayi yang mendapatkan asupan ASI (breast-fed infants) lebih tinggi daripada bayi yang mendapatkan asupan susu formula (bottle-fed infants). Studi pada hewan percobaan menunjukkan suplementasi sialyl-OS dan sialyl-glycoconjugates yang diisolasi dari susu sapi dapat meningkatkan tingkat sialic-acid dalam glycoprotein dan glycolipid otak hewan percobaan. Tingkat mRNAs untuk polysialyltransferase IV(ST8SIA4) dan UDP-Nacetylglucosamine- 2-epimerase (GNA) juga meningkat. ST8SIA4 dan GNA masing-masing berfungsi sebagai enzim untuk sintesis sialylglycoconjugate dan enzim pengontrol sintesis de novo sialic acid. Kesemuanya ini meningkatkan kinerja belajar dan daya ingat dari hewan percobaan.
- Oligosakarida asal kolostrum dan susu pada akhir laktasi dari sapi Brown Swiss yaitu 3’-SL, 6’-SL, 6’-SLN and DSL mampu menghambat proses hemagglutinasi dari 7 strain enterotoksigenik E. coli (K99, FK, F41, F17, B16, B23 dan B64).
- Dilaporkan juga bahwa OS asal susu kambing memiliki anti-inflammatory effect pada kolon tikus percobaan.
- Telah dibuktikan juga bahwa ternyata sialyl-OS yang diisolasi dari whey, sebagai produk samping pembuatan keju, yang diberikan kepada tikus percobaan mampu meningkatkan gangliosida otak tikus tersebut. Sebagai akibatnya tikus tersebut meningkat kemampuan belajarnya.
Masih banyak laporan ilmiah lainnya yang membuktikan bahwa OS asal kolostrum/susu sapi perah dan ternak perah lainnya telah terbukti memiliki sifat-sifat fungsional seperti yang dimiliki oligosakarida asal ASI.
Dalam konteks ini maka dapat disimpulkan bahwa oligosakarida dan glikoprotein yang ditemukan atau diisolasi dari susu atau kolostrum sapi perah dan ternak perah lainnya dapat digunakan sebagai komponen bio-fungsional yang disuplementasikan dalam bahan pangan termasuk infant formula di masa depan.
Data variasi struktur kimia dan konsentrasi dari oligosakarida dan unit karbohidrat dari kompleks glikoprotein asal susu dan kolostrum ternak perah ini menjadi sangat penting untuk terus digali dan dikaji. Data ini dapat menjadi sumber informasi yang sangat penting untuk pengembangan komponen bio-fungsional berbasis bahan alami (non kimia sintetik) dalam industri pangan masa depan.
Di Indonesia, saat ini konsumsi susu dan produk-produk turunannya mayoritas masih berasal dari susu sapi perah. Namun demikian, perkembangan konsumsi susu kambing perah dan produk turunannya meningkat cukup tinggi akhir-akhir ini. Sehingga sangat wajar jika jumlah peternakan kambing perah juga berkembang cukup pesat. FAOSTAT (2019) menyatakan bahwa Indonesia menjadi negara pada urutan pertama dalam produksi susu kambing di ASEAN dengan prediksi jumlah produksi sebesar 280.000 ton/tahun.
Sebagaimana telah diuraikan pada bagian sebelumnya, jumlah atau kandungan oligosakarida dalam susu kambing 10 kali lipat lebih banyak dari susu sapi. Sementara itu juga suplai susu sapi untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi susu dalam negeri hanya 20%, artinya susu sapi untuk konsumsi masih sangat kurang ketersediaannya. Oleh karena itu, sumber isolasi OS alami yang potensial di Indonesia adalah kolostrum dan susu kambing perah loka lserta kolostrum susu sapi yang hanya sebagian dikonsumsi anak sapi sehingga sisanya banyak tidak dimanfaatkan dan whey asal susu sapi sebagai produk samping dari proses pembuatan keju.
Kendala lain selain sumber isolasi OS alami adalah teknologi pemanenan OS dari sumber alami tersebut. Saat ini isolasi dan karakterisasi OS asal ternak perah baru dilakukan pada tingkat laboratorium. Proses isolasi dan karakterisasi OS di tingkat laboratorium saat ini masih terdiri atas banyak tahapan dengan melibatkan banyak teknik analisis, peralatan laboratorium dan bahan-bahan kimia yang cukup mahal. Hal ini tentu tidak dapat dilakukan jika komponen biofungsional ini ingin diaplikasikan dalam industri pangan.
Sehingga tantangan ke depan adalah perlu dikembangkannya metode pemanenan komponen bio-fungsional ini dengan teknik yang efektif dan efisien untuk dimanfaatkan dalam industri pangan. Salah satu peluang teknik pemanenan tersebut adalah teknik mikrofiltrasi dengan memanfaatkan teknologi membran. Saat ini penulis dengan grup penelitiannya selain tengah melakukan pemetaan heterogenitas struktur oligosakarida dari kolostrum dan susu ternak perah lokal di Indonesia juga mengkaji pemanfaatan teknologi membran untuk pemanenan oligosakarida yang dapat dimanfaatkan dalam industri pangan.
Referensi:
Alhaj O.A., E. Taufik, Y. Handa, K. Fukuda, T. Saito, and T. Urashima. Chemical characterisation of oligosaccharides in commercially pasteurised dromedary camel (Camelus dromedarius) milk. Int. Dairy J., 28, 70–75.
FAOSTAT. 2019. World Statistics of Milk Production. www.fao.org
Urashima, T. and E. Taufik. 2010. Oligosaccharides in Milk: Their Benefits and Future Utilization. Media Peternakan: 189-197.
Urashima T., E. Taufik, K. Fukuda and S. Asakuma. 2013. Recent Advances in Studies on Milk Oligosaccharides of Cowsand Other Domestic Farm Animals. Biosci. Biotechnol. Biochem., 77 (3), 455–466.