Merebaknya Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada sapi, domba, kambing di Indonesia pada bulan Mei 2022 lalu, setelah 32 tahun Indonesia bebas dari PMK membuat panik Australia. Menurut Prof Ronny Rachman Noor pakar pemuliaan dan genetika ternak IPB University, kekhawatiran ini sangat beralasan karena Australia sudah 150 tahun terbebas dari PMK ini.

“Wabah PMK memang pernah juga melanda Australia. Catatan sejarah menunjukkan bahwa di tahun 1801, 1804, 1871 dan 1872 wabah PMK pernah merebak di Australia. Jadi memang sudah sudah sekitar 150 tahunan Australia bebas dari PMK,” ujar Prof Ronny.

Lebih lanjut Prof Ronny Rachman Noor mengatakan bahwa langkah yang diambil oleh Australia ini dapat dimengerti mengingat jika sampai PMK masuk ke Australia maka akan menimbulkan kerugian sebesar UD$ 80 miliar. Dan akan mempengaruhi industri peternakan Australia paling sedikit selama 10 tahun.

“Oleh sebab itu, dapat dipahami jika Australia mengambil gerakan cepat memberikan bantuan kepada Indonesia agar PMK dapat dikendalikan dan tidak menyebar negaranya,” ujar Prof Ronny.  Menurutnya saat ini Australia juga sedang melakukan peninjauan kembali aturan impor produk ternaknya untuk mencegah penyakit PMK ini masuk ke Australia.
“Salah satu hal yang dikhawatirkan oleh Australia sebagai pintu masuk masuknya virus ini adalah melalui sandal, sepatu ataupun pakaian yang terkontaminasi virus ini selepas kunjungannya ke Bali,” ujar Prof Ronny.

Jadi menurut Prof Ronny tidak heran jika pihak karantina Australia menganjurkan agar wisatawan Australia yang berkunjung ke Bali sebelum masuk kembali ke Australia membuang sepatunya dan tidak membawanya masuk Ke Australia.  Menurutnya, langkah yang diambil oleh pihak karantina ini secara ilmiah dapat dimengerti karena sepatu yang kontak dengan tanah yang tercemar PMK dapat menjadi salah satu sumber penyebaran virus ini.

Ia menjelaskan, sebagai salah satu negara yang mengandalkan pendapatannya dari industri peternakan wajar saja jika Australia sangat khawatir.  "Jika sampai PMK masuk ke Australia maka dapat dipastikan akan memporak-porandakan industri peternakan sapi, kambing, domba dan babi Australia dan dampaknya akan berlangsung lama,” ujar Prof Ronny.

Ia menambahkan, saat ini pemerintah Australia dengan menggandeng pihak industri memang berusaha sekuat mungkin untuk mencegah wabah PMK ini masuk ke Australia. Yakni dengan cara bekerja sama dengan negara di wilayah penyebaran PMK utamanya di wilayah ASEAN untuk menanggulangi penyebaran virus PMK ini.

“Strategi pertahanan lain yang diterapkan oleh Australia adalah memperkuat biosekuriti di wilayah perbatasan untuk menahan masuknya virus PMK ini,” ujarnya.  Menurut Prof Ronny, disamping itu Australia memiliki perencanaan yang sangat baik untuk mengatasi dan menanggulanginya jika virus PMK ini masuk ke Australia. Sehingga dengan waktu singkat dapat dieliminasi.
Menurut Kementerian Pertanian Australia, imbuhnya, peluang terjadi wabah PKM meningkat dalam lima tahun ke depan yaitu dari 9 persen menjadi 11,6 persen.

“Jika terdeteksi ada ternak terjangkit virus PMK, maka langkah pertama untuk menghentikan penyebaran virus PMK ini yang paling efektif adalah memusnahkan ternak yang terjangkit virus ini dan menutup wilayah yang terjangkit virus,” ujar Prof Ronny. Langkah selanjutnya, imbuhnya, yang umum dilakukan untuk mengendalikan wabah ini adalah mengisolasi tempat terjangkit virus ini dengan radius 3 kilometer.

“Jadi dapat dibayangkan bahwa jika prosedur penanggulangan wabah PMK ini dilakukan, maka akan berdampak serius pada perekonomian Australia. Tidak saja akibat pemusnahan ternak namun juga dampak ekonomi penutupan wilayah,” ujar Prof Ronny. Menurutnya, jika wabah ini masuk ke Australia maka sudah dapat dipastikan akan menurunkan produksi daging dan susu yang tentunya akan mengganggu ekspor daging dan susu Australia.

“Jika hal ini terjadi maka diprediksi Australia tidak saja kehilangan devisa dari ekspornya yang sangat besar, namun juga harga daging dan susu dalam negeri Australia akan meningkat,” ujar Prof Ronny. Sebagai gambaran, 70 persen produksi daging Australia diekspor, bahkan untuk daging domba  (mutton) persentasenya mencapai 95 persen.

“Jadi tidak heran jika pemerintah Australia berkomitmen mengguyurkan bantuan jutaan dolar kepada pemerintah Indonesia dan juga negara lain untuk membantu mencegah penyebaran wabah PMK lebih luas lagi melalui program vaksinasi,” ujar Prof Ronny.

Menurut Prof Ronny, Australia memang tidak melakukan vaksinasi terhadap ternaknya karena secara aturan laboratorium pengembang vaksin hidup tidak diperkenankan ada di Australia. Karena berisiko sangat tinggi bocor dan menyebar di Australia yang telah bebas dari PKM selama 150 tahun.  Oleh sebab itu, Australia walaupun memiliki, stok vaksinnya tidak disimpan di Australia namun disimpan di Inggris.

Australia juga bekerja sama dengan Thailand untuk mengembangkan vaksin PMK ini. "Australia kini dalam keadaan waspada dan telah mempersiapkan skenario terburuk jika wabah PMK ini akhirnya masuk juga ke Australia setelah negara ini bebas dari penyakit PMK selama 150 tahun,” ujar Prof Ronny (ipb.ac.id)