Bogor, (Antaranews Bogor) - Guru Besar Fakultas Peternakan IPB Prof Luki Abdullah mengemukakan konsentrat hijau sebagai pakan padat nutrisi berbahan baku utama tanaman Indigofere zollingeriana kini dapat menjadi solusi mengurangi ketergantungan pada produk impor.

 "Konsentrat hijau merupakan pakan padat nutrisi dengan kandungan serat kasar kurang dari 18 persen yang bahan bakunya berasal dari hijauan pakan," kata Prof Luki kepada wartawan dalam acara "coffee morning" rencana Pengukuhan Guru Besar IPB di Kampus Dramaga Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat.

Prof Luki menjelaskan, konsentrat hijau dalam ransum berfungsi untuk mengoreksi kekurangan nutrisi yang tidak didapatkan dari bahan lain.

"Salah satu legum prospektif di Indonesia yang bisa dikembangkan sebagai bahan konsentrat hijau adalah indigofera zollingeriana. Indogofera ini telah diamati sejak tahun 2008," kata Prof Luki.

Luki mengatakan, peningkatan biaya pakan sejak sepuluh tahun terakhir dari 60 persen hingga saat ini mencapai 80 persen dari biaya produksi dirasakan sangat memberatkan peternak.

Peningkatan harga pakan ini salah satunya dipicu oleh ketergantungan terhadap bahan konsentrat berbasis serealia dan biji-bijian yang diimpor serta hasil biomasa limbah agroindustri yang diekspor untuk industri lain berbasis teknologi biorefinery yang sudah berkembang di luar negeri.

      "Kondisi tersebut juga menurunkan daya saing produk ternak lokal," katanya.

Latar belakang inilah, yang mendorong dirinya melakukan penelitian jangka panjang bersama mahasiswa bimbingannya dan peneliti lainnya selama delapan tahun terakhir.

Dijelaskannya, Indigofera termasuk spesies tahan kering dengan produksi mencapai 4 ton kering per hektar setiap kali panen, mudah dibudidayakan dan memiliki keunggulan nutrisi lebih tinggi dibandingkan legum lainnya.

Produk konsentrat hijau yang dikembangkan oleh Prof Luki antara lain Indigofeed. Produk tersebut masuk dalam daftar 103 inovasi paling prospektif di Indonesia yang dirilis oleh Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) dan Business Innovation Center (BIC).

"Selain itu, terdapat juga produk lain yang sudah dipatenkan yakni Indifeed-PB," kata Prof Luki.

Ia mengatakan, konsentrat hijau tersebut bukan lagi skala laboratorium tetapi sudah dicobakan di peternakan.

"Kami sudah mulai mencoba memproduksi di IPB dan beberapa tempat di kelompok peternak, dan sudah ditanam di beberapa lokasi seperti di Cimande Bogor, Probolinggo, Sumatera Selatan, Papua dan Aceh untuk mengoreksi kekurangan nutrisi," katanya.

Di Indonesia lanjut Prof Luki, hanya 15 persen ternak yang benar-benar layak potong dan memenuhi standar gizi ekonomis. Di peternakan sapi perah, sudah dimulai dan bisa menekan harga pakan dari Rp9.500 per ekor per hari menjadi Rp5.000 per ekor per hari.

Ia mengatakan, konsentrat hijau tersebut terus dikembangkan dan didiseminasikan dengan target terbentuk unit produksi konsentrat hijau pada beberapa pendesaan di Indonesia yang telah dirintis di Desa Ngepung, Kecamatan Sukapura, Probolinggo.

"Pengembangan konsentrat hijau berbasis masyarakat yang kami lakukan diarahkan untuk membangun industri pangan baru berbasis masyarakat pedesaan di wilayah pengembangan ternak. Pelaku usaha konsentrat hijauan tidak harus peternak, bisa juga kelompok usaha mandiri," ujar Prof Luki.

Ia menambahkan, pola pengembangan industri konsentrat hijau di masyarakat dipandang tepat agar produknya dapat dimanfaatkan langsung oleh para peternak yang menghemat biaya transportasi dan mendorong dinamika ekonomi di pedesaan.

"Perlu dukungan pemerintah dan swasta untuk menginisiasi lebih luas industri konsentrat hijau dan mendukung pengembangan leguminosa pohon di wilayah pengembangan ternak yang diintegrasikan dengan pabrik konsentrat hijau," katanya. (Sumber : http://www.antarabogor.com)