Swasembada daging tidak akan terjadi dalam waktu dekat karena banyak kendala. Kendala tersebut diantaranya adalah para peternak masih beternak secara tradisional, kepemilikan sapi per peternak hanya 2-3 ekor, rendahnya pendidikan, lemahnya pengetahuan teknologi, dan kurangnya keberpihakan pemerintah kepada sektor ini.
Demikian dikatakan Guru Besar Fakultas Peternakan (Fapet) Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof.Dr Muladno dalam Dialog Pakar di RRI Bogor, belum lama ini. Namun demikian, ia menegaskan Indonesia sebagai bangsa yang besar tidak boleh berpangku tangan.
Sebelumnya, penggagas Sekolah Peternakan Rakyat (SPR) 1111 ini mengembangkan program Kemitraan Mulya 52. Kemitraan Mulya 52 adalah berinvestasi selama 52 bulan untuk memperoleh 5 keuntungan dan 2 kemuliaan. Keuntungannya adalah memperoleh bagi hasil sesesar 20-40 persen per tahun, menalangi kebutuhan hidup peternak setiap bulan, mencegah ternak betina produktif atau indukan dijual, berpartisipasi menambah populasi ternak indukan dan melakukan bisnis sambil beramal. Sementara dua kemuliaan yang dimaksud adalah mencerdaskan dan meningkatkan profesionalitas peternak berskala kecil serta memberdayakan peternak untuk mandiri dan berdaulat.
Dalam kesempatan ini Prof Muladno menawarkan terobosan baru melalui program penggemukan dengan pemandulan sapi jantan non-bibit. Program ini didasari atas ditemukannya pembiakan di peternakan kecil, dimana sapi jantan berkualitas jelek digunakan untuk mengawini sapi betina, sehingga akan menghasilkan sapi berkualitas jelek pula.
Alasan lainnya adalah tidak ada catatan individu ternak (jantan maupun betina), sehingga kawin keluarga (incest/inbreeding) tinggi yang menyebabkan produktivitas dan reproduksi sapi menjadi semakin memburuk. Derajat inbreeding yang semakin tinggi sering menimbulkan penyakit genetik atau penyakit turunan. Dalam jangka panjang, mutu genetik ternak lokal akan sangat buruk.
Prof Muladno menjelaskan, pemandulan membuat sapi jantan tidak berfungsi secara reproduktif atau tidak bisa menghasilkan keturunan. Pemandulan ini tidak menghilangkan testis tetapi memotong saluran vas deferens sehingga sperma tidak bisa dikeluarkan lagi.
“Teknik pemotongan melalui operasi kecil lebih baik dilakukan pada umur tiga bulan. Biaya operasi ini diperkirakan 200-300 ribu rupiah. Risiko sangat kecil karena dilakukan oleh dokter hewan yang berkompeten,” terangnya.
Manfaat pemandulan ini adalah sapi betina hanya dikawini oleh pejantan unggul melalui inseminasi buatan (IB). Identitas pejantan IB jelas, sehingga catatan dapat dilakukan secara tertib. Dengan demikian hasil keturunan makin lama makin baik, pertumbuhan lebih baik sehingga pendapatan peternak akan meningkat karena bobot badan sapi jantan yang dimandulkan lebih berat. (wrw-http://ipb.ac.id).