Guru Besar IPB Temukan Pakan Alternatif Pengganti Ransum Ternak dari Maggot

Guru Besar Fakultas Peternakan (Fapet) Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Dr. Nahrowi, menemukan alternatif pakan ternak berbahan dasar maggot guna menggantikan MBM. MBM atau meat bone meal banyak digunakan untuk ransum atau bahan penyusun pakan hewan ternak seperti unggas, ikan, dan babi. Selama ini MBM 100 persen impor. Hal ini menyebabkan harga MBM mahal. Sedangkan kebutuhan Indonesia akan MBM tiap tahunnya mencapai 800 ribu ton.

Prof. Nahrowi mengatakan, sebelumnya Indonesia memakai tepung ikan yang mengandung protein hewani untuk ransum ternak. Namun, kualitas tepung ikan yang diproduksi oleh Indonesia kurang baik.

“Indonesia masih belum bisa memproduksi MBM, karena bahan baku untuk membuat MBM juga dikonsumsi untuk manusia, seperti daging dan tulang. MBM yang terbuat dari hewan mamalia termasuk babi juga menjadi masalah bagi para peternak muslim yang ada di Indonesia. Untuk itu, perlu adanya pakan alternatif yang bisa menggantikan MBM seperti maggot,” ujar Prof. Nahrowi.

Maggot adalah larva dari lalat. Lalat yang digunakan sebagai penghasil maggot untuk pakan ternak ini berasal dari lalat buah yaitu jenis Black Soldier Fly (BSF). Maggot sangat cocok dijadikan pengganti MBM sebagai pakan ternak karena memiliki semua kriteria yang menjadi syarat utama bahan pakan ternak. Adapun syarat-syarat pakan ternak yaitu, komposisi nutrisi terpenuhi, harga bersaing, dan ketersediaan banyak. Ketiga syarat tersebut dapat dipenuhi oleh maggot. Produksi maggot sangat cepat, satu ekor lalat BSF dapat menghasilkan 500 maggot dalam sekali reproduksi. Pemeliharaan lalat BSF yang mudah juga menjadi nilai lebih untuk menggantikan MBM. Selain itu, faktor lain yang tidak kalah penting untuk menentukan maggot sebagai alternatif pakan pengganti adalah BSF merupakan serangga yang tidak membawa unsur penyakit dan memiliki nilai protein tinggi.

Penelitian Prof. Nahrowi tentang maggot sudah dilakukan sejak tahun 2009. Hingga saat ini penelitiannya masih terus berlanjut sampai tahap pembuatan konsentrat protein, lemak dan kitin dari maggot. Hal ini dilakukan untuk semakin mengefisienkan dan mengoptimalkan sumber nutrisi untuk pakan ternak dari maggot. Selain maggot, sebelumnya Prof. Nahrowi juga pernah meneliti ulat Hongkong sebagai pakan alternatif, tetapi ketersediaan yang terbatas dan harga yang mahal membuat ulat Hongkong sulit untuk dikembangkan lebih luas. Ia berharap penelitian ini dapat dikembangkan lebih luas dan dapat dimanfaatkan oleh banyak orang.(ipb.ac.id)