Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) dan Fakultas Peternakan (Fapet) Institut Pertanian Bogor (IPB) menggelar Workshop Konsolidasi Sekolah Peternakan Rakyat (SPR) di Ruang Sidang Senat, Gedung Rektorat Andi Hakim Nasoetion, Kampus IPB Dramaga, Bogor (5/2). Ketua Komisi Ilmu Pengetahuan Dasar AIPI, Prof. Dr. Mien Achmad Rifai menyampaikan konsep SPR 1111 yang telah dikembangkan IPB sejak awal 2013 di Indonesia merupakan bentuk konsolidasi ratusan peternak di setiap lokasi SPR dengan skala kepemilikan 2-3 ekor sapi pedaging per peternak, hingga tercatat minimal seribu ekor sapi indukan. Jumlah ini, terangnya, dapat dipenuhi dalam satu desa atau lebih.
“IPB dengan sumberdaya manusia dan Iptek-nya meningkatkan wawasan, pola manajemen dan bisnisnya, serta keterampilan beternak bagi peternak di SPR tersebut, sehingga terbentuk mental peternak yang tangguh, bersatu, militan dalam berbisnis secara kolektif berjamaah,” ujar Prof Mien Achmad.
Untuk itu, Komisi Ilmu Pengetahuan Dasar AIPI memberi perhatian melalui penyelenggaraan Konsolidasi Pengembangan SPR dengan tema “Konsolidasi Peningkatan Kapasitas Peternak Rakyat”. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat lebih siap, khususnya dalam rangka mencerdaskan para peternak yang umumnya berpendidikan menengah ke bawah.
Acara konsolidasi ini merupakan salah satu rangkaian berbagai kegiatan AIPI, yang dilakukan setiap tahun bekerja sama dengan berbagai perguruan tinggi dan lembaga serta Organisasi Ilmiah dalam kerangka Public Outreach dan Science Literacy.
Kegiatan di IPB ini diprakarsai oleh Fapet IPB, didukung oleh Badan Antariksa Nasional (Batan) dan Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA). “Konsolidasi ini penting karena merupakan bagian dari visi dan misi AIPI yang baru berusia 28 tahun. Usia yang sangat muda dibanding Akademi Ilmu Pengetahuan Belanda (KNAW) yang sudah berusia lebih dari dua abad, dan Akademi Ilmu Pengetahuan Amerika Serikat (NAS) yang didirikan oleh Presiden Abraham Lincoln pada tahun 1863.
Wakil Rektor Bidang Kerja Sama dan Sistem Informasi IPB, Prof. Dr. Dodik Nurochmat mengatakan konsolidasi tersebut itu penting, agar secara kelembagaan SPR profesional. “Pengelolaan seperti SPR sudah dilakukan di negara mana pun. Mereka terkonsolidasi, tidak ada yang main sendiri. Mereka menggaji manajer mengelola bisnis petani. Saya harapkan SPR akan mengarah ke sana. Ke depan harus kita gaungkan ke anak-anak muda dengan konsep modern,” ujar Prof Dodik.
Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB, Dr. Prastowo menyampaikan bahwa di Indonesia telah terbentuk 26 SPR melalui LPPM IPB. “Ke depan telah siap untuk direvitalisasi, tentu dengan prinsip melakukan perbaikan. Akhir tahun 2017 lalu, hadir beberapa pihak menyatakan ingin berperan, di antaranya investor dari Jawa Timur, beberapa perusahan swasta dan Infrabanx Kanada untuk Indonesia. Infrabanx berencana akan mengembangkan seribu SPR. Ini suatu kebanggaan bagi kami,” kata Dr. Prastowo.
Rangkaian acara diisi dengan penyampaian pandangan institusi terhadap penyelenggaraan SPR, yakni dari Badan Tenaga Nuklir Nasional; Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan; Infrabanx dan AIPI.(ipb.ac.id)