Diare merupakan salah satu penyakit yang dapat menyebabkan kerugian pada ternak. Selain akan meningkatkan biaya pemeliharaan dan angka kematian pada hewan ternak, diare juga dapat menurunkan produktivitas ternak.
Hewan ternak yang terkena diare akan menyebabkan kegagalan penyerapan cairan usus. Hewan ternak akan mengalami dehidrasi dan pada keadaan yang parah akan menyebabkan kematian. Penyebab penyakit ini adalah adanya infeksi dari bakteri Escherichia coli dan Salmonella typhimurium.
Umumnya penyakit yang disebabkan oleh bakteri dapat disembuhkan menggunakan antibiotik. Namun, saat ini penggunaan antibiotik memiliki efek samping yang merugikan. Pemberian antibiotik pada hewan ternak akan menyebabkan keracunan dan akan berbahaya apabila manusia mengonsumsi produk dari ternak tersebut.
Hal inilah yang mendasari tim peneliti dari Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan (Fapet) Institut Pertanian Bogor (IPB) melakukan suatu penelitian yang bertujuan untuk mengamati aktivitas anti bakteri pada daun bambu tali (Gigantochloa apus) dengan jenis pelarut berbeda terhadap bakteri E. coli dan S. Typhimurium. Mereka adalah I Komang G Wiryawan, Sri Suharti, dan Sinta Agustina.
Peneliti ini memilih daun bambu tali sebagai bahan utama karena dapat digunakan sebagai obat tradisional. Selain itu, juga mengandung alkaloid, saponin, tanin, fenolik, flavonoid, triterpenoid, dan glikosida yang berpotensi menghambat pertumbuhan bakteri patogen. Pelarut merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan suatu bahan dalam menghambat pertumbuhan bakteri patogen.
Penelitian sebelumnya menggunakan pelarut aquades, tapi pengekstrakan dengan menggunakan aquades memiliki kelemahan yaitu membutuhkan waktu yang lama dan suhu yang tinggi dalam proses penguapan pelarut. “Oleh sebab itu, dalam penelitian ini kami menggunakan pelarut etanol dan metanol. Kedua pelarut tersebut memiliki titik didih lebih rendah dibandingkan dengan aquades,” ujar I Komang G Wiryawan.
Penelitian dilakukan dengan cara daun bambu tali diekstrak dengan metode maserasi menggunakan etanol 70 persen dan metanol. Uji aktivitas anti bakteri dilakukan dengan menggunakan metode Kirby dan Bauer difusi agar. Konsentrasi dari ekstrak daun bambu yang digunakan adalah 0.00%, 0.02%, 0.04%, 0.06%, 0.08% dan 0.02% cotrimoxazole sebagai kontrol positif. Nilai Minimun Inhibitory Concentration (MIC) dan Minimum Bactericidal Concentration (MBC) dihitung berdasarkan aktivitas anti bakteri tertinggi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun bambu tali pada level 0.04%, 0.06% dan 0.08% memiliki aktivitas anti bakteri yang rendah (<5 mm), sedangkan ekstrak metanol hingga level 0.08% tidak memiliki aktivitas anti bakteri terhadap pertumbuhan E. Coli dan S. Typhimurium. Nilai MIC ekstrak etanol daun bambu terhadap bakteri Escherichia coli dan Salmonella typhimurium adalah 0.2% dan 0.3%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa daun bambu yang di ekstrak dengan etanol mampu menjadi antibakteri yang lebih baik dibandingkan dengan metanol. (ipb.ac.id)