Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (IPTP) Fakultas Peternakan (Fapet) IPB University kembali menggelar webinar dengan tema Ternak Lokal Demi Ketahanan Pangan Rakyat di Masa Normal Baru Pasca Pandemi COVID-19, (23/06). Dalam sambutannya, Dekan Fapet IPB University, Prof Dr Sumiati mengatakan bahwa ternak lokal sudah mengakar di lingkungan masyarakat sehingga patut untuk dijadikan andalan sebagai sumber protein hewani di masa pandemi dan era normal baru. 

Sementara itu, Prof Dr Cece Sumantri, dosen IPB University yang merupakan Kepala Divisi Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fapet menyinggung mengenai  strategi perbaikan genetika ternak lokal untuk meningkatkan produksi ternak lokal dan kualitas produk pangan fungsional. Ternak lokal dianggap paling memungkinkan untuk dijadikan pangan fungsional karena dapat didesain sesuai potensi genetiknya, mulai dari produksi daging hingga susu. 

“Sumberdaya genetik ternak asli dan lokal memiliki kekayaan genetik yang banyak sehingga dapat bernilai ekonomis dan berkualitas tinggi. Produksi daging ternak lokal tersebut masih rendah karena masyarakat masih  bergantung pada daging ayam broiler,” ujarnya.

Menurutnya, diperlukan usaha berkelanjutan secara berkelompok dari hulu ke hilir untuk meningkatkan produksi dan kualitas ruminansia. Secara genetika, Indonesia memilik potensi untuk pembentukan bangsa baru dengan menyilangkan ternak lokal yang ada secara terarah. Dan secara keseluruhan, perbaikan tersebut lebih menekankan pada perbanyakan populasi serta memperbaiki kualitas daging karena memiliki nilai ekonomi paling tinggi. Salah satunya dengan memanfaatkan gen stearoyl coa desaturase (SCD) untuk memperbaiki kualitas karakteristik daging. 

“Di masa depan, diharapkan ada produksi ternak jenis lain, misalnya kelinci yang pemeliharaannya mudah dan produksinya tinggi. Selain itu terdapat program peningkatan produksi kualitas susu, salah satunya dengan memperbanyak populasi ternak perah. Di Indonesia sendiri, ternak perah masih rendah sehingga diperlukan jenis ternak perah lain seperti sapi hisar atau kerbau murrah,” tambahnya.

Peningkatan kualitas susu juga dapat dilakukan dengan cara klasifikasi bibit berdasarkan produksi susu menggunakan tipe sapi perah friesian holstein (FH) memanfaatkan gen k-casein untuk meningkatkan kadar protein berdasarkan penelitian di Singosari dan Lembang. 

Di samping itu, Prof Cece menjelaskan bahwa IPB University telah mengembangkan ayam lokal bertipe D1 hingga D3 yang tahan terhadap penyakit dan dibandingkan ayam broiler, kualitasnya lebih baik dan tentunya lebih sehat. Ia juga menyebutkan bahwa jenis unggas lain seperti entok memiliki potensi sebagai sumber protein murah dan bernilai ekonomis di masa datang. 

Pada kesempatan ini, Ir Ruri Sarasono Suharsojo, alumni IPB University dari Fapet yang juga praktisi ternak lokal dari PT Rusa Adi Perkasa mengatakan usaha ternak lokal memiliki potensi di pasar besar lokal maupun luar negeri. Kualitas produk yang baik sangat penting agar dapat diterima oleh pasar sehingga usaha tersebut berkelanjutan. Usaha ternak lokal di masyarakat biasanya dilakukan perorangan dan kadang dikerjakan sebagai hobi sebagai mata pencaharian maupun pekerjaan sampingan. Terlebih lagi di masa pandemi ini, daya serap untuk prospek ternak lokal masih rendah padahal prospek pengembangannya dinilai sangat menguntungkan untuk keluar di masa krisis ini. 

Usaha pengembangan ayam Bangka di Pulau Bangka pun dinilai menjanjikan walaupun kapasitas produksinya masih rendah. Budidaya ternak lokal dalam skala kecil dapat dilakukan oleh siapa saja dengan mudah sehingga dapat dijadikan solusi keuangan di masa pandemi ini. 

“Selain itu, produksi ternak lokal di pasar, bernilai kurang dari satu persen, sehingga penting bagi masyarakat untuk turut membantu pengembangan usaha tersebut. Tahap usaha ternak lokal dapat dimulai perseorangan dari pekarangan rumah hingga bisnis startup yang saat ini telah menjamur,” ujarnya. 

Sementara itu, Ir Sugiono, MP yang menjabat Direktur Perbibitan dan Produksi Ternak, Kementerian Pertanian RI, membahas mengenai kebijakan  pemerintah dalam rangka mendorong ternak lokal sebagai basis ekonomi rakyat di masa pandemi dan pasca COVID-19.

Menurutnya, konsumsi daging per kapita di Indonesia masih rendah, namun tetap tidak berimbang pada produksi daging ternak sehingga masih harus mengimpor daging dari Australia. Pemerintah sendiri telah mengupayakan untuk mendukung produksi ternak lokal melalui bantuan penyediaan dan distribusi pakan ternak serta pemberian bantuan ternak untuk mendukung pemenuhan konsumsi daging rakyat yang masih jauh dari kondisi ideal. 

Contohnya di Balai Pembibitan Ternak Unggul (BPTU) Padang Mangatas hingga Bengkulu, jumlah sapi pesisir tercatat sudah mencapai 300 ekor dibandingkan dengan sebelumnya yang hanya mencapai 40 ekor saja. Unit Pelaksana Teknis (UPT) terkait bibit juga menjadi sangat penting karena harus menghasilkan bibit minimal tiap tahun harus berproduksi sehingga diperlukan binaan serta pengunaan teknologi untuk mendukung usaha ternak lokal tersebut.

“Sapi itu luar biasa. Kuncinya hanya satu, pakan, pakan dan pakan. Dijaga penyakitnya, dijaga manajemennya,” tutupnya (ipb.ac.id)