Diskusi terkait dengan kebijakan pangan selalu menimbulkan perdebatan panjang, khususnya mengenai urgensi swasembada pangan di Indonesia. Isu terkait swasembada daging masih terus bergulir baik terkait dengan daging sapi maupun unggas. Namun demikian, daging unggas terutama ayam negeri sudah mengalami surplus. Masalahnya, daging unggas rentan mengalami oversupply sehingga pengelolaannya agak sulit.
Menanggapi hal tersebut, dibutuhkan suatu kajian mendalam untuk membahas pengendalian oversupply perunggasan. IPB University bekerja sama dengan PATAKA (Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi ) dan AIPI (Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia) menggelar Talkshow Daring Seri-4 dengan topik “Kebijakan Berbasis Evidence dalam Pengendalian Oversupply Perunggasan”, (25/03).
Talkshow tersebut menghadirkan beberapa ahli di bidang perunggasan dan juga pihak pemerintah.
Dalam kesempatan tersebut, Prof Muladno Basar Guru Besar IPB University dari Fakultas Perternakan turut menyampaikan penerapan konsep Sekolah Peternakan Rakyat (SPR) yang dinilai akan membantu para peternak kecil untuk bertahan hidup di industri perunggasan. Ia menyebutkan bahwa secara makro, kondisi industri perunggasan saat ini cukup mengkhawatirkan. Penurunan harga ayam hidup telah berlangsung sekitar dua tahun terakhir dan makin diperparah oleh pandemi COVID-19. Di sisi lain, harga daging ayam tetap tinggi sehingga menyebabkan oversupply. Hal tersebut mengindikasikan ada sesuatu hal yang janggal sehingga peternak kecil sangat dirugikan.
Dikatakannya, penampungan live bird untuk menyimpan unggas dalam bentuk hidup maupun beku juga belum ada kesiapan yang jelas. Padahal dengan adanya penampungan live bird akan membantu menurunkan harga daging ayam di pasaran.
“Sehingga perlu ada kebijakan pemerintah yang lebih komprehensif, namun tidak harus selalu bergantung pada pemerintah dan juga bias ke peternak rakyat untuk tegaknya keadilan ekonomi,” ungkapnya.
Berdasarkan data supply dan demand per tahun 2021, kejadian oversupply sudah hampir menyentuh setengah milyar ekor. Untuk membantu mengatasi masalah tersebut dan mendongkrak kesejahteraan peternak rakyat, ia menekankan pentingnya pengimplementasian SPR sebagai salah satu jalan yang dinilai efektif. Kegiatan tersebut berguna untuk membangun sinergi antara pemerintah, koperasi, perguruan tinggi (IPB University) dengan mitra bisnis yang kini masih dalam tahap perintisan.
“Jadi semua harus terikat, komitmen perguruan tinggi sebagai penyedia IPTEK serta menjaga independensi dan kredibilitas, sedangkan pemerintah kabupaten menjamin regulasi yang kondusif, lalu pemerintah pusat selalu mendukung kebutuhan koperasi untuk tetap bersatu, asalkan koperasi selalu komitmen,” urainya.
Dengan begitu, menurutnya peternak kecil dapat mudah untuk menjalin kerjasama dengan berbagai vendor serta melakukan kegiatan budidaya dan farm estate. Sehingga ada kesempatan untuk mengembangkan ekonomi, pendidikan dan rekreasi dengan dikawal oleh empat instansi. Sedangkan produk yang dihasilkan dapat berbentuk trading maupun langsung dijual ke pasaran.
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan yang diwakili Koordinator Unggas dan Aneka Ternak, Iqbal Alim menyebutkan bila pemerintah sendiri telah berupaya mengatasi oversupply dengan jalan cutting atau penyesuaian produksi. Pelaksanaan cutting tersebut dilakukan melalui pengawasan untuk memastikan pelaksanaannya sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP).
Selain itu, dikatakannya, upaya perlindungan peternak UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) dilakukan dengan merujuk kepada Permentan No. 13 Tahun 2017 tentang Kemitraan Usaha Peternakan. "Dengan didukung model kerjasama yang bersifat saling ketergantungan dimana perusahaan terintegrasi memberikan jaminan terhadap kelompok peternak untuk menciptakan harga pasar yang sesuai, " jelasnya (ipb.ac.id)