Prof Ronny Rachman Noor, Guru Besar IPB University, Geneticist dan Pemerhati Pendidikan dan Kebudayaan menyebutkan COVID-19 mulai menulari hewan.  Ia mengamati bahwa sampai saat ini para ilmuwan mengatakan tidak ada bukti bahwa hewan memainkan peran penting dalam menyebarkan penyakit kepada manusia. "Namun data di lapangan menunjukkan bahwa telah terjadi penularan COVID-19 pada berbagai spesies di seluruh dunia seperti anjing, kucing, kera dan cempelai (mink), " jelasnya.

Kasus penularan COVID-19 pada kucing dan anjing telah dilaporkan di beberapa negara. Kasus pertama positif COVID-19 di dunia pada anjing dilaporkan terjadi di Hongkong, sedangkan kasus pertama kucing yang dites positif terjadi di Inggris pada bulan Juli 2020 lalu.

Kasus pertama yang terjadi di Amerika terjadi pada seekor harimau di Kebun Binatang Bronx di New York. Belakangan dinyatakan bahwa delapan gorila di Kebun Binatang San Diego di California positif COVID-19. Diduga hewan tersebut sakit setelah terpapar oleh penjaga kebun binatang yang terinfeksi COVID-19.

“Masalah yang lebih serius terjadi pada cempelai (mink) yang merupakan hewan semi akuatik yang dibudidayakan untuk diambil bulunya. Beberapa negara telah melaporkan infeksi pada mink dan dalam beberapa kasus sangat parah dan mengalami kematian,” ujarnya.

Angka penularan terbesar pada mink terjadi di Denmark yang menyebabkan negara ini mengambil keputusan untuk memusnahkan jutaan hewan dan menutup industri peternakan mink ini sepenuhnya hingga tahun 2022.

Hal yang paling mengkhawatirkan menurut Prof Ronny adalah adanya bukti  bahwa cempelai telah menularkan virus yang telah bermutasi kembali ke manusia.  Dari berbagai kasus yang telah dilaporkan penularan ini diduga terjadi dari manusia ke hewan peliharaan, namun jika di kemudian hari terjadi penularan kembali dari hewan ke manusia dengan varian virus hasil mutasi maka pandemi korona ini akan semakin sulit untuk dikendalikan.

Penularan virus COVID-19, yang bukan tidak mungkin akan meluas ini, juga memberikan sinyal lampu merah bagi hewan-hewan langka seperti gorilla dan hewan langka lainnya, karena dapat menjadikan hewan yang sudah bertatus langka ini akan semakin langka.

“Para ahli juga khawatir bahwa, jika virus menyebar luas di antara hewan, virus varian baru hasil mutasi dapat muncul. Secara teori, varian ini diprediksi resisten terhadap vaksin yang saat ini sedang diluncurkan di seluruh dunia,” terangnya.

Pertanyaan terbesar yang muncul adalah apakah perlu dikembangkan vaksin khusus untuk hewan agar rantai penularan ini tidak semakin panjang dan dapat segera diputus?

Kekhawatiran akan terjadi penularan kembali dari hewan ke manusia dengan virus yang telah mengalami mutasi memunculkan pemikiran diperlukannya vaksin COVIDd-19 khusus untuk hewan.

Hal ini menurutnya diperlukan tidak saja untuk memutus rantai penularan antar manusia ke hewan dan antara hewan, namun juga mengantisipasi penularan balik dari hewan ke manusia. Perlu diketahui bahwa virus yang telah mengalami mutasi pada hewan jika menular kembali pada manusia diperkirakan daya tularnya akan lebih cepat dan lebih berbahaya.

“Rusia tercatat sebagai negeri pertama di dunia yang berhasil mengembangkan dan memproduksi vaksin COVID-19 khusus untuk hewan dan telah disetujui penggunaannya bulan ini. Vaksin yang diproduksi Rusia ini dinamakan Carnivak-Cov yang dapat digunakan pada anjing, kucing, mink, rubah serta hewan lainnya,” tuturnya.

Hasil uji klinis vaksin ini telah dilakukan pada bulan Oktober tahun lalu dan menghasilkan antibodi 100 persen pada semua hewan yang divaksin. Jenis vaksin khusus untuk hewan juga telah dikembangkan oleh perusahaan farmasi Amerika, Zoetis, sejak tahun lalu. Vaksin yang dihasilkan dinilai aman dan efektif pada kucing dan anjing. Vaksin ini juga telah diujicobakan pada gorilla.

Hasil ujicoba pada Orangutan dan Bonobo tidak menimbulkan reaksi negatif dan akan segera diuji antibodinya. Dengan adanya penularan dan penyebaran COVID-19 pada hewan ini ke depan diperkirakan disamping pengembangan vaksin untuk manusia juga akan dikembangkan secara luas vaksin khusus untuk hewan.

Apa yang harus kita lakukan?  “Sebagaimana yang terjadi kasus pada manusia, sambil menunggu pengembangan vaksin khusus untuk hewan, maka protokol kesehatan juga harus diterapkan jika kita berdekatan dengan hewan. Hal tersebut diperlukan untuk mengurangi penularan baik dari manusia hewan peliharaan dan hewan liar ataupun penularan sebaliknya dari hewan ke manusia,” terangnya.

Apabila situasinya memungkinkan, anjing peliharaan dapat saja diberi kesempatan untuk keluar ke taman rumah.  “Jika kita memiliki anjing yang sudah terbiasa keluar rumah dan perlu diajak jalan-jalan di sekitar rumah, maka sebaiknya agar tidak terlalu banyak keluar rumah. Jika keluar rumag, maka waktunya disesuaikan dengan jadwal olahraga kita dengan tetap menjaga jarak dengan orang lain sesuai dengan protokol kesehatan yaitu minimal dua meter,” imbuhnya.

Namun sebaliknya untuk kucing, sebaiknya dikurung di dalam ruangan saja. Sesekali jika memiliki kesempatan kucing dapat keluar rumah sebentar dan usahakan kucing kita tidak berinteraksi dengan kucing lainnya.

“Di samping itu kita juga harus secara rutin membersihkan tempat makanan dan minuman setiap hari, demikian juga dengan tempat kotorannya. Saat membersihkan peralatan ini gunakan masker dan cuci tangan dengan menggunakan sabun yang mengandung disinfektan setelah selesai mencuci. Hal lain yang juga harus diperhatikan adalah jika kita sedang sakit lakukan pembatasan kontak dengan hewan peliharaan kita,” tambahnya (ipb.ac.id)