News


  • Di era disrupsi seperti saat ini, manusia dituntut untuk bisa dinamis, kreatif, serta adaptif. Kemampuan merancang bisnis merupakan salah satu modal yang penting untuk dimiliki agar mampu beradaptasi. Untuk itu, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Peternakan, IPB University menyelenggarakan webinar Business Plan and Career Development, (22/08).

    Kegiatan ini diselenggarakan sebagai wadah bagi mahasiswa IPB University, khususnya yang saat ini sedang menempuh pendidikan di Fakultas Peternakan, untuk mempersiapkan bekal dalam menghadapi dunia pasca kampus.  Webinar yang mengangkat tema Career Revolution in Pra and Post Pandemic Era tersebut mengundang Frans Marganda Tambunan, Direktur Komersial PT Rajawali Nusantara Indonesia (persero) sebagai pembicara.

    “Skill business plan ini sangat penting bagi mahasiswa baik yang akan lulus maupun yang baru memasuki perkuliahan di departemen agar adik-adik mahasiswa mempunya life mapping. Mau seperti apa kehidupan di masa depan nanti, ini harus direncanakan,” kata Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Fakultas Peternakan IPB University, Prof Irma Isnafia Arief.

    Sejalan dengan yang disampaikan Prof Irma, Wakil Dekan bidang Sumberdaya, Kerjasama dan Pengembangan Fakultas Peternakan, Dr Sri Suharti menyebutkan bahwa sebanyak dua belas persen alumni peternakan berkarir di bidang wirausaha. Angka tersebut cukup tinggi, baik di IPB University sendiri maupun di tingkat nasional. Mahasiswa yang memiliki passion wirausaha juga mendapat dukungan dengan adanya program merdeka belajar.

    “Kurikulum K2020 memberi keleluasaan bagi para mahasiswa terutama yang ingin mengambil merdeka belajar di bidang kewirausahaan. Ada satu channel tersendiri yang disetarakan dengan 20 SKS (Satuan Kredit Semester),” papar Dr Sri Suharti.

    Sementara itu, Frans Marganda menyebutkan bahwa meski di tahun 2020-2021 terjadi disrupsi yang sangat besar dan cepat, namun justru di tahun-tahun tersebut banyak orang yang berani memulai wirausaha. Hal tersebut dibuktikan dengan data yang dikeluarkan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2020 pengajuan Nomor Induk Berusaha (NIB) justru didominasi oleh Usaha Mikro Kecil menengah (UMKM) yakni sebesar 81 persen.

    Menurutnya, dari data tersebut maka dapat diambil kesimpulan bahwa untuk memulai wirausaha perlu keberanian untuk mengambil risiko. Membuat perencanaan yang terbaik serta tidak menunda-nunda. Bisa memanfaatkan waktu yang dimiliki saat ini untuk meningkatkan skill baik itu soft skill maupun hard skill.

    Hal tersebut karena ia percaya bahwa keberuntungan ialah formulasi antara kesiapan dan kesempatan. Keberuntungan akan terwujud saat kita mampu mempersiapkan diri ketika kesempatan itu datang. Membangun relasi atau jejaring juga tak kalah penting, yakni dengan aktif di berbagia kegiatan sesuai dengan passion yang dimiliki.

    “Kemudian cari mentor yang sesuai dengan passion kalian. Tirulah 60 persen langkah mentor tersebut dan kreasikan 40 persen dengan gaya kalian sendiri,“ ujar Alumnus Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan IPB University Angkatan 33 ini.

    Di akhir sesi ia mengingatkan kepada peserta untuk banyak berdoa dan mendekatkan diri dengan Tuhan yang Maha Kuasa. Hal tersebut ia ambil dari pengalaman pribadi maupun koleganya bahwa banyak sekali hal-hal di luar kontrol yang mana hanya tangan Tuhan yang mampu menyelesaikannya(ipb.ac.id)

  • Himpunan Mahasiswa Nutrisi dan Makanan Ternak (Himasiter), Fakultas Peternakan IPB University gelar webinar “Revitalisasi Pakan dan Teknologi Presisi sebagai Alternatif Swasembada Unggas di Era Society 5.0”, (26/6). 

    Webinar ini menghadirkan Prof Sumiati, Guru Besar Fakultas Peternakan IPB University dan Dr Audy Joinaldy, Ketua Umum Himpunan Alumni Peternakan IPB University (HANTER) sekaligus Wakil Gubernur Sumatera Barat sebagai pembicara.
     
    Prof Sumiati memberikan materi mengenai revitalisasi bahan baku pakan lokal menuju swasembada unggas. Menurutnya, permasalahan terkini pada peternakan salah satunya adalah kebutuhan beberapa raw material atau bahan baku pakan ternak unggas yang masih mengandalkan dari pasokan impor.
     
    "Beberapa fakta terkait hal ini, bahwa bahan baku pakan, terutama soybean meal 100 persen impor. Secara volume, bahan baku impor itu hanya sekitar 35 persen dari formula memproduksi pakan ternak. Tapi secara value, komposisi nilainya itu bisa 50-60 persen dari total feed (pakan) yang dibuat. Tahun 2022/2023, Indonesia diprediksi akan membutuhkan 5,6 juta ton pasokan soybean meal," jelas Prof Sumiati.
     
    Menurut Prof Sumiati, salah satu solusi mengatasi permasalahan pakan adalah dengan revitalisasi bahan pakan lokal. Contoh bahan baku lokal potensial sumber energi seperti jagung, dedak padi, sorgum dan gaplek/singkong. Serta bahan pakan sumber protein seperti kacang koro pedang, maggot serta bungkil inti sawit.
     
    Dr Audy memberikan materi mengenai potensi pengembangan teknologi presisi dalam peternakan unggas era society 5.0. Ia memaparkan, revolusi society 5.0 bertujuan untuk mempercepat transformasi masyarakat yang mendukung kemajuan ekonomi dan sosial dengan mengintegrasikan ruang maya dan ruang fisik. 

    “Faktanya, industri unggas merupakan sektor utama perekonomian nasional yang memasok 65 persen protein hewani bagi masyarakat Indonesia. Industri unggas juga berkontribusi sebesar 10 persen dalam penyerapan tenaga kerja nasional,” ungkap Dr Audy.

    Lebih lanjut ia menjelaskan, untuk meningkatkan value dan standar produk perunggasan dapat dilakukan dengan menggunakan Internet of Things (IoT) dalam Good Farming Practices (GFP) certificate. 

    Beberapa manfaat implementasi IoT antara lain pemeliharaan yang sehat, mengurangi beban kerja, mengurangi cost, meningkatkan produktivitas, meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya, meningkatkan kualitas data dan pengambilan keputusan berdasarkan data. 

    “Adanya krisis akibat pandemi COVID-19 menyebabkan perubahan besar dalam pola hidup konsumen. Orang yang dapat membaca situasi perubahan pola tersebut dapat memanfaatkannya sebagai peluang bisnis dan dapat menggerakkan ekonomi lebih, termasuk dalam industri perunggasan” tandasnya (ipb.ac.id)

  • Himpunan Mahasiswa Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (Himaproter) Fakultas Peternakan IPB University belum lama ini mengadakan Webinar Unggas Nasional 2020 dengan mengusung tema Menilik Dampak Pasca Pelarangan Antibiotic Growth Promotor (AGP) Terhadap Peternakan Unggas. Kegiatan ini menghadirkan salah satu Guru Besar Fakultas Peternakan, IPB University Prof Dr Niken Ulupi dan Lulusan Terbaik Program Magister IPB University 2019 yaitu Brahmadhita Pratama Mahardika, SPt, MSi.

    Dalam paparannya, Prof Niken menyampaikan materi mengenai sistem kekebalan unggas dan peran Imunomodulator sebagai pengganti Antibiotic Growth Promotor (AGP). Dijelaskan bahwa konsumsi protein hewani dari ternak unggas di Indonesia mencapai 87.94 persen, sehingga untuk menghasilkan produk olahan dari unggas yang aman untuk dikonsumsi manusia harus dilakukan manajemen ternak yang cukup baik.

    Sementara itu, Brahmadhita Pratama Mahardika menyampaikan materi mengenai dampak dan alternatif penggunaan AGP. Menurutnya, penggunaan AGP pada pakan ternak unggas akan menimbulkan beberapa masalah seperti menyisakan residu pada produk ternak yang dihasilkan.

    “Sehingga kita sebagai anak muda bangsa Indonesia harus menciptakan inovasi agar penggunaan AGP ini tidak ada lagi, tetapi dari sisi produksi tetap menguntungkan bagi peternak atapun konsumen,” ujarnya (ipb.ac.id)

  • Dalam rangka menyambut bulan suci Ramadhan, Fakultas Peternakan (Fapet) IPB University menggelar kegiatan Gerakan Fapet Sehat yang diawali dengan Jalan Pagi Sehat (Japas) dengan rute sekitar kampus IPB Darmaga. Sebanyak 86 orang warga Fapet yang terdiri dari pimpinan, dosen, tenaga kependidikan, tenaga kebersihan serta Agrianita mengikuti kegiatan tersebut pada 25/3.

    Gerakan Fapet Sehat diinisiasi oleh Wakil Dekan Bidang Sumberdaya, Kerjasama dan Pengembangan Fakultas Peternakan Dr. Sri Suharti “Acara jalan pagi sehat merupakan rangkaian gerakan fapet sehat. Selama masa pandemi aktivitas terbatas secara offline, ketika sudah mulai relaksasi kita lakukan jalan pagi sehat” jelasnya.  Selain itu, Fakultas Peternakan juga mengadakan lomba kebersihan untuk memberi penghargaan kepada para tenaga kebersihan supaya mereka lebih termotivasi lagi di dalam kinerjanya dan menjaga kebersihan di lingkungan Fakultas Peternakan.

    Dekan Fakultas Peternakan IPB University, Dr Idat Galih Permana hadir dan memberikan semangat kepada para peserta seusai mengelilingi kampus sejauh 2 kilometer. “Sudah kedua kali kita mengadakan japas, sudah lama kita tidak melakukan kegiatan bersama. Hari ini juga kita akan mengumumkan juara lomba kebersihan yang beberapa waktu lalu kita lakukan penilaian oleh ibu-ibu agrianita yang bertujuan untuk kita menciptakan kebersihan dari seluruh lingkungan kampus. Pada akhirnya yang paling penting adalah kebersamaan dan silaturahmi kita” ungkapnya. 

    Dalam kesempatan tersebut hadir pula WR 4 IPB Prof. Erika B. Laconi. “Silaturahim ini harus tetap terjaga, karena dengan tugas yang banyak, kita harus sehat. Oleh sebab itu jalan pagi ini kalau bisa dirutinkan saja sebulan sekali, karena dengan keluar mungkin virus tidak akan ikut kita. Semakin banyak kita di rumah semakin banyak penyakit yang ada di kita. Saran saya semuanya mari kita mulai masuk ke kampus” ujarnya. Beliau juga berpesan agar  semua dosen dan tendik bekerjasama membantu fakultas peternakan untuk berkembang dan maju karena kita adalah Godfathernya untuk di peternakan.

    Acara ini juga menghadirkan tausiyah Ramadhan oleh Prof. Anuraga Jayanegara. Dalam tausiyahnya beliau menyampaikan perihal kewajiban berpuasa. “Ternyata puasa itu lintas syariat, lintas umat, tujuannya agar kita semua menjadi orang yang bertakwa” jelasnya setelah mengutip surat Al Baqarah ayat 183. Prof. Anuraga juga dengan mengurai mengenai ketakwaan baik secara vertikal, horizontal maupun berkaitan dengan lingkungan/alam semesta serta menjelaskan mengenai tingkatan ibadah puasa, apa-apa saja yang dilakukan selama bulan ramadhan serta  kaitan sejarah dan kejadian yang terjadi pada bulan ramadhan. (Femmy).

  • Dalam rangka meningkatkan kesehatan dan kebugaran, sebanyak 75 orang civitas akademika Fakultas Peternakan IPB yang terdiri dari pimpinan, dosen tenaga kependidikan, tenaga kebersihan serta Agrianita di lingkungan Fakultas Peternakan IPB, mengikuti Gerakan FAPET Sehat berupa Jalan Pagi Sehat (Japas) yang dilaksanakan pada Jumat (14/1) pagi.

    Dekan Fakultas Peternakan IPB Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc.Agr hadir dan memberikan semangat kepada para peserta Japas serta menjelaskan maksud dan tujuan diadakannya acara tersebut.  “Karena kita akan melaksanakan pembelajaran tatap muka, SDM di Fapet punya stamina yang bagus, maka dilakukanlah kegiatan ini” ungkapnya.

    Rute Japas diawali di titik kumpul parkiran Fapet IPB, para peserta berjalan menyusuri rute jogging track melintasi Fakultas Kedokteran Hewan lalu berbelok menuju laboratorium lapangan dari Blok A sampai ke blok C dan kembali lagi berakhir di D-Ranch Kebun Agrianita Fapet IPB. Para peserta beristirahat dan menikmati hidangan yang tersedia setelah menempuh kurang lebih 4 Km berjalan kaki.

    Salah satu tendik yang hadir yaitu Eka Koswara mengaku sangat antusias mengikuti acara ini “Saya harap kegiatan ini dapat berlanjut demi kesehatan dan kebersamaan dan juga untuk meningkatkan imun di saat pandemi dan juga untuk eksistensi dari Fapet” jelas tendik yang juga sebagai Pengelola Laboratorium Lapangan Terpadu Fapet IPB. (Femmy/Sri Suharti)

  • Pembukaan Gerakan Protein Sehat (GPS) 2017 telah dilakukan di Yayasan RA dan MI Yapemas di Desa Situ Udik, Cibungbulang, Bogor pada hari Minggu,  7 Mei 2017. Acara pembukaan  diawali dengan pembukaan dari panitia GPS 2017, sambutan dari Dekan Fakultas Peternakan yang diwakili oleh Iyep Komala, S.Pt., M.Si., sambutan dari Bpk.Agus Thoriqin selaku ketua RW, dan sambutan dari Sekretaris Desa Situ Udik.

    Acara kemudian dilanjutkan dengan senam bersama yang diikuti oleh Warga Desa Situ Udik, siswa yayasan Yapemas, panitia GPS 2017. Lalu dilanjutkan dengan pembagian susu dan telur gratis untuk seluruh warga Desa Situ Udik dan siswa Yayasan Yapemas. Rangkaian acara selanjutnya adalah lomba mewarnai untuk siswa RA, menggambar untuk siswa MI Yapemas kelas 1,2 dan 3, menonton film untuk siswa kelas 4,5, dan 6, dan demo membuat kerupuk susu untuk para warga desa. Acara ditutup dengan pengumuman pemenang lomba dan pemberian hadiah kepada pemenang.

    Gerakan Protein Sehat adalah mega program kerja dari fakultas peternakan yang melibatkan 3 organisasi kemahasiswaan di  FAPET IPB, yaitu BEM, HIMAPROTER, dan HIMASITER. Kegiatan ini merupakan yang pertama di Fakultas Peternakan. Dengan adanya gerakan ini, diharapkan masyarakat dapat lebih memahami pentingnya protein sehat bagi tubuh manusia.

  •  

    Gerakan Protein Sehat, Ormawa Fapet IPB University Ajak Masyarakat Rutin Konsumsi Susu dan TelurDalam rangka meningkatkan konsumsi susu dan telur di Indonesia, organisasi mahasiswa (Ormawa) se-Fakultas Peternakan IPB University bersama Ikatan Senat Mahasiswa Peternakan Indonesia (Ismapeti) dan Dedikasi Kita mengadakan kegiatan Gerakan Protein Sehat di Desa Sinarsari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor (4/11).

    Ormawa Fapet IPB University tersebut meliputi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Himpunan Mahasiswa Produksi Peternakan (Himaproter) serta Himpunan Mahasiswa Nutrisi dan Makanan Ternak (Himasiter). Kurang lebih 40 kilogram telur, sumbangan dari alumni Fapet IPB University dan 6 karton susu dibagikan secara gratis.

    “Kami telah melaksanakan kegiatan sosialisasi terkait pentingnya konsumsi susu dan telur ini kepada mahasiswa, anak-anak dan masyarakat Desa Sinarsari. Pada akhir Oktober lalu, kami menyosialisasikan serta membagikan susu dan telur kepada mahasiswa IPB University di event Agrisymphony 2023 di pelataran koin IPB University,” ungkap Dodi selaku koordinator kegiatan.

    Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), konsumsi susu di Indonesia per kapita pada 2021 mencapai 16,27 kilogram per tahun. Jumlah ini tergolong rendah jika merujuk pada standar Organisasi Pangan dan Pertanian atau Food and Agriculture Organization (FAO). FAO menetapkan batas rendah konsumsi susu sebesar 30 kilogram per kapita per tahun.

    Adapun data United Nation Development Program (UNDP), Indonesia menempati peringkat 114 berdasarkan Indeks Pembangunan Asean (HDI Rank) tahun 2021. Peringkat ini jauh di bawah negara Asia Tenggara lainnya seperti Singapura (peringkat 12), Brunei (peringkat 51), Malaysia (peringkat 62) dan Thailand (peringkat 66).

    “Di samping itu, studi menunjukkan konsumsi protein hewani yang rendah pada anak usia prasekolah dapat mengakibatkan mereka berbakat normal menjadi subnormal atau bahkan defisien. Oleh karena itu, perlu adanya upaya peningkatan konsumsi protein hewani sebagai program pencerdasan masyarakat Indonesia,” tambah Dodi.

    Kegiatan serupa juga dilaksanakan bersama ibu dan anak di Desa Sinarsari. Acim selaku Kepala Seksi (Kasi) Pemerintah Desa Sinarsari menyampaikan, “Terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan ini. Semoga kegiatan seperti ini rutin dilakukan oleh mahasiswa untuk memberikan edukasi kepada masyarakat agar dapat menerapkan gaya hidup sehat (ipb.ac.id)

  • Indonesia merupakan negara yang kaya dengan keanekaragaman hayati, salah satunya tanaman herbal. Tanaman herbal yang memiliki kegunaan dan nilai lebih, sering digunakan sebagai pengobatan alternatif. Namun, saat ini masyarakat Indonesia semakin kurang mengenal manfaat dan khasiat dari tanaman herbal. Guna mengatasi permasalahan tersebut, lima mahasiswa IPB University membuat sebuah green souvenir berupa benih tanaman herbal dengan tujuan untuk meningkatkan kembali eksistensi dari tanaman tersebut.

    Lima mahasiswa tersebut adalah Deo Prastyo, Tri Widya Putri, Ainur Rahmah, Yoga Dwi Syahputra, dan Muhammad Surya Fadhlurrohman. Produk green souvenir berupa bola-bola benih tanaman herbal yang dibuat oleh tim tersebut digagaskan dalam Program Kreativitas Mahasiswa Kewirausahaan (PKM-K) dengan judul “SEBAP (Seed Bombs Herbal Plants): Inovasi Green Souvenir Berbasis Benih Praktis dalam Meningkatkan Eksistensi Tanaman Herbal Nusantara”. PKM-K tersebut di bawah bimbingan dosen IPB University yakni Muhammad Baihaqi, S.Pt, M.Sc.

    “Ide ini bermula dari banyaknya permasalahan lahan tandus di luar negeri dan masyarakatnya mulai menghijaukan lahan dengan membuat bola benih tanaman. Bola benih tersebut bertujuan menjaga benih agar tidak rusak atau dimakan serangga. Oleh karena itu, kami mencoba membuat bola benih tanaman berisi benih tanaman herbal untuk mengenalkan kembali tanaman herbal pada masyarakat Indonesia,” tutur Deo selaku ketua tim SEBAP ini.

    Green souvenir yang dirancang oleh Tim SEBAP ini terdiri atas beberapa jenis tanaman herbal, seperti akar kucing, kemangi wulung, mahkota dewa, sawi, okra, cabe jawa, dan sambiloto. Sasaran pembuatan green souvenir ini adalah orang tua yang memiliki anak usia 7-15 tahun serta mahasiswa. Hal tersebut ditujukan agar edukasi terkait khasiat dan manfaat tanaman herbal masyarakat Indonesia semakin meningkat.

    “Produk ini kami bandrol sebesar Rp 6 ribu - Rp 12 ribu tergantung jenis benih tanaman herbal dan kemasannya. Kami menyediakan dua kemasan, yakni gelas kaca kecil dan kain perca. Sejauh ini, kami sudah menjual produk ini di media sosial seperti line, whatsapp, dan instagram kami di @obombs.store,” tambah Deo.

    Konsumen yang membeli green souvenir tanaman herbal tersebut dapat melakukan perawatan selanjutnya. Dimulai dengan penyiraman rutin dua kali sehari hingga benih tanaman mengalami pertumbuhan. Berikutnya, benih tersebut bisa dipindahkan ke lahan dan dirawat hingga tanaman herbal siap dipanen. 

    “Harapan kami dengan adanya produk green souvenir ini dapat menginspirasi masyarakat luas untuk turut mengembangkan dan menginovasi produk semacam ini, serta dapat mendukung gerakan back to nature,” tutup Deo (ipb.ac.id)

  • Sekitar 50 Persen penyumbang protein dalam pakan unggas berasal dari bungkil kedelai yang masih bergantung pada impor. Perlu dicari bahan potensial pengganti protein bungkil kedelai. Tiga mahasiswa IPB University, Program Studi Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan yaitu Muhammad Agung Dwi Putra, Rina Sri Wulandari dan Ani Damayanti mencoba membuat ransum untuk unggas menggunakan sumber protein hijauan. 

    Kelompok Program Kreativitas Mahasiswa Bidang Penelitian (PKM-PE) 2019 yang mendapat pendanaan dari Kemenristekdikti ini memanfaatkan indigofera sebagai sumber protein dalam pakan unggas. Agung selaku ketua menjelaskan bawa ada empat kriteria bahan dapat dijadikan bahan baku pakan yaitu ketersediaan, zat anti nutrisi, harga dan kemudahan pengolahan. "Kita temukan bahan baku potensial yaitu indigofera. Indigofera memenuhi keempat kriteria tersebut. Selain kadar proteinnya yang tinggi, tanaman ini sudah banyak dibudidayakan, kadar antinutrisi indigofera sangat kecil dibandingkan hijauan lain, harganya sekitar Rp 4 ribu per kilogram dan pengolahannya cukup dikeringkan. Karena itu indigofera dipilih sebagai pensubstitusi protein bungkil kedelai,” ujarnya.

    Namun pada indigofera terdapat kendala yaitu tingginya serat yang membuat sulit dicerna oleh unggas. Hal ini menjadi tantangan bagi tim yang dibimbing oleh Dr Ir Muhammad Ridla ini. Untuk mengatasi ini Agung dan tim menambahkan beberapa enzim dalam ransum untuk meningkatkan kecernaan pakannya. "Untuk meningkatkan kecernaan kita coba tambahkan tiga macam enzim pada ransum ini.  Enzimnya yaitu protease, phytase dan Non Starch Polysaccharide (NSP).  Setelah diuji coba ditemukan bahwa kecernaan ransum bungkil kedelai masih terbaik. Pada ransum berbasis indigofera tanpa penambahan enzim kecernaannya sedikit turun. Namun setelah diberikan enzim ternyata mampu meningkatkan kecernaan ransum berbasis indigofera. "Ketiga enzim ini meningkatkan kecernaan dengan nilai yang berbeda karena keefektifan tiga enzim tersebut juga berbeda. Dari ketiga enzim, NSP yang paling efektif diberikan pada ransum berbasis indigofera berdasarkan nilai kecernaannya,” tuturnya.

    Enzim yang diberikan dalam bentuk serbuk dicampurkan ke dalam ransum ayam. Umumnya bahan ransum yang tinggi serat membuat unggas makan sedikit, cepat kenyang namun kebutuhan nutrisi belum tercukupi. "Dengan adanya enzim ini ternyata mampu meningkatkan konsumsi ransum. Selain itu enzim mampu mempertahankan zat makanan dalam tubuh untuk dicerna sehingga tidak ikut terbuang menjadi kotoran,” jelasnya. Tim peneliti ini menyimpulkan bahwa indigofera dapat mensubstitusi protein dari bungkil kedelai sehingga mampu menurunkan jumlah pemakaian bungkil kedelai pada ransum. "Namun saran dari kami untuk tetap menggunakan enzim untuk meningkatkan kecernaannya, karena penggunaan enzim mampu meningkatkan efisiensi penggunaan nutrien,” tandasnya (ipb.ac.id)

  • Fakultas Peternakan (Fapet) IPB University menggelar talkshow bertajuk Model Bisnis Plasma Inti Larva BSF Berbasis Ekonomi Masyarakat. Acara ini merupakan bagian dari IPB Innovation EXPO 2023 yang diselenggarakan di Botani Square Mall Bogor (30/09). Menghadirkan Prof. Nahrowi, Guru Besar Fapet IPB dengan keahlian bidang teknologi pakan ini memfokuskan pembicaraan pada model bisnis  maggot untuk pakan alternatif meat bone meal (MBM) pada industri pakan unggas, ikan dan babi.  Maggot  merupakan pakan yang terbuat dari larva Black Soldier Fly (BSF).  Selama ini kita import MBM karena Indonesia belum dapat membuatnya.  Prof. Nahrowi lalu menyampaikan bahwa MBM ini dapat digantikan keberadaannya apple to apple oleh maggot dalam ransum unggas, ikan dan babi. Bisnis maggot ini sangat menjanjikan mengingat industri pakan saat ini mengimpor MBM sekitar satu juta ton pertahun atau setara dengan 10 triliun rupiah.

    Dalam pemaparannya, Prof. Nahrowi menjelaskan alasan mengapa maggot menjadi pilihan yang tepat.   Salah satunya adalah kemampuan maggot untuk tumbuh dan berkembang dengan baik menggunakan media sampah organik yang tersedia, yang jumlahnya sekitar 53% dari total sampah di Indonesia, sekitar 30 juta ton per tahun.  "Model bisnis yang saya tawarkan adalah masyarakat tidak perlu melakukan seluruh proses mulai dari pemeliharaan hingga pengeringan maggot. Kami hanya meminta masyarakat untuk melakukan tahap pembesaran saja, sementara tahap lainnya akan ditangani oleh pihak lain," jelas Prof. Nahrowi. Tahap awal melibatkan pendistribusian bibit maggot yang berusia 5 hari kepada masyarakat. Kemudian, masyarakat akan bertanggung jawab untuk membesarkan maggot tersebut selama 10 hari, sehingga dalam waktu 15 hari, maggot sudah siap untuk diambil. Prof. Nahrowi menegaskan bahwa bisnis ini sangat jelas karena konsumennya adalah industri pakan. Model bisnis ini terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok pembesaran oleh masyarakat desa dan kota, beberapa kelompok pembibitan yang hanya ada di kabupaten atau kota, dan beberapa kelompok pengolahan yang beroperasi di tingkat Provinsi.

    Talkshow yang sangat informatif ini dihadiri oleh berbagai kalangan. Dalam sesi diskusi, Muhammad Rizis Maulana, seorang mahasiswa Sekolah Vokasi IPB, berbagi pengalamannya di Prodi Pengembangan Masyarakat. Saat ini, ia sedang menjalani magang di Desa Sukaharja, Ciomas, dan sedang aktif mengembangkan budidaya maggot. Selain itu, ia juga berminat untuk menjalin kerjasama dengan Prof. Nahrowi.

    Peserta lain yang juga tertarik adalah Andi, pengunjung mall dari kalangan masyarakat umum yang antusias mengikuti talkshow tersebut “Saya concern pada masalah sampah dan berminat mengikuti training bisnis maggot yang bekerjasama dengan Prof. Nahrowi”ujarnya. (Femmy)

  • Guru Besar Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (IPTP), Fakultas Peternakan (Fapet) IPB University Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc. dan Prof. Dr.agr Asep Gunawan, S.Pt, M.Sc, menerima penghargaan People of The Year 2022 Dalam rangka memperingati hari ulang tahun Metro TV (24/11) di Grand Studio Metro TV, Jakarta

    Dalam gelaran tersebut, Prof. Cece Sumantri mendapatkan penghargaan untuk kategori of the year : Innovator of The Year For Food and Agriculture Technology.  Berkat inovasinya, Prof. Cece dan tim berhasil menghasilkan rumpun baru ayam lokal pedaging yang memiliki kemampuan tumbuh cepat dengan kualitas daging yang baik dan tahan terhadap penyakit newcastle disease dan salmonella. Melalui penemuan ini pula, industri pembibitan, pakan, serta budidaya ayam lokal berkembang dengan baik.

    “Awalnya saya pernah mengajukan ayam IPB D1 ke BIC (Business Innovation Center) 113 Inovasi Nasional dan beberapa paten innovasi dari BRIN dan Metro TV juga melihat rekam jejak di lapangan, khususnya untuk ayam IPB. Saya juga ada beberapa binaan,  kalau yang banyak terlibat di masyarakat itu yang Sinar Harapan Farm berlokasi di Jampang Tengah, Sukabumi (semacam agrotech di pedesaan) yang menjadi pusat pelatihan, masyarakat sekitar, pemda-pemda kabupaten, terutama dari dinas-dinas peternakan. Jadi model peternakan ayam IPB D1 hulu hilir dari mulai penetasan sampai  instalasi pengolahan limbah. Selain itu juga ada riset inovatif, lalu ada juga kedaireka. Program-program itu saling menguatkan. Semua terdokumentasi dengan baik, sehingga para juri tertarik” jelas Prof. Cece pada wawancara secara khusus pada (25/11).

    Secara rendah hati, Prof. cece juga mengatakan “Ini bukan kerja saya sendiri, ini kerja semua tim, hanya kebetulan saya jadi koordinator. Ayam IPB ini berbasis penelitian dan sudah jadi ayam institusi, semua harus bertanggungjawab. Kalau saya lebih tertarik di penelitiannya, bisnis bukan kompetensi saya” ujarnya.

    Kategori Innovator of The Year juga dianugerahi kepada Prof. Dr.agr Asep Gunawan, S.Pt, M.Sc. Guru Besar Bidang Ilmu Pemuliaan dan Genetika Ternak ini mendapat penghargaan Innovator of The year For Information Technology Development. Selain inovasi yang aplikatif, tidak memiliki hubungan industrial dengan perusahaan manapun menjadi nilai mutlak proses pemilihan nominee kategori innovator of the year for information technology development. Ini merupakan satu dari ratusan inovasi yang berhasil terverifikasi dalam proses penjurian.

    Prof. Asep telah melakukan penelitian selama dari mulai tahun 2014 untuk menemukan marker genomic pada domba yang dapat menghasilkan daging domba premium. Selain itu, ia juga menemukan sistem grading untuk klasifikasi untuk pembibitan sapi potong. Sistem pemuliaan yang digunakan untuk mengkelaskan atau mengkategorikan bibit-bibit sapi potong yang bisa kita kategorikan sebagai penggemukkan, mana yang langsung dipotong atau dijual.

    “Kami validasi di beberapa Sekolah Peternakan Rakyat (SPR) yang ada di Indonesia, cukup merata di berbagai pulau, Sumatra, Jawa, Kalimantan dan Sulawesi” jelasnya.

    Untuk domba premium, Prof. Asep memperbaiki beberapa kualitas daging dombanya, diantaranya “Memperbaiki falvor odor atau bau prengus dari daging, kemudian seleksi asam lemak tak jenuh tinggi, kolesterol rendah dan kami perbaiki juga kuantitasnya untuk daging yang lebih empuk dengan bobot karkas yang besar di 25 sampai 30kg, yang terakhir adalah mineral yang lebih banyak zinc, iron, selenium dan potasium sebagai daging yang fungsional. Seluruhnya diperbaiki dari tahun-ke tahun” tutrnya. Untuk penelitian tersebut, sudah menghasilkan 3 paten, 21 publikasi ilmiah, 1 Haki kemudian kami mencoba untuk produksi dan hilirisasi dengan program matching fund.  

    Lebih lanjut diungkapkan oleh Prof. Asep, penghargaan ini menjadi spirit dan juga motivasi sekaligus bisa mengenalkan inovasi yang sudah dilakukan selama ini. “Mudah-mudahan semakin dikenal luas dan bisa bermanfaat untuk masyarakat. Apresiasi untuk IPB, lembaga riset, LPPM, LKST dan Fakultas yang memberikan ruang untuk berkreasi dan inovasi secara kompetitif dan membuat menjadi lebih tangguh untuk memberi yang terbaik bagi institusi” tandasnya. (Femmy).

  • Hingga saat ini sebagian besar pakan ternak di Indonesia masih mengandalkan impor. Perlu adanya suatu inovasi pakan alternatif serta kebijakan yang mendukung.
    Demi membahas tantangan tersebut, IPB University bekerja sama dengan Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) dan Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (PATAKA) menggelar Talkshow Daring Seri-3 berjudul “Kebijakan Berbasis Evidence dalam Pakan Berdaya Saing”, 04/3.

    Prof Arif Satria, Rektor IPB University mengungkapkan bahwa kegiatan tersebut merupakan kesempatan baik dalam mengeksplor kemungkinan-kemungkinan dasar dalam mendorong kedaulatan bidang peternakan terutama dalam hal pakan. Formulasi kebijakan dan formulasi bisnis berbasis scientific evidence sangat diperlukan dengan perguruan tinggi yang memegang perannya. Sehingga dapat dihasilkan inovasi pakan alternatif yang berkualitas tinggi.

    Prof Muladno, Guru Besar IPB University dari Fakultas Peternakan menyebutkan bahwa regulasi bagi bahan pakan sangat penting agar peternak nyaman untuk melakukan usahanya. Di pasaran, harganya masih cenderung fluktuatif dan beragam kualitasnya sehingga perlu adanya pengawasan. Limbah pertanian yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan pun faktanya malah diekspor sehingga peternak menjadi kurang berdaulat.

    Peternak belum tersentuh teknologi terkini sehingga menyebabkan produktivitas dan kualitas ternak rendah. Regulasi saat ini juga masih berpandangan bahwa impor bahan pakan kurang baik padahal ketersediaan bahan pakan belum mencukupi.

    Menurutnya, keperluan impor untuk dijadikan produk lain tidak selalu buruk. Ia juga menyebutkan bahwa terdapat beberapa fakta di lapangan yang membuat pengelolaan pakan menjadi tidak efisien serta merugikan petani. Misalnya, integrator vertikal yang menguasai hulu-hilir sehingga petani tidak bisa berdaulat. Di samping itu, petani masih sulit mendapatkan limbah pertanian untuk pakan ternak dan pemeliharaan ternaknya masih mandiri.

    Ia menawarkan beberapa solusi. Yakni impor bahan baku pakan seperti tanaman jagung jika dapat dipastikan harganya lebih murah. Pertimbangan panen tanaman pada usia 80 hari daripada 120 hari lebih menguntungkan. Sehingga nantinya pakan sapi sehingga lebih murah, untuk ayam dapat menggunakan bahan pakan impor karena ketersediiaannya lebih mudah. Spesialisasi pekerjaan atau ia sebut “bagi-bagi kavling” antara petani dan peternak juga dinilai efisien. Nantinya, petani hanya menanam pangan atau pakan, sedangkan peternak hanya beternak saja.
    Peternak juga harus berkonsolidasi untuk berhimpun membentuk integrasi horizontal seperti koperasi sehingga dapat bersanding dengan integrasi vertikal. Konsolidasi tersebut harus didorong kuat dengan perguruan tinggi menjadi lembaga riset dan pengembangan bagi komunitas pertanian rakyat.

    “Nanti lembaga negara harus berbuat maksimal kepada rakyatnya, pemerintah pun sama. untuk mendorong betul koperasi-koperasi tersebut hingga ada keberpihakan dan fasilitasi agar bisnis tersebut tidak hanya murni dari peternak. Perguruan tinggi pun bisa dengan ilmu dan pengetahuannya dan pemerintah dengan regulasinya,”ungkapnya.

    Keterlibatan perguruan tinggi dan pemerintah tersebut bersifat mutlak. IPB University dengan Sekolah Pertanian Rakyat menjadi salah satu bukti betapa pentingnya peran dua lembaga. Diawali dengan pemerintah kabupaten yang bersinergi dengan perguruan tinggi. Kerja sama yang baik antara rektor dan bupati telah secara efektif menggerakkan dosen dan mahasiswa beserta birokratnya untuk bersama membawa peternak-peternak tersebut untuk berkonsolidasi.

    Prof Nahrowi Ramli, Guru Besar IPB University dari Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan turut merekomendasikan bahwa perlu adanya perluasan lahan untuk produksi bahan pakan terutama untuk keperluan ruminansia. Begitu pula perlu adanya industrialisasi kedelai sebagai bahan pakan alternatif dan perbaikan sistem informasi dan logistik. Selain itu, penanganan dan kebijakan yang berbeda terhadap bahan pakan lokal juga perlu diterapkan (ipb.ac.id)

  • Guru besar Fakultas Peternakan IPB, Prof. Dr. Ir. Panca Dewi, menyampaikan orasi ilmiah yang berjudul "Strategi Pengembangan Tanaman Pakan pada Lahan Marjinal untuk Ketahanan Pakan Nasional" (Sabtu, 24/09/2016) di Auditorium Gedung Andi Hakim Nasution. Orasi Ilmiah dihadiri oleh sekitar 400 undangan antara lain dari pimpinan lembaga peneliti, perwakilan BUMN dan pimpinan perusahaan swasta mitra IPB.

    Dalam orasi ilmiahnya, Prof. Panca Dewi mengulas mengenai peran strategis hijauan pakan dalam mendukung swasembada daging nasional dan menjadi penggerak perekonomian masyarakat petani peternak. Orasi ilmiah yang disampaikan merupakan kompilasi hasil-hasil penelitian selama beberapa tahun terakhir, baik penelitian mandiri maupun penelitian bersama. Salah satu pokok bahasan utama adalah seleksi tanaman pakan tahan kekeringan, stres kemasaman dan stres salinitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa jenis tanaman pakan dapat tumbuh dengan baik pada lahan kering dan marjinal, termasuk areal bekas pertambangan.

    Pada akhir orasi ilmiahnya, Prof. Panca Dewi memberikan rekomendasi untuk revitalisasi padang penggembalaan nasional, pemanfaatan lahan pasca tambang dan program nasional dengan menggunakan tanaman toleran yang lebih produktif dan berkualitas. Prof. Panca Dewi menyampaikan bahwa dukungan pemerintah, dalam bentuk regulasi dan kebijakan sangat penting untuk mendukung usaha peternakan pada areal pasca tambang pada zona Area Penggunaan Lain.

     

     

  • Rumah pemotongan hewan unggas (RPHU) merupakan suatu bangunan yang desain dengan syarat tertentu dan digunakan sebagai tempat pemotongan unggas bagi konsumsi masyarakat.

    “Peran RPHU sangat penting, yakni penyedia daging unggas berkualitas, aman, sehat utuh dan halal (ASUH), berdaya saing dan kompetitif,” kata Guru Besar Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor (Fapet IPB), Prof Dr Ir Niken Ulupi MS, dalam Online Training bertajuk “Manajemen dan Sistem Manajemen Mutu RPHU” pada 22-23 Juli 2020. 

    Kegiatan tersebut diselenggarakan oleh Forum Logistik Peternakan Indonesia (FLPI) dan Fakultas Peternakan IPB selama dua hari dengan menghadirkan narasumber penting lain yakni Deputy General Manager Production PT Charoen Pokphand Indonesia-Food Division, Alamsyah.

    Niken menyebutkan, peran RPHU makin nyata terlebih jika melihat fakta produksi ayam broiler (2019) sebesar 3.829.633 ton atau 319.139 ton/bulan, sementara kebutuhan konsumsi daging ayam sebanyak 3.251.750 ton atau 270.979 ton/bulan. Terdapat surplus produksi 17.77%  atau 48.157 ton/bulan.

    “Dampak surplus produksi dan kebijakan pemerintah yakni harga ayam turun dan tidak stabil, penurunan kualitas di pasar tradisional dan bermunculan usaha RPHU,” ucapnya.

    Tidak hanya sebagai tempat pemotongan unggas, Niken menjelaskan fungsi RPHU juga sebagai tempat untuk mendeteksi dan memonitor penyakit, tempat pemeriksaan ante dan post mortem, serta tempat mencegah dan pemberantasan penyakit zoonosis atau penyakit ternak yang bisa menular ke manusia.

    RPHU yang berdaya saing dapat diartikan sebagai suatu usaha pemotongan unggas yang mempunyai kesanggupan, kemampuan dan kekuatan untuk bersaing dengan usaha sejenis yang lain. Untuk mencapai hal itu, sangat diperlukan langkah memaksimalkan peranan RPHU sebagai penyedia daging unggas yang asuh, mengontrol dan meningkatkan pelaksanaan manajemen RPHU, peningkatan sarana dan prasarana proses produksi dan kualitas produk, serta pengembangan inovasi produk, serta peningkatan kemampuan sumber daya manusianya.

  • Sumberdaya genetik ternak merupakan aset yang paling strategis dan berharga yang dapat dimiiki oleh suatu negara. Populasi dunia diprediksi akan mencapai 9 milyar lebih pada tahun 2050, beranjak dari 6,7 milyar pada saat ini. Sehingga membutuhkan peningkatan 70 persen produksi pertanian. Diperkirakan di wilayah pedesaan yang miskin sekitar 70% kehidupan masyarakatnya tergantung pada ternak.

    “Kombinasi pertumbuhan populasi penduduk, menguatnya pendapatan dan urbanisasi akan mengakibatkan meningkatkan kebutuhan pangan dan pakan dua kali lipat pada tahun 2050. Yang paling dekat adalah dapat dipastikan menjelang puasa bulan depan akan meningkat permintaan daging tapi kita tidak bisa menutupi. Kekurangan pasokan daging sapi akan terus terjadi sampai tahun 2020,” ujar Guru Besar Genetika Ternak, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Dr. Ir. Ronny Rachman Noor, Mrur.Sc dalam konferensi pers pra orasi di Kampus IPB Baranangsiang (19/4).

    Meningkatnya permintaan ini membuka kesempatan dan peluang yang lebih besar untuk meningkatkan kontribusi peternakan pada pertumbuhan ekonomi nasional. Riset-riset  Prof. Ronny selalu diarahkan untuk meningkatkan populasi dan produktivitas ternak lokal.

    Salah satu yang dilakukan Prof. Ronny untuk meningkatkan populasi ternak lokal adalah pengujian kemurnian Sapi Bali yang terancam kemurniannya. Prof. Ronny telah mengembangkan teknik menganalisa kariotipe, penggunaan scanning electron microscope untuk menganalisa topografi bulu dan kromosom, teknik isoelectric focusing dan DNA mikrosatelit.

    “Di museum ternak tertua Eropa yang ada di Universitas Martin Luther Jerman, anda akan lihat foto Sapi Bali yang terpampang gagah di salah satu dinding. Foto itu dibuat tahun 1827. Kita patut bangga karena sapi asli Indonesia sudah dikenal bangsa Eropa pada jamannya perang Diponegoro. Ilmuwan Eropa sudah mengidentifikasi bahwa Sapi Bali ini unik dan patut dipertimbangkan sebagai salah satu bangsa sapi unik di dunia,” terangnya.

    Menurutnya ada tujuh keajaiban pada Sapi Bali, yakni dapat bertahan pada kondisi lingkungan marjinal dengan kualitas pakan yang rendah dan memiliki persentasi karkas tertinggi (bahkan tertinggi di dunia). Sapi Bali merupakan salah satu dari sedikit bangsa sapi di dunia yang warna kaki bagian bawah dan daerah seputar pantatnya berwarna putih (gen pengatur pola warna ini hanya ada di Sapi Bali).

  • Penyebab kematian tertinggi di Indonesia adalah stroke dan jantung koroner yaitu mencapai 21.1 persen dan 12.9 persen dari total 41.590 kematian. Selain itu prevalensi defisiensi vitamin A di Indonesia masih tinggi (severe subclinical) dan terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia.

    Komoditi telur dan daging unggas mempunyai peranan yang sangat penting untuk membantu mengatasi masalah ini. Namun tingkat kolesterol telur ayam, telur bebek dan telur puyuh tergolong tinggi, yang paling tinggi adalah telur puyuh. Namun tingkat keseimbangan kandungan omega 3 dan omega 6 pada telur puyuh paling baik jika dibandingkan telur ayam dan telur bebek. Demikian dikatakan Guru Besar Tetap Fakultas Peternakan (Fapet) Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Dr. Ir. Sumiati, M.Sc dalam jumpa pers pra Orasi Ilmiah di Kampus IPB Baranangsiang, Bogor (20/7).

    Pangan yang aman dikonsumsi manusia dari segi kesehatan harus mengandung asam lemak omega 3 dan omega 6 dengan rasio satu banding empat (1:4) dan satu banding sepuluh (1:10). Oleh karena itu, dalam beberapa risetnya Prof. Sumiati menciptakan beberapa desain telur dan daging unggas (ayam, itik dan puyuh) fungsional.

    Rasio berimbang satu banding empat (1:4) ini mampu menurunkan kematian akibat penyakit kardiovaskular sebesar 70 persen. Sementara rasio sebesar satu banding lima (1:5) sangat baik untuk penderita asma.

    “Riset yang telah kami lakukan dalam beberapa tahun terakhir adalah desain telur kaya omega 3, desain telur dengan rasio omega 3 dan omega 6 berimbang, desain telur rendah kolesterol, desain telur kaya vitamin A dan desain telur kaya antioksidan. Untuk daging, kami membuat desain daging unggas fungsional rendah lemak dan kolesterol, tinggi vitamin A dan asam lemak omega 3,” ujarnya.

    Prof. Sumiati melakukan rekayasa pakan pada ternak dengan memanfaatkan limbah pengolahan ikan lemuru berupa minyak ikan, minyak sawit, indigofera zollingeriana, daun katuk, lada hitam, choline chloride, ampas tahu, daun singkong, daun salam dan daun kayambang. Contohnya adalah penambahan minyak ikan lemuru 2 persen dan tepung daun singkong 11 persen dalam pakan dapat menurunkan kadar lemak daging itik.

    “Tepung daun katuk terbukti dapat meningkatkan kandungan vitamin A pada daging puyuh. Selain itu desain daging ayam kaya omega 3 dapat dilakukan dengan penggunaan minyak ikan pada ransum ayam broiler,” terangnya.(ipb.ac.id)

  • Guru Besar Fakultas Peternakan (Fapet) Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Dr. Nahrowi, menemukan alternatif pakan ternak berbahan dasar maggot guna menggantikan MBM. MBM atau meat bone meal banyak digunakan untuk ransum atau bahan penyusun pakan hewan ternak seperti unggas, ikan, dan babi. Selama ini MBM 100 persen impor. Hal ini menyebabkan harga MBM mahal. Sedangkan kebutuhan Indonesia akan MBM tiap tahunnya mencapai 800 ribu ton.

    Prof. Nahrowi mengatakan, sebelumnya Indonesia memakai tepung ikan yang mengandung protein hewani untuk ransum ternak. Namun, kualitas tepung ikan yang diproduksi oleh Indonesia kurang baik.

    “Indonesia masih belum bisa memproduksi MBM, karena bahan baku untuk membuat MBM juga dikonsumsi untuk manusia, seperti daging dan tulang. MBM yang terbuat dari hewan mamalia termasuk babi juga menjadi masalah bagi para peternak muslim yang ada di Indonesia. Untuk itu, perlu adanya pakan alternatif yang bisa menggantikan MBM seperti maggot,” ujar Prof. Nahrowi.

    Maggot adalah larva dari lalat. Lalat yang digunakan sebagai penghasil maggot untuk pakan ternak ini berasal dari lalat buah yaitu jenis Black Soldier Fly (BSF). Maggot sangat cocok dijadikan pengganti MBM sebagai pakan ternak karena memiliki semua kriteria yang menjadi syarat utama bahan pakan ternak. Adapun syarat-syarat pakan ternak yaitu, komposisi nutrisi terpenuhi, harga bersaing, dan ketersediaan banyak. Ketiga syarat tersebut dapat dipenuhi oleh maggot. Produksi maggot sangat cepat, satu ekor lalat BSF dapat menghasilkan 500 maggot dalam sekali reproduksi. Pemeliharaan lalat BSF yang mudah juga menjadi nilai lebih untuk menggantikan MBM. Selain itu, faktor lain yang tidak kalah penting untuk menentukan maggot sebagai alternatif pakan pengganti adalah BSF merupakan serangga yang tidak membawa unsur penyakit dan memiliki nilai protein tinggi.

    Penelitian Prof. Nahrowi tentang maggot sudah dilakukan sejak tahun 2009. Hingga saat ini penelitiannya masih terus berlanjut sampai tahap pembuatan konsentrat protein, lemak dan kitin dari maggot. Hal ini dilakukan untuk semakin mengefisienkan dan mengoptimalkan sumber nutrisi untuk pakan ternak dari maggot. Selain maggot, sebelumnya Prof. Nahrowi juga pernah meneliti ulat Hongkong sebagai pakan alternatif, tetapi ketersediaan yang terbatas dan harga yang mahal membuat ulat Hongkong sulit untuk dikembangkan lebih luas. Ia berharap penelitian ini dapat dikembangkan lebih luas dan dapat dimanfaatkan oleh banyak orang.(ipb.ac.id)

  • Di berbagai toko swalayan besar di Indonesia kini sudah banyak dijumpai berbagai macam telur ayam dengan harga yang berbeda-beda. Namun, sebagian besar telur yang ada di pasaran dihasilkan dari ayam petelur yang dipelihara secara individu dengan ruang gerak yang sangat terbatas. Harga telur yang dihasilkan dengan sistem ini memiliki harga paling murah jika dibandingkan dengan sistem pemeliharaan lainnya dan paling banyak menyuplai kebutuhan telur di Indonesia. 

    Menurut Prof Ronny Rachman Noor, Guru Besar Fakultas Peternakan IPB University, sistem pemeliharaan secara individu ini secara bertahap sudah mulai ditinggalkan karena menyangkut masalah animal welfare. Ia menilai, sistem pemeliharaan ayam petelur dalam kandang dengan ruang sangat terbatas dapat menyiksa ayam tersebut. Pasalnya, sistem kandang yang demikian bertentangan dengan sifat alami ayam yang biasanya berkeliaran dan mencari makan sendiri di luar kandang. 

    "Secara alami, ayam petelur memiliki kebiasaan berjalan, mandi debu dan mencari makannya sendiri sesuai dengan pilihannya.  Di samping itu, ayam memiliki kebiasaan membuat sarang, mengepakkan sayapnya, meregangkan tubuhnya dan menggoyang-goyangkan ekornya," kata Prof Ronny. 

    Ia mengatakan, ayam yang dipelihara dengan sistem kandang individu tidak dapat melakukan semua kegiatan alaminya sehingga sistem pemeliharaan dengan kandang individu dinilai melanggar animal welfare. Untuk memenuhi kebiasaan alami ayam, sistem pemeliharaan ayam petelur tidak lagi dilakukan secara individu. Namun, pemeliharaan dilakukan secara komunal dengan kandang yang dapat menampung sekitar 50 ekor ayam per unit kandangnya secara bersamaan. Di dalam kandang komunal ini, kata Prof Ronny, biasanya disediakan tempat bertengger dan tempat beristirahat serta kotak untuk bersarang. Dengan cara pemeliharaan seperti ini ayam petelur dapat lebih mengekspresikan tingkah laku alaminya  dibandingkan dengan ayam yang dipelihara secara individu.

    "Salah satu tren permintaan telur yang semakin meningkat seiring dengan perubahan gaya hidup adalah telur organik. Telur organik dihasilkan dari ayam dengan menggunakan sistem pemeliharaan free-range dengan pakan alami dan bebas dari penggunaan obat-obatan dan bahan kimia lainnya," tambahnya.

    Dosen IPB University itu melanjutkan, pakan ayam yang digunakan biasanya bebas dari kandungan bahan yang berasal dari produk ternak. Tidak hanya itu, pakan juga bebas dari penggunaan pupuk, pestisida, maupun penggunaan hormon dan obat-obatan lainnya.  Disamping itu, telur organik dihasilkan dari galur ayam yang alami dan bukan hasil rekayasa genetik.

    Berdasarkan hasil penelitian, telur ayam yang dihasilkan dari sistem free-range biasanya mengandung mineral magnesium dan beta karoten yang lebih tinggi. Perubahan sistem pemeliharaan ayam petelur ini lebih menekankan pada animal welfare agar ayam dapat menghasilkan telurnya lebih dekat dengan alam dan lebih bebas mengekspresikan sifat alaminya.

    "Perubahan sistem pemeliharaan ayam petelur yang lebih alami ini dikombinasikan dengan pakan alami akan menghasilkan telur ayam yang lebih sehat dan lebih ramah lingkungan," pungkas Prof Ronny. (ipb.ac.id)

  • Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM), IPB University mengembangkan program Dosen Pulang Kampung (Dos Pulkam). Dua dosen yang telah melaksanakan kegiatan ini adalah Prof Yuli Retnani dan Prof Iman Rahayu, Guru Besar Fakultas Peternakan (Fapet) IPB University. Selain itu, Sazli Tutur Risyahadi STP, MT, MSi, dosen di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan (INTP) IPB University juga ikut mendampingi.

    Inovator wafer pakan domba ini kembali ke kampung halamannya untuk mengajari santri di di Pondok Pesantren Madinatul Ilmi Surowiti dan SMK Muhammadiyah 5 Gresik untuk memproduksi wafer tersebut. Tujuannya adalah untuk meningkatkan produktivitas kambing di Pondok Pesantren Madinatul Ilmi Surowiti sekaligus sebagai penerapan teknologi yang merupakan inovasi Fakultas Peternakan IPB University.

    Selain pelatihan pembuatan wafer pakan ternak, Prof Yuli juga akan melakukan pendampingan Training of Trainer (ToT) selama Mei dan Juni 2022 kepada para santri.  Prof Yuli menyebut ada 55 siswa yang mengikuti pelatihan pembuatan wafer pakan dan pada saat pendampingan, terpilih 5 orang santri sebagai ToT yang akan dibina. Pendampingan dilakukan sejak adaptasi pakan wafer, penimbangan berat badan ternak, pengukuran konsumsi pakan dan uji kualitas sampel pakan.

    Menurutnya, penerapan wafer pakan ini bertujuan untuk meningkatkan performa kambing peliharaan sekaligus mengurangi biaya pakan saat ini. Pengolahan pakan menjadi bentuk wafer akan menjadi aktivitas bersama pada dua Teaching Factory (TeFa) yang dimiliki oleh SMK yaitu TeFa budidaya kambing dan TeFa produksi pakan.

    “Kegiatan Dos Pulkam ini bertujuan sebagai arena pembelajaran santri-santri pondok pesantren agar ternak peliharaan lebih produktif dan lebih menguntungkan dengan penerapan teknologi wafer pakan,” jelas Prof Yuli dalam pelatihan wafer pakan di ruang kelas SMK Muhammadiyah 5 Gresik, 17/5.  Lebih lanjut, Prof Yuli menjelaskan bahwa bahan baku wafer dapat menggunakan berbagai bahan pakan lokal yang tersedia di sekitar pondok, seperti daun turi atau limbah sayuran pasar yang banyak ditemukan dan belum termanfaatkan.  “Dengan demikian, siswa dapat memproduksi wafer dengan lebih murah dan terjamin ketersediaannya,” imbuhnya.  

    Pada kesempatan yang sama, Prof Iman Rahayu memberikan wawasan terkait manfaat peternakan secara umum yang menghasilkan produk-produk ternak seperti daging, susu dan telur. Ia juga memaparkan tentang manajemen kandang yang baik.

    Sementara itu, dalam sambutannya, Muhammad Thoha, SAg, MPdI, MH selaku pimpinan pondok pesantren yang sekaligus Kepala Sekolah SMK Muhammadiyah 5 Gresik, menyampaikan bahwa pihaknya sangat mendukung penerapan inovasi wafer pakan IPB University ini.  “Hal ini karena santri disekolahkan di SMK yang memiliki jurusan unggulan ternak ruminansia. Hal ini juga mendukung misi pondok pesantren dalam menciptakan lulusan sebagai mubalig-mubalig yang mempunyai usaha peternakan sukses,” ujarnya.
    Mahendra , seorang santri yang mengambil jurusan Ternak Ruminansia di SMK Muhammadiyah 5, ikut menyampaikan bahwa kegiatan ini menambah wawasannya.  Sebelumnya ia hanya mengetahui teknologi pakan silase namun sekarang sudah mengetahui teknologi wafer pakan. Tidak hanya pengetahuan, Mahendra juga merasa bahagia karena diberikan pendampingan langsung selama satu bulan tentang bagaimana cara pemberiannya pada ternak peliharaan. “Saya sangat bersyukur sekali ketika kami mendapatkan pengetahuan dari Prof Yuli dan Prof Iman dengan Program Dos Pulkam IPB University tentang pengolahan wafer pakan langsung dari inventornya,” ujarnya.
      
    Sementara, Sazli Tutur ikut menjelaskan bahwa usaha peternakan membutuhkan kolaborasi berbagai pihak. Baik dengan supplier bahan pakan hingga penjualan produk-produk ternak. Aktivitas kolaborasi disimulasikan dengan permainan trading game diantara siswa. Tujuannya untuk meningkatkan kemampuan negosiasi dan kerjasama antar tim (ipb.ac.id)

  • Industri pakan di Indonesia masih dihadapkan pada dinamika ketersediaan bahan baku pakan yang musiman dan tidak berkelanjutan. Kondisi pandemi COVID-19 kian menambah kesemrawutan khususnya dalam ketersediaan bahan baku lokal dan impor.  

    Menanggapi hal tersebut, PT Buana Karya Bhakti bersama IPB University mencoba memberikan solusi atas dinamika industri pakan nasional. Solusi yang ditawarkan diantaranya adalah pemanfaatan Bungkil Inti Sawit atau Palm Kernel Meal (PKM) sebagai bahan pakan alternatif sumber energi dan protein.

    PKM merupakan hasil sampil dari industri pengolahan kelapa sawit dengan ketersediaan di Indonesia sangat tinggi.  PKM diharapkan dapat memberikan solusi atas ketersediaan bahan baku pakan yang berkualitas dan berkelanjutan dengan harga kompetitif. Dengan demikian, inovasi ini dapat memberikan dampak signifikan pada kemajuan industri pakan dan peternakan.

    PT Buana Karya Bhakti bersama IPB University hendak memperkenalkan Palmofeed sebagai produk unggulan melalui webinar “Mengulas Inovasi Palm Kernel Meal Terolah (Palmofeed) sebagai Bahan Pakan Fungsional Sumber Energi dan Protein" yang digelar di Hotel Santika, Bogor, 26/04.

    Prof Arif Satria, Rektor IPB University mengatakan bahwa dirinya sangat bangga pada Prof Nahrowi sebagai peneliti yang mengembangkan produk-produk sampingan sawit sebagai pakan ternak. Terobosan Palmofeed sebagai pakan fungsional yang berkualitas dapat meningkatkan kemampuan peternak dalam produktivitasnya. Ia juga meyakini hasil riset tersebut dapat dikembangkan bagi sektor perikanan yang juga mengalami dinamika pada biaya operasionalnya.

    “Bila kita sudah bisa meningkatkan dalam hal kemandirian pangan dalam hal pakan, maka industri peternakan kita akan semakin berkembang pesat. Karena bagaimanapun juga Indonesia dihadapkan pada upaya untuk meningkatkan pemenuhan protein dari masyarakat kita," katanya.

    Lebih lanjut ia menerangkan, konsumsi daging masih relatif rendah dibanding negara lain sehingga perlu terus didorong agar kecukupan protein hewani meningkat. "Jadi pakan dari PKM ini merupakan inovasi yang ditunggu-tunggu oleh banyak kalangan,” sebutnya.

    Prof Nahrowi, Guru Besar IPB University dari Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan (INTP) Fakultas Peternakan (Fapet) sekaligus ahli Palmofeed, menyampaikan hasil riset inovatif PKM bagi pakan ternak. Ia menyoroti bungkil sawit yang tidak dimanfaatkan secara maksimal untuk bahan pakan lokal. Informasi mengenai pemakaian bungkil sawit juga belum jelas. Umumnya, bungkil sawit hanya digunakan sebagai bahan pengisi hingga tiga persen saja.

    Padahal, kata Prof Nahrowi, apabila dilihat dari ketersediaannya dibandingkan bahan pakan lain seperti jagung, bungkil sawit tersedia di segala musim. Teknologi yang digunakan juga sudah established, walaupun kualitas masih bervariasi sehingga masih perlu ditangani.

     Ia berpendapat jika berbicara kualitas bahan pakan, hal tersebut bukan merupakan tanggung jawab industri pakan namun produsen sawitnya. Produsen sawit dinilai masih kurang perhatian  sehingga tidak ada upaya untuk memperbaiki kualitas bungkil sawit yang masih bervariasi. Maka dari itu ia berupaya untuk menggandeng PT Buana Karya Bhakti agar produsen sadar bahwa bungkil sawit belum bisa dipakai untuk unggas sehingga perlu sentuhan teknologi. Menurutnya, apabila hulunya sudah dikuasai, maka hilirnya akan mudah untuk dikelola.

    Lebih lanjut Prof Nahrowi menjelaskan, kekhawatiran utama selain kualitas yang beragam, kandungan mikotoksin atau non starch polissacharydes juga menjadi urusan peneliti. Kandungan mannan oligosakarida yang 20 kali lebih tinggi juga tidak direkomendasikan untuk pakan unggas.

    Namun demikian, secara keseluruhan Palmofeed memiliki kualitas kimia lebih baik terutama pada kandungan serat yang jauh lebih rendah daripada PKM mentah. Selain itu, Palmofeed juga telah mengantongi beberapa paten dan berdasarkan analisis biayanya, harga per gram proteinnya relatif lebih murah dibandingkan bahan baku pakan lainnya.   Ia berharap agar Palmofeed tersebut dapat dipakai oleh peternak secara nasional.
     
    “Saya berharap banyak pada nutrisionist dan formulator yang punya keberanian dalam menyusun ransum terbaik menggunakan palmofeed. Saya juga berharap  teman-teman di lapangan dapat menggunakan bahan pakan ini secara optimal,” tuturnya (ipb.ac.id)