News

Guru Besar Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor (Fapet-IPB), Prof. Dr. Asnath Maria Fuah mengatakan bahwa pemanfaatan lahan, tanaman dan ternak berbasis integrasi mampu meningkatkan keuntungan sebesar 10-100 persen dibandingkan dengan tanpa integrasi. Hal ini disampaikannya saat Konferensi Pers Pra Orasi Ilmiah di Kampus IPB Baranangsiang (19/7). 

Contohnya adalah integrasi satwa harapan di wilayah perkotaan atau livestock urban farming. Sistem integrasi kopi-lebah madu (sinkolema) mampu meningkatkan produksi madu mencapai 114 persen. Hasil ini lebih tinggi dari produksi madu dari lebah yag dipelihara di luar kawasan integrasi. Produksi biji kopi meningkat sebesar 10,55% yakni dari 118 ton/ha menjadi 131 ton/ha. 

“Selain  kopi dan lebah, budidaya insekta juga bisa menggunakan pola integrasi. Misalnya usaha peternakan jangkrik dengan luasan lahan 64 meter persegi ternyata bisa memberikan keuntungan bersih mencapai 27 juta rupiah per tahun. Selain itu usaha budidaya ulat Hongkong dengan luasan lahan yang sama bisa menghasilkan keuntungan bersih 28 juta per tahun,” terangnya.

Sementara itu berdasarkan aspek pemanfaatan lahan, kawasan integrasi untuk ternak sapi, kerbau, kambing dan domba tersebar pada empat zona dan terdiri dari 19 kawasan padang penggembalaan, 46 kawasan perkebunan, 38 kawasan pertanian padat penduduk dan 1 juta hektar areal buffer hutan. 

“Pemerintah mentargetkan ada 12,7 juta hektar areal buffer hutan. Tujuannya untuk meningkatkan pendapatan masyarakat yang berdomisili di areal sekitar hutan. Tentu ada potensi dan kendalanya,” ujarnya.

Menurutnya untuk integrasi sapi-sawit di Sumatera dan Kalimantan memberikan dampak positif terhadap peningkatan petani-peternak sebesar 40-60 persen. Integrasi sapi dengan padi, jagung dan kedelai (pajale) pada lahan pasang surut menunjukkan bahwa pemanfaatan kompos kotoran sapi dan bio-slurry meningkatkan produktivitas kedelai sebesar 62 persen. Pendapatan petani meningkat sebesar 30-45 persen dengan nilai R/C ratio sebesar 1.83.

Di sisi lain penerapan sistem integrasi juga memiliki kendala. Berdasarkan skala usaha, usaha skala kecil meliputi keterbatasan lahan, tenaga kerja dan modal. Usaha kelompok kendalanya pada kemampuan manajemen organisasi dan penggunaan teknologi terutama pengelolaan hasil dan manajemen limbah. Dan pada skala kawasan ada keterbatasan modal, akses infrastruktur, koordinasi antar lembaga dan distribusi serta rantai pasok produk belum efisien.

“Sinergi program lintas sektor belum berjalan, komitmen organisasi dan penerapan kebijakan integrasi antara institusi terkait belum efektif,” terangnya.

Maka dari itu, ia memberikan beberapa rekomendasi yang bisa diterapkan yakni kemitraan yang efektif disertai peran aktif dan komintmen yang kuat dari multistakeholder; swasembada daging perlu didukung oleh komoditi ternak pedaging lainnya (domba, kambing, unggas dan aneka ternak); serta dukungan kebijakan dari pemerintah dan institusi terkait yang menyangkut regulasi tata ruang dan penetapan kawasan integrasi peternakan.

“Multistakeholders itu artinya lembaga perguruan tinggi, swasta, pemerintah, masyarakat dan media. Mengadopsi model ABGC-M atau pentahelix,” tandasnya (ipb.ac.id)

Mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB), Ika Jenri Ramadayanti, Adyesta Prema Oktadilian, dan Agustin Nazillatun Nikmah dari Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan  didampingi oleh dosen pendamping Arif Darmawan, S.Pt, M.Si melakukan penelitian tentang potensi teh pandan wangi dalam mengobati penyakit diabetes mellitus. Penelitian ini masuk ke dalam Program Kreativitas Mahasiswa bidang Penelitian (PKM PE) tahun 2018.

Menurut Ika, diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit yang menjadi pembunuh utama terbesar ketiga di Indonesia. Persentase Jumlah penderita terus meningkat dari tahun ke tahun. Penyakit ini merupakan penyakit dengan gangguan metabolik yang ditandai dengan kenaikan glukosa darah akibat penurunan sekresi insulin. Penyakit ini dapat disebabkan karena gaya hidup dan pola makan yang tidak tepat.

Hal yang paling mengerikan dari penyakit ini adalah dapat menurunkan fungsi penglihatan mata, meningkatkan risiko gangguan ginjal, jantung, paru-paru, saraf, dapat menyebabkan stroke, luka sulit sembuh bahkan dapat membusuk.

“Selama ini, pengobatan penyakit diabetes mellitus banyak menggunakan obat dari bahan kimia yang tak jarang menyebabkan dampak pada organ tubuh lainnya. Oleh karena itu, kami mencoba meneliti teh daun pandan wangi untuk alternatif penyembuhan diabetes mellitus ini,” ujarnya.

Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan tanaman daun pandan wangi dengan dibuat menjadi teh sebagai obat herbal untuk diabetes mellitus. Selain itu, penelitian ini juga untuk mengetahui kandungan senyawa bioaktif yang terkandung di dalam daun pandan wangi sebagai alternatif obat dalam penurunan glukosa.

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini yaitu kadar glukosa darah hewan uji (tikus) sebelum diberi perlakuan teh pandan wangi berada di atas kisaran normal, setelah mengkonsumsi teh pandan wangi dalam rentang waktu 3-4 minggu, kadar glukosa darah tikus mengalami penurunan dan berada pada kisaran normal.

“Yang membedakan teh ini dengan teh lainnya yaitu aroma pandannya yang sangat kuat, namun dari segi rasa sama seperti teh pada umumnya. Ketersedian bahan bakunya juga melimpah, karena umumnya masyarakat banyak yang menanam tanaman ini,” ujar Ika.

Kandungan senyawa bioaktif yang terkandung dalam daun pandan wangi ini menjadi indikasi dalam pengobatan diabetes mellitus yaitu kandungan flavonoid, alkaloid, tanin, dan polifenol. Khususnya kandungan alkaloid dan flavonoid yang sangat berperan dalam menurunkan kadar glukosa darah yang terlalu meningkat (hiperglikemia), mencegah komplikasi diabetes mellitus dan mampu membersihkan radikal bebas yang berlebih dalam tubuh.

“Kami berharap penelitian ini dapat menjadi terobosan baru dalam dunia kesehatan, dan menjadi solusi dari penyakit diabetes mellitus bagi masyarakat Indonesia khususnya atau bahkan dunia nantinya. Selain itu, saya harap temuan ini mampu menekan jumlah penderita dan kematian yang disebabkan penyakit ini dan masyarakat menjadi tahu khasiat dari pandan wangi  dan tertarik pada produk herbal teh pandan wangi ini,” ujar Ika. (ipb.ac.id)


Lihat Semua Berita >>