IPB University bersama Asosiasi Profesor Indonesia (API) menggelar webinar bertajuk Pengembangan Industri Pembiakan Sapi di Komunitas Peternakan Rakyat, (7/12). Dr Sofyan Sjaf, Wakil Kepala Bidang Pengabdian kepada Masyarakat - Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB University dalam sambutannya mengatakan bahwa saat ini perguruan tinggi perlu segera menepis anggapan sebagai menara gading dan berusaha memberikan dampak positif bagi masyarakat. Sekolah Peternakan Rakyat (SPR) yang digagas oleh Prof Muladno, merupakan salah satu instrumen penting dalam menyumbang keilmuan perguruan tinggi untuk diterima masyarakat.
“Acara ini sangat baik untuk memberikan gambaran utuh bagaimana industri pembiakan ini bisa dimulai dari komunitas rakyat. Hanya dengan jalan itulah kita membantu negara ini dengan keilmuan yang kita miliki agar kelak kita bisa melihat Indonesia makmur, cerdas bersama-sama rakyat itu sendiri,” kata Dr Sofyan.
Sementara itu, Prof Dr Ari Purbayanto, Guru Besar IPB University dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) mengatakan, kegiatan ini merupakan seri perdana dari program Guru Besar IPB University Mengabdi. Nantinya para Guru Besar akan turun ke desa untuk mentransfer ilmunya kepada masyarakat dan memberikan solusi terhadap pemecahan masalah bangsa.
Ketua API ini juga berharap, tak hanya memberikan manfaat bagi masyarakat, kegiatan ini turut mampu memberikan arah pembangunan terhadap swasembada daging, swasembada pangan di Indonesia.
Prof Dr Asep Gunawan, dosen IPB University dari Fakultas Peternakan dalam paparannya mengatakan, saat ini IPB University telah melakukan beberapa upaya dalam hal pemuliaan ternak dengan mencoba mengkarakterisasi dan menginventarisasi sumber daya genetik ternak lokal khususnya penghasil pedaging yang dengan hal itu akan dapat diketahui kekhasan yang dimiliki ternak lokal.
Peningkatan peran peternakan rakyat, kata Prof Asep, dapat dilakukan dengan penerapan teknologi tepat guna. Dalam hal ini peran Informasi dan Teknologi (IT) tidak bisa dilepaskan dalam sistem pemuliaan. Sistem pemuliaan 4.0 akan memberikan kemudahan dalam menjual ternak, memberikan kemudahan akses kesehatan ternak. Di samping itu, peternak akan lebih mudah melakukan pencatatan serta keluar masuk ternak akan lebih terkontrol dengan update data.
Dalam kesempatan yang sama, Prof Muladno mengatakan, peran teknologi dalam meningkatkan kesejahteraan peternak perlu dibarengi motivasi dasar. Yakni pola pikir dan komitmen yang kuat dari para petani. Tanpa motivasi, teknologi akan sia-sia. Sebab banyak program yang telah bergulir gagal disebabkan lemahnya motivasi para peternak.
“Karenanya dalam kriteria perangkat SPR, pola pikir dan komitmen itu porsinya 45 persen. Dasarnya ini harus dikuatkan dulu. Kalau ini sudah bagus maka selanjutnya perbaikan kelembagaan dan manajemen 35 persen. Barulah kemudian teknologi dan sarana prasarana, yang porsinya hanya 20 persen,” ujar Prof Muladno.
Ia melanjutkan, kemandirian peternak tidak bisa diraih sendiri. Peran perguruan tinggi harus menjadi pusat riset dan pengembangan komunitas peternak. Saat ini sudah enam perguruan tinggi penyelenggara SPR di Indonesia. Yaitu IPB University, Universitas Islam Kadiri (Uniska) Kediri, Universitas Tadulako, Universitas Antakusuma (Untama), Politeknik Pertanian dan Peternakan (Poltana) serta Universitas Lampung.
Sementara itu, perguruan tinggi, ada juga peran dari pemerintah daerah yang menjadi fasilitator utamanya serta pemitra sebagai motivator, partner networker dan promotor. Ke depan, Prof Muladno mengajak perguruan tinggi lain untuk bisa mengikuti dan bergabung menjadi bagian dari SPR ini demi mencapai kemandirian dan kesejahteraan para peternak di Indonesia (ipb.ac.id)