Prof Dr Ronny Rachman Noor, Guru Besar IPB University dari Fakultas Peternakan, sebut Indonesia bisa berperan dalam Penerapan Teknologi Pengeditan Gen (gene editing).
Teknologi pengeditan gen (gene editing) merupakan teknologi baru yang diterapkan pada ternak dan tanaman untuk keperluan peningkatan kualitas dan produktivitas pangan. Teknologi pengeditan gen (gene editing) merupakan tren teknologi yang tidak dapat dihindari lagi.
Di Indonesia teknologi ini sudah mulai diterapkan terutama pada tanaman pangan dan tingkat keamanan dan regulasinya sudah mulai didiskusikan dan dirumuskan sekitar tiga tahun yang lalu. Dan sampai saat ini masih dalam tahap pembahasan yang mendalam.
“Bagi Indonesia, kemajuan dan perkembangan teknologi gen editing ini memang tidak dapat dihindari dan ke depan seharusnya Indonesia dapat berperan dalam pengembangan dan penerapan teknologi ini. Jika Indonesia terlambat mengantisipasinya, maka bukan tidak mungkin Indonesia akan menjadi pasar produk pangan hasil teknologi ini,” ujarnya.
Melalui teknik mengedit gen ini, Prof Ronny menyampaikan bahwa para ilmuwan secara teknologi dapat melakukan pengaturan kembali DNA tanaman maupun hewan untuk menghasilkan varietas baru. Terobosan baru di bidang Biologi Molekuler ini merupakan salah satu bidang ilmu yang paling dinamis sehingga hampir setiap saat ditemukan hal hal baru.
Perkembangan bidang ilmu biologi molekular ini sangat dinamis dan cepat. "Di era tahun 70 an misalnya, ditemukan teknologi bayi tabung dan tikus hasil rekayasa genetik, tahun 90 an menghasilkan domba kloning sel somatik,” jelasnya.
Tahun 2003, melalui berbagai perkembangan teknologi ini, gen manusia berhasil dipetakan. Perkembangan yang sangat pesat ini ternyata tidak berhenti sampai di sini saja karena di tahun 2012 lalu ditemukan teknik pengeditan gen yang dikenal dengan CRISPR-Cas9 yang membuka kembali kotak pandora ilmu pengetahuan dan teknologi.
Teknologi pengeditan gen ini tidak melibatkan teknik rekayasa genetik (genetic engineering) dengan cara mengintroduksikan materi genetik dari spesies yang berbeda, namun hanya melakukan perubahan dan pengaturan kembali gen suatu individu sebagaimana halnya teknologi yang selama ini telah lama diterapkan yaitu pemuliaan secara konvensional.
“Teknologi pengeditan gen memang memungkinkan para ilmuwan secara akurat melakukan perubahan DNA yang memungkinkan dihasilkannya varietas tanaman dan ternak baru yang ke depan berperan besar dalam menciptakan produksi produksi pangan yang berkelanjutan,” tambahnya.
Teknologi baru ini memungkinkan para pemulia tanaman dan ternak menghasilkan tanaman maupun ternak yang dapat bertahan di lingkungan ekstrim, marjinal dan tahan penyakit. Di samping itu, dengan menggunakan teknik pengeditan gen ini, dapat diproduksi pangan yang lebih sehat.
Keberadaan teknologi baru ini memang memunculkan harapan baru akan kekurangan pangan dan ketahanan pangan dunia yang di tahun 2050 dunia dikhawatirkan tidak dapat memenuhi kebutuhan pangan yang meningkat tajam.
Berdasarkan asal usul DNA yang diedit, teknologi pengeditan gen dikategorikan sebagai teknologi yang berbeda dengan Rekayasa Genetik (Genetic Engineering) karena teknologi ini hanya melakukan pengaturan kembali DNA yang ada pada suatu individu, sedangkan rekayasa genetik melakukan pengaturan dan mengkombinasikan DNA yang berasal dari organisme yang berbeda.
Kontroversi perbedaan antara rekayasa genetik dan pengeditan gen ini memang terus berlanjut, sehingga pada tahun 2018 lalu misalnya pengadilan di Eropa memutuskan bahwa kedua teknologi ini sama dan penerapannya di negeri Eropa harus berdasarkan prosedur yang sangat ketat.
Bagi kalangan tertentu teknologi pengeditan gen ini menimbulkan kekhawatiran akan dampak negatif dari teknologi ini pada manusia dan lingkungan.
Akan tetapi Prof Ronny menyampaikan jika di analisis lebih dalam, maka teknologi pengeditan ini sebenarnya meniru teknik pemuliaan secara konvensional yang pada intinya menyeleksi tanaman dan ternak yang memiliki tingkat produktivitas yang tinggi dan juga dapat bertahan di lingkungan tertentu. Hanya saja bedanya jika pemuliaan konvensional melakukannya ini melalui rekayasa.
Jadi pada intinya teknologi pengeditan gen ini masih erat hubungannya dengan hukum alam yang secara alami, perlahan namun pasti mempengaruhi tanaman dan ternak sehingga terjadi perubahan agar dapat bertahan di lingkungan yang selalu berubah.
Teknologi pengeditan gen ini bahkan sudah digunakan dalam bidang pengobatan dan juga menimbulkan harapan besar sebagai salah satu teknologi terobosan untuk memecahkan masalah yang dihadapi di bidang pertanian yang terkait dengan keamanan pangan, perubahan iklim dan pertanian yang berkelanjutan.
Sebagai contoh dengan menggunakan teknologi ini pemulia tanaman dan ternak dengan melakukan pengeditan gen, yang terkait langsung dengan ketahanan terhadap penyakit, dapat menghasilkan tanaman dan ternak yang tahan penyakit, sehingga dapat secara signifikan mengurangi penggunaan pestisida dan obat obatan yang tidak saja berdampak pada lingkungan namun juga pada kesehatan
manusia.
Penggunaan teknologi pengeditan gen ini tentunya akan berdampak besar pada pengurangan penggunaan antibiotik, pestisida dan secara langsung meningkatkan animal welfare dan tentunya menghasilkan pangan yang lebih sehat dan mengurangi limbah. Melalui teknologi ini masa simpan buah buahan, sayuran, produk peternakan dapat diperpanjang.
“Kehadiran teknologi baru memang selalu menghadapi tantangan karena pasti ada pro dan kontranya. Meski tidak memasukkan gen baru karena hanya mengedit gen yang ada, namun tetap saja teknologi ini perlu dipagari oleh peraturan yang memadai agar dampak negatif nya di masa mendatang dapat diminimalisir,” tandasnya. (ipb.ac.id)