News

  • Perkumpulan Insinyur dan Sarjana Peternakan Indonesia (ISPI) mengadakan sosialisasi untuk Mahasiswa Fakultas Peternakan (Fapet) di IPB University pada (19/2). Bertempat di Auditorium JHH Fapet IPB, kegiatan ini dihadiri oleh ratusan undangan yang terdiri dari mahasiswa, dosen serta alumni Fapet.

    Dalam sambutannya, Dekan Fapet Prof. Ir. Dr Idat Galih Permana, M.Sc.Agr menerangkan bahwa ISPI adalah wadah keluarga peternakan terutama para calon sarjana peternakan untuk berhimpun ketika sudah lulus. “Selain nanti masuk dalam himpunan alumni, lulusan Fapet juga masuk ke ISPI. Satu wadah profesional untuk berhimpun, berkiprah, berkoordinasi dan memperkuat dunia peternakan”ujarnya.  

    Prof. Idat juga mendorong agar profesi insinyur peternakan menjadi lebih berperan di dunia peternakan. “Selama ini S.Pt atau sarjana peternakan dianggap belum merupakan profesi, IPB juga sudah ada program insinyur, maka kita juga bisa disetarakan temen-temen lain. Sekarang sedang menunggu kiprah dari kita semua terutama dalam pengembangan peternakan susu sapi perah”jelasnya.

    Sosialisasi ini menghadirkan Ketua Umum (Ketum) ISPI Dr. Ir. H. Audy Joinaldy, S.Pt,, M.Sc., M.M., M.I.P.,  IPU, ASEAN.Eng sebagai Narasumber. Dalam paparannya, Dr. Audy menyampaikan sejarah terbentuknya ISPI hingga berbagai kegiatan yang sudah dilaksanakan terutama di tahun 2024.

    “ISPI sudah lama terbentuk yaitu di tahun 68 dan pendiri nya adalah alumni dari Fakultas Peternakan UGM dan IPB. Ketua pertama ISPI adalah  Prof. Dr. Ir. Kooswardhono Mudikdjo dengan sekjen  Ir Asi H Napitupulu, M Sc yang keduanya pernah mengajar saya”tuturnya. Dalam kurun waktu 57 tahun, ISPI yang belum mempunyai kantor akhirnya memiliki bangunan kantor di daerah Bendungan Hilir Jakarta atas wakaf dari ketua ISPI yang terpilih pada tahun 2024 tersebut. Dr. Audy juga menyebutkan bahwa pengurus dan para anggota ISPI adalah alumni sukses peternakan dari berbagai profesi bahkan banyak pengusaha ternak sukses di dalamnya.

    ISPI sendiri merupakan organisasi dengan status berbadan hukum dengan berazaskan Pancasila dan berlandaskan UUD 1945. Organisasi ini bersifat independen dan tidak berafiliasi dengan organisasi manapun, namun tetap menjunjung tinggi semangat sinergitas. Tujuan dari dibentuknya ISPI adalah untuk memajukan, mengembangkan dan mengamalkan ilmu pengetahuan dan teknologi peternakan beserta keprofesiannya untuk dapat berkontribusi secara nyata dalam berbagai bidang secara langsung maupun tidak langsung maupun tidak langsung untuk pembangunan peternakan baik nasional maupun daerah. 

    Selama tahun 2024 sejak pelantikan, Ketum ISPI sudah melaksanakan berbagai kegiatan berdasarkan program kerja ISPI. Kegiatan tersebut antara lain adalah penandatanganan MoU, kuliah umum, kunjungan dan sosialisasi di berbagai daerah dan kampus di Indonesia. Sosialisasi di Fapet IPB ini bertepatan pula dengan hari terakhir Dr. Audy Joinaldy menjabat sebagai Wakil Gubernur Sumatra Barat (Femmy).

  • Berdasarkan hasil penelitian Prof. Erika B Laconi, Guru Besar Tetap Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor (IPB) dan tim, limbah pertanian dan perkebunan memiliki faktor pembatas jika dijadikan sebagai pakan ternak. Yaitu komponen lignoselulosa yang sulit dicerna dalam saluran pencernaan ruminansia dan menyebabkan produktivitas hewan rendah. Oleh karena itu, penting untuk melakukan teknik pengolahan tertentu pada limbah untuk meningkatkan kualitas nutrisi dan pada gilirannya akan berkontribusi pada peningkatan produktivitas hewan. Teknik pengolahan untuk limbah pertanian dan perkebunan sendiri terdiri dari teknik fisik, kimia dan biologi. 

    Salah satu riset mahasiswa program doktoral IPB, Sari Putri Dewi, berjudul Increasing the Quality of Agricultural and Plantation Residues Using Combination of Fiber Cracking Technology and Urea for Ruminant Feeds ini terungkap bahwa teknologi yang bernama Fiber Cracking Technology (FCT) mampu menurunkan fraksi serat dan meningkatkan kecernaan pada ternak ruminansia. 

    Menurut lulusan Terbaik Doktor pada wisuda Januari 2019 ini, penurunan fraksi serat ditunjukkan dari kerusakan ikatan lignoselulosa jelas terbukti pada metode Scanning Electron Microscopy (SEM), X-Ray Difraction (XRD) dan metode spektroskopi Fourier Transform Infrared (FTIR). 

    Sari dan tim pembimbing yang terdiri dari Dr. Anuraga  Jayanegara,  Dr. M. Ridla, Prof. Erika B Laconi ini membuat inovasi baru berupa teknologi FCT. Alat ini berguna untuk memecah serat pada bahan berserat tinggi yang biasanya terdapat dalam produk hasil ikutan pertanian dan perkebunan. Seperti jerami padi, pelepah sawit, tandan kosong sawit, kulit buah kakao, kulit kopi, jerami jagung klobot jagung, tongkol jagung, pucuk tebu dan ampas tebu. 

    “Eksperimen ini bertujuan untuk mengevaluasi efek teknologi FCT dan penambahan urea pada nilai gizi jerami padi, daun kelapa sawit, tandan kosong kelapa sawit, kakao dan sekam kopi,” ujarnya. 

    Dalam penelitian sebelumnya telah diketahui bahwa kombinasi antara suhu tinggi, tekanan tinggi dan urea telah terbukti meningkatkan nilai gizi jerami padi dan tandan kosong kelapa sawit. Urea lebih disukai daripada amonia karena aman, mudah digunakan dan mudah diperoleh. 

    “Eksperimen ini adalah kelanjutan dari studi sebelumnya untuk menjelaskan mekanisme lebih dalam mengenai peningkatan nilai gizi limbah pertanian dan perkebunan menggunakan kombinasi suhu tinggi, tekanan tinggi dan urea. Berdasarkan hasil penelitian dalam disertasi saya, saya yakin inovasi ini akan berguna bagi masyarakat bahwa hasil ikutan (by-product) pertanian dan perkebunan dapat digunakan sebagai pakan alternatif bagi ternak ruminansia,” imbuhnya. (ipb.ac.id)

  • Bertempat di ruang diskusi Program Studi Logistik Peternakan Fakultas Peternakan (Fapet) Institut Pertanian Bogor (IPB) tanggal 14 Mei 2018, Forum Logistik Peternakan Indonesia menggelar Pelatihan Penerapan Animal Welfare pada Rantai Pasok Sapi Potong. Acara ini dibuka Dekan Fapet Dr Ir Mohamad Yamin MAgrSc.

    Kegiatan pelatihan ini diikuti secara antusias oleh para peserta pelatihan yang berasal dari berbagai instansi, antara lain dari tim PT Cianjur Artha Makmur, tim Asuransi Ternak Jasindo, RPH Kota Cilegon, Asosiasi Distributor Daging Indonesia, member sapibagus.com dan mahasiswa S2 Logistik Peternakan IPB.

    Pelatihan dilaksanakan dalam 2 sesi, sesi pertama menerima materi, video dan diskusi yang dilaksanakan di Ruang Sidang Fakultas Peternakan IPB. Narasumber dalam sesi ini antara lain drh.Helen Fadma dari Meat & Livestock Australia. Helen menyampaikan materi tentang pentingnya penerapan kaidah Animal Welfare baik di holding ground feedlot maupun di RPH. Helen menyampaikan akan pentingnya menerapkan konsep animal welfare, baik di holding ground feedlot maupun di RPH.

    “Sangat penting diterapkan, mengingat bahwa sekecil apapun jenis kekerasan yang diterima ternak sesaat sebelum dipotong, jelas akan berdampak pada produk yang dihasilkan,” kata Helen.

  • Fakultas Peternakan (Fapet IPB University) menyelenggarakan webinar tetang sistem perunggasan telur tetas dan pencampur pakan, 21/5. Penyelenggaraan webinar bekerjasama dengan PT. Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CP) dan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP)
    Agribisnis Ambissi – Bogor. Kegiatan ini merupakan pembukaan dari rangkaian acara bimbingan teknis dan pelatihan dalam rangka persiapan ujian kompetensi dan sertifikasi operator telur tetas dan pencampur pakan untuk para peserta sertifikasi khususnya, namun webinar ini terbuka untuk umum bagi siapa saja yang ingin mengetahui dunia perunggasan serta pentingnya sertifikasi kompetensi.

    Dalam sambutannya, Dekan Fakultas Peternakan IPB University, Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc.Agr menyampaikan “Bisnis perunggasan di Indonesia adalah salah satu bisnis yang sangat luar biasa, melibatkan banyak pihak dari hulu ke hilir serta banyak proses dan input yang dibutuhkan untuk mendukung bisnis tersebut” ungkapnya. Dr. Idat lalu menjelaskan bahwa dalam beberapa tahun ini Fapet bekerjasama dengan LSP Ambissi yang melakukan sertifikasi terhadap kompetensi calon lulusan. “Dengan melakukan sertifikasi, diharapkan peserta memiliki kemampuan yang lebih kuat sehingga memiliki daya saing yang lebih tinggi pada saat bekerja”pungkasnya.

    Prof. Dr. Ir. Iman Rahayu Hidayati Soesanto, M.S turut hadir memberikan sambutan dan gambaran mengenai sertifikasi perunggasan tersebut. Guru Besar Fapet IPB tersebut menjelaskan bahwa rencana untuk sertifikasi ini merupakan bagian dari SKPI (Surat Keterangan Pendamping Ijazah) dan untuk IPB sendiri karena di pendidikan bisa diakomodir untuk dijadikan SKS dengan MBKM yaitu 2 SKS mata kuliah. Program ini merupakan suatu tawaran dari BNSP (Badan Nasional Sertifikasi Profesi) ke LSP, ada satu bantuan yang bisa kita manfaatkan untuk mahasiswa sebagai pendamping ijazah. Untuk sertifikasi telur tetas maupun pencampur pakan, kompetensi terdiri dari kompetensi inti yaitu K3 dan biosecurity dan kompetensi pilihan untuk telur tetas yaitu mengelola telur tetas, menetaskan telur tetas, dan pemanenan anak unggas. Kemudian untuk pencampur pakan, kompetensi pilihan yatiu mencampur bahan pakan, menghitung jumlah pakan  dan menyimpan bahan pakan dan pakan, semuanya diikuti  dengan keputusan akhirnya kompeten atau belum kompeten. “Saya harap dengan penyegaran dari Dr. Maria Ulfah dan Dr. Rita Mutia pada webinar ini, akan membuat refresh kita untuk mengikuti sertifikasi dan kegiatan ini”harapnya.

    Dalam webinar ini, dihadirkan beberapa narasumber yang memberikan materi sesuai keahliannya. Narasumber pertama yaitu Dosen Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fapet Dr. Maria Ulfah, S.Pt., M.Sc.Agr. memaparkan sejumpah materi dalam rangka meningkatkan pemahaman dan kapasitas individu terkait penetasan telur unggas. Beberapa hal yang disampaikan meliputi tahapan penetasan telur unggas, kualitas telur tetas, metode evaluasi keberhasilan penetasan dan kualitas anak unggas.

    Selanjutnya dihadirkan narasumber yang juga Dosen Fapet dari Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan  Dr. Ir. Rita Mutia, M.Agr menyampaikan materi pencampuran pakan unggas. “Mengapa pakan merupakan hal penting yang harus kita perhitungkan? Karena pakan merupakan biaya terbesar dalam structure cost sebuah bisnis peternakan, bisa mencapai 80%. Kita harus menyiapkan pakan dengan baik dengan gizi yang seimbang sesuai dengan kebutuhan ternak, hal tersebut akan menjamin produktivitas ternak yang baik”urainya

    Dari kalangan industri, hadir pula alumni Fapet IPB Moh Jamaludin Malik S.Pt  yang kini menjabat sebagai GM QC Hatchery & Technical PT. Charoen Pokphand Indonesia (CP). Pria yang sudah bergabung selama lebih dari 26 tahun di CP ini menjelaskan latar belakang perkembangan teknologi penetasan perunggasan serta menyampaikan beberapa tren alat-alat yang akan digunakan di penetasan baik ayam broiler maupun layer serta berbicara tentang perubahan-perubahan teknologi yang berkembang di dunia penetasan.

    Materi terakhir disampaikan oleh Ir. Sunarbowo dari LSP Agribisnis Ambissi mengenai pentingnya Sertifikasi Kompetensi bagi mahasiswa. “Selama ini masih terjadi gap yang cukup besar antara produk hasil pendidikan formal dengan kebutuhan di dunia usaha maupun industri, kondisi ini membuat pemerintah akhirnya menerbitkan UU No 12 tahun 2012 mengenai keharusan setiap perguruan tinggi untuk memberikan sertifikat kompetensi pada setiap lulusannya” ujar pria yang akrab disapa Pak Bowo ini.  Lebih lanjut ditegaskan bahwa mahasiswa ataupun lulusan jangan terpaku pada satu sertifikat kompetensi saja, namun bekali juga dengan sertifikat yang lainnya untuk bertarung di dunia industri. (Femmy). 

  • Prof Sumiati dari Fakultas Peternakan IPB University menjelaskan bahwa permasalahan yang dihadapi peternak itik di Desa Ringinanyar Kecamatan Ponggok Kabupaten Blitar, Jawa Timur yaitu peternak masih tergantung pakan dari tengkulak yang selama ini beredar. Mereka terikat kontrak dengan tengkulak yakni peternak diberikan pakan oleh tengkulak kemudian telurnya dibeli lagi oleh tengkulak. Akibatnya peternak tidak dapat berdikari, kemerdekaan peternak direnggut oleh tengkulak.

    Menjawab permasalahan tersebut, pihaknya melalui Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB University melakukan penyuluhan pembuatan ransum suplementasi maggot untuk pakan itik petelur di Balai Desa Ringinanyar Kecamatan Ponggok. Dengan penyuluhan yang dilakukan kepada peternak, dirinya berharap peternak tidak tergantung lagi dengan pakan dari tengkulak. Telurnya juga bisa dimanfaatkan menjadi tepung telur sehingga mendapatkan nilai lebih dalam produk telur.

    “Pakan yang digunakan adalah pakan dengan suplementasi maggot. Selain protein maggot yang tinggi, maggot juga bermanfaat untuk mengurangi sampah rumah tangga. Media yang digunakan dalam budidaya maggot di desa ini adalah sampah rumah tangga. Pakan sudah diujikan ke salah satu peternak di Desa Ringinanyar dan didapatkan hasil telur yang produksinya stabil bahkan cenderung naik dibandingkan dengan pakan dari tengkulak. Bobot telur yang dihasilkan juga sama dengan pakan dari tengkulak. Artinya pakan ini telah berhasil untuk diproduksi secara massal dan dapat digunakan di Desa Ringinanyar,” ujarnnya.

    Sementara itu, Dr Prayoga menjelaskan mengenai produk pertanian seperti cabai yang merupakan salah satu komoditas pertanian masyarakat Desa Ringinanyar. Pemanfaatan cabai yang masih kurang menjadi salah satu permasalahan masyarakat Desa Ringinanyar.

    Permasalahan ini dapat diatasi dengan cara mendirikan koperasi cabai. Koperasi berperan sebagai jembatan penghubung antara petani dengan pembeli. Sehingga harga cabai lebih stabil dibandingkan dengan sebelumnya.

    “Selain itu, warga juga bisa membuat produk olahan seperti tepung cabai dan bumbu instan. Tepung cabai dapat diproduksi dengan melewati beberapa tahapan antara lain penyortiran, pencucian, pengeringan, pengilingan, penyaringan dan pengemasan. Sedangkan bumbu instan diproduksi dengan cara cabai dilakukan penyortiran, pembersihan, penghancuran, penambahan gula, dipanaskan dalam wajan sampai terbentuk kristan. Selanjutnya disaring dan dikemas,” tuturnya.

    Ia menambahkan untuk bidang peternakan, menurutnya telur dapat diolah menjadi tepung telur. Tepung telur diproduksi secara mengunakan spray dryer atau dengan oven. Tepung telur dapat diolah menjadi brownis, donat, mie, spagheti dan lain-lain.
     
    Sementara itu, Kepala Desa Ringinayar, H Supangat menyampaikan bahwa Desa Ringinanyar mayoritas warganya bermata pencaharian sebagai petani dan peternak. Yang mendominasi adalah pertanian cabai, peternakan bebek dan sapi. Berdasarkan potensi sumber daya yang ada di Desa Ringinanyar, desa ini mampu bersaing dengan desa lain, bahkan desa ini tergolong lebih maju daripada desa di sekitarnya.

    “Harapannya ke depan masyarakat bisa menerapkan ilmu yang telah diberikan oleh IPB University kepada warga kami, sehingga potensi di desa bisa dimaksimalkan dan tentunya bisa menjadi sumber penghasilan masyarakat,” tuturnya.

    Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan, Kabupaten Blitar, Drh Adi Andaka menyampaikan bahwa kedatangan IPB University di desa Ringinanyar diharapkan mampu menjawab permasalahan yang sedang dihadapi terutama dalam bidang peternakan. Khususnya pakan dan bidang pertanian khususnya pengolahan paska panen. Dengan demikian Desa Ringinanyar menjadi desa yang mandiri. (new.trubus.id)

  • Guru besar Fakultas Peternakan IPB Prof Ronny Rachman Noor mengatakan peternakan rakyat dengan ternak lokalnya berperan dalam pemenuhan gizi dan pengurangan masalah malnutrisi.

    “Peternakan rakyat dengan memanfaatkan ternak lokal dapat dijadikan andalan dalam mengurangi masalah malnutrisi di Indonesia, terutama wilayah pedesaan,” kata Ronny dalam kegiatan pra orasi guru besar IPB di Kampus Baranangsiang, Kota Bogor, Jawa Barat, Kamis.

    Untuk itu Ronny mengapresiasi dan mendukung program yang akan diluncurkan oleh Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman yakni pengentasan kemiskinan berbasis pertanian. Program tersebut diberi nama Bekerja, singkatan dari bedah kemiskinan rakyat sejahtera. Rencananya akan diluncurkan pada tanggl 23 April mendatang di Cianjur. Program pengentasan kemiskinan berbasis pertanian dapat menjadi solusi permanen menyasar jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang, serta menjangkau 1.000 desa di 100 kabupaten.

    Untuk jangka pendek, tanaman sayuran dan holtikultura bisa menjadi solusi karena bisa dipanen dalam waktu tiga bukan. Untuk jangka menengah diberikan ayam, dan kambing. Karena ayam dalam waktu enam bulan sudah bisa bertelur, dan dagingnya bisa juga dipanen. Ronny mendukung program tersebut karena sangat cocok untuk mendukung ketahanan pangan di wilayah pedesaan dan wilayah ujung Indonesia.

    “Kalau bisa pemberian ternak ini disesuaikan dengan tradisi dan kebiasaan masyarakat setempat. Jika mereka terbiasa memelihara domba, beri domba, jangan hanya ayam,” katanya.

    Menurut mantan Atase Pendidikan dan Kebudayaan di KBRI Cambera, Australia ini, program Bekerja yang akan diluncurkan oleh Kementan bukan barang baru, tetapi sudah pernah dilaksanakan pada era pemerintahan Presiden Soeharto.

  • Indonesia menghasilkan limbah makanan dengan jumlah melimpah yang perlu dikelola dengan baik. Limbah makanan ini dapat dimanfaatkan sebagai media tumbuh maggot dalam proses biokonversi sampah organik menjadi bahan kaya protein.

    Maggot yang merupakan larva dari serangga Hermetia illucens atau dikenal dengan black soldier fly (BSF), sudah banyak dibudidayakan di berbagai negara seperti di Jerman, Belanda dan China untuk menghasilkan sumber protein.

    Biokonversi tersebut di Indonesia diharapkan dapat bersinergi dengan masalah lingkungan melalui pengelolaan limbah organik menjadi bahan pakan alternatif pengganti tepung ikan dan MBM yang lebih murah dan berkelanjutan. Hal itu mengemuka dalam sebuah online seminaryang diselenggarakan Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan Indonesia (AINI), Kamis (9/7/2020).

    Kegiatan seminar yang keempat kalinya ini menghadirkan narasumber penting di bidangnya, yakni CEO Biomagg Aminudi, Guru Besar Fapet IPB Prof Dr Dewi A. Astuti dan Prof Dr Sumiati, Dosen FPIK IPB Dr Ichsan Achmad Fauizi dan Ketua umum GPMT Desianto Budi Utomo. Seminar dipandu Dekan Fakultas Peternakan dan Perikanan Universitas Tadulako Palu Prof Ir Burhanudin Sundu MScAg PhD.

    Dalam acara tersebut, Sumiati memaparkan tentang berbagai manfaat budi daya maggot, antara lain mampu mengonversi biomassa berbagai material limbah organik seperti kotoran hewan, limbah organik perkotaan, kotoran manusia segar, maupun limbah sayuran pasar.

    Manfaat berikutnya maggot dapat mereduksi bau potensial limbah sekitar 50-60%, sehingga dapat mereduksi polusi, bakteri patogen, bau dan populasi lalat rumah dengan mengurangi kesempatan lalat rumah untuk oviposisi.

    Maggot juga bisa menjadi sumber nutrien karena memiliki kandungan nutrien yang tinggi (protein, asam amino, lemak, mineral) sebagai pakan ternak,” kata Sumiati.

    Ia menunjukkan beberapa penelitian tentang penggunaan maggot dalam ransum unggas. “Penggunaan maggot sampai 15% sebagai pengganti soya bean meal dan soya bean oil tidak berefek negatif terhadap digestibility, performa produksi, kualitas karkas dan daging puyuh,” jelasnya.

    Penelitian lain juga menunjukkan, pemberian maggot pada ayam petelur dapat mengangkat kualitas telur dan menurunkan angka konversi pakan. 

    “Substitusi tepung kedelai secara sebagian atau menyeluruh dengan tepung maggot tidak mempengaruhi asupan pakan, performa produksi, bobot telur dan efisiensi pakan,” kata Sumiati mengutip sebuah hasil penelitian tentang maggot pada ayam petelur. Dengan demikian, maggot memiliki potensi untuk digunakan sebagai sumber protein alternatif pada hewan unggas petelur. (majalahinfovet.com)

  • Lahan pertanian padi di Indonesia mencatat ada 500 spesies serangga yang bermanfaat dan 130 spesies hama, dan ada sekitar 97% serangga yang bermanfaat dan kurang dari 1% merugikan. Salah satu serangga yang berpotensi besar untuk dikembangkan lebih lanjut sebagai bisnis adalah ulat hongkong atau meal worm.

    Dosen Fakultas Peternakan IPB Dr. Yuni Cahya Endrawati, S.Pt., M.Si dalam sebuah pelatihan online tentang satwa harapan yang diselenggarakan oleh Forum Logistik Peternakan Indonesia (FLPI) dan Fakultas Peternakan IPB pada 27 Juni 2020 lalu menjelaskan tentang kandungan nutrisi pada ulat hongkong. Pelatihan juga menghadirkan pula narasumber penting lainnya yakni Guru Besar Fakultas Peternakan IPB Prof Dr. Asnasth M Fuah, MS, dan Founder PT Sugeng Jaya Group Koes Hendra Agus Setiawa, S.Pt.

    Yuni menguraikan, pada ulat hongkong segar, terkandung 20% protein, 13% lemak, 2% serat, and 62% KA. Adapun jika dalam kondisi kering, mengandung 53% protein, 28% lemak, 6% serat, and 5% KA;47,2-60,3% protein, 31,1-43,1% lemak, 7,4-15% serat, 1-4,5% abu. Asam lemak utama yang terdapat pada ulat hongkong yakni linolenic acid (19.7%), palmitic acid (17.6%), linoleic acid (16.3%), and stearic acid (11.4%).

    Mengutip berbagai hasil penelitian, Yuni menjelaskan ulat hongkong sangat bagus sebagai sumber protein pakan ikan dan hewan peliharaan, dapat menggantikan tepung ikan pada pakan anak ikan, dan autorisasi untuk pakan ikan. Penelitian lain juga menunjukkan, ulat hongkong dapat diberikan sebagai pakan ayam, dan tidak ada dampak negatif. “Penggantian sampai dengan 50% tepung ikan pada pakan tidak menurunkan performa ikan,” kata Yuni Cahya Indrawati (agropustaka.id)

  • Institut Pertanian Bogor pada tanggal 2 Juni 2016  menyelenggarakan seleksi Dosen, Ketua Program Studi, dan Tenaga Kependidikan Berprestasi Tingkat IPB Tahun 2016. Prestasi membanggakan berhasil diraih oleh dosen dan tenaga kependidikan Fakultas Peternakan.

    Prof. Dr. Ir. Luki Abdullah, MSc.Agr.  sebagai Dosen Berprestasi Peringkat I dan akan mewakili IPB ke tingkat nasional. Saat ini,  Prof. Luki  bertugas sebagai dosen dan peneliti di Laboratorium Agrostologi, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB. 

    Beliau memiliki sejumlah inovasi dalam penyediaan hijauan pakan ternak berkualitas tinggi dari budidaya tanaman hingga upaya pengawetan, salah satunya adalah Indigofera yang dikembangkan dari hulu sampai hilir sehingga menjadi konsentrat hijau (KoHi).

    Irma Nuranthy Purnama, S.Pt., M.Si. sebagai Tenaga Kependidikan Berprestasi Peringkat I untuk Kategori Administrasi Umum. Beliau bertugas sebagai Technical Editor di Media Peternakan, Journal of Animal Science and Technology sejak tahun 2004. Beliau bertanggungjawab dalam kegiatan administrasi, membantu proses manajemen, dan pengembangan jurnal, serta membantu internasionalisasi Media Peternakan sehingga dapat diindeks salah satu lembaga pengindeks bereputasi,  yaitu SCOPUS, sejak tahun 2016.

    Laeli Komalasari, SP, M.Si. sebagai Tenaga Kependidikan Berprestasi Peringkat II untuk Kategori Pranata Laboratorium. Beliau membuat karya inovasi mesin tetas 200 butir yang dilengkapi dengan inverter sehingga mesin tetap beroperasi meskipun listrik padam. Alat ini masih dalam tahap penyempurnaan untuk dapat digunakan secara layak. Beliau bertugas di Laboratorium Ilmu Produksi Ternak Unggas, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan IPB.

    Selamat atas prestasi yang diraih, semoga dapat memacu prestasi-prestasi lainnya dan memajukan Fakultas Peternakan IPB.

  • Daging adalah otot yang telah mengalami konversi menjadi daging, merupakan bagian dari karkas sapi yang sehat, disembelih secara halal dan benar serta lazim, aman dan layak dikonsumsi oleh manusia. Sebagai salah satu bahan makanan bernilai gizi tinggi baik bagi manusia maupun mikroorganisme, daging menjadi bahan makanan yang mudah rusak, sehingga untuk dapat memperpanjang umur simpang daging, harus diterapkan sistem rantai dingin selama produksi, penyimpanan dan transportasi/distribusi daging dan produk olahannya. Hal itu dimaksudkan, untuk mencegah atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan menghambat aktivitas enzim pada daging.

    Sistem rantai dingin dapat dilakukan dengan penyimpanan dingin dan penyimpanan beku. “Ruang pendinginan merupakan tempat untuk menyimpan atau mendinginkan pangan segar dengan suhu antara 0°C hingga dengan -1°C dan kelembaban 90–95%. Adapun ruang pembekuan merupakan tempat penyimpanan pangan beku dengan suhu dengan suhu antara -18°C sampai -25°C dan kelembaban 95 – 98%,” kata Elies Lasmini, S.Pt,M.Si, Widyaiswara Ahli Madya Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian, Kementerian Pertanian RI dalam Pelatihan Butcher dan Sertifikasi Kompetensi bidang pemotongan daging (butcher) level yunior (SKKNI) yang diselenggarakan oleh FLPI IPB dan BBPKH Cinaragara, dan berlangsung pada 18-22 November dan 25- 27 November 2019 di Fakultas Peternakan IPB Bogor.

    Dalam penyimpanan dingin daging sapi, Elies memberi petunjuk praktis tata cara penangannya, yakni daging segar yang tidak akan digunakan lagi dibungkus menggunakan plastik film, yang berfungsi agar permukaan daging tidak keras karena temperatur yang rendah. Setelah itu, masuk ke dalam refrigerator atau chiller, dan ditempatkan pada bagian yang paling dingin. Prinsip first in first out (FIFO) harus diterapkan, sehingga penulisan tanggal daging masuk harus ada.

    Sedangkan untuk persyaratan memperoleh daging beku yang baik, Elies memaparkan, daging segar harus berasal dari ternak yang sehat, pengeluaran darah pada saat pemotongan harus sesempurna mungkin, periode pelayuan harus dibatasi, karkas atau daging dibungkus mengunakan material yang berkualitas baik, dan temperatur pembekuan setidak-tidaknya -18ºC atau lebih rendah. (kulinologi.co.id)

  • Program Studi (Prodi) Teknologi Hasil Ternak (THT) Fakultas Peternakan IPB University menyelenggarakan workshop penyusunan Rencana Pembelajaran Semester (RPS) mata kuliah. Workshop ini dilakukan agar capaian pembelajaran pada beberapa mata kuliah di Prodi THT lebih berdasarkan problem based learning (PBL).
     
    Ketua Departemen IPTP, Dr Tuti Suryati dalam sambutannya mengucapkan terimakasih kepada narasumber yang telah bersedia hadir dan berdiskusi dengan dosen IPB University dari Prodi THT. Selain itu, ia juga memberikan semangat kepada semua dosen yang terlibat dalam acara ini agar Prodi THT dapat lebih maju dan semakin berkembang.
     
    “Kegiatan ini juga perlu dilakukan agar tercapai Indikator Kinerja Utama (IKU) 7, yaitu persentase mata kuliah S1 yang menggunakan metode pembelajaran pemecahan kasus (case method) atau pembelajaran kelompok berbasis proyek (team based project) sebagai bagian bobot evaluasi,” ujarnya.
     
    Hadir sebagai narasumber, Dr Aprihatiningrum Hidayati, Dosen Sekolah Tinggi Manajemen (STM) PPM Jakarta. Pada kesempatan itu, ia memaparkan materi tentang ‘Penulisan Kasus Bisnis untuk Pembelajaran Berdasarkan PBL sebagai Implementasi Merdeka Belajar - Kampus Merdeka (MBKM)’.
     
    Ia menekankan untuk memasukan kasus-kasus dalam kegiatan belajar mengajar, terutama praktikum, sehingga mahasiswa dapat melihat kasus yang tengah terjadi dan memberikan tanggapan dan solusi sesuai bidang keilmuannya. 
     
    “Para dosen juga dihimbau untuk menulis kasus yang terjadi di lapangan dan dijadikan sebagai bahan ajar kepada mahasiswa,” sebut dia saat pemaparan materi workshop yang digelar di Ruang Sidang Departemen IPTP, Fakultas Peternakan, IPB University.
     
    Selain itu, workshop ini juga merupakan rangkaian kegiatan untuk mengembangkan program studi dan didukung dengan dana hibah dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek). 
     
    Pada sesi sharing session, kegiatan diisi oleh tiga narasumber dari Departemen IPTP IPB University, yaitu Prof Irma isnafia Arief (Mata Kuliah Diversitas Mikroba produk Hasil Ternak), Prof Niken Ulupi (Mata Kuliah Desain Ternak Monogastrik dan Satwa Harapan), dan Dr Zakiah Wulandari (Mata Kuliah Prinsip Teknologi Hasil Ternak) (ipb.ac.id)

  • Indo Livestock 2024 Expo dan Forum yang digelar di Jakarta Convention Center (JCC) pada (17-19/7) menghadirkan banyak produk di bidang peternakan, pertanian dan perikanan serta kesehatan hewan. Fakultas Peternakan (Fapet) bersama Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis (SKHB) IPB University yang menjadi salah satu peserta dalam event ini turut menampilkan beberapa produk dan inovasi. 

    Tidak hanya produk Fakultas, produk dari Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) khususnya mahasiswa Fapet turut dihadirkan antara lain Yola Soft Candy. Permen Yogurt Rosella Low Sugar Mengandung Peptida Bioaktif sebagai Pencegah Hipertensi ini disukai oleh banyak pengunjung. Bahkan President of Korean Veterinary medical Association (KVMA) ini. Dr. Ju Hyung Hur yang berkunjung ke booth turut mencicipi inovasi ini. “Sangat enak!” ujarnya dengan antusias.

    Beberapa pengunjung lain yang datang juga rata-rata memberikan komentar dan kesan yang baik terhadap produk ini. Bayu dan Biksa dari Sekolah Vokasi IPB yang baru pertama kali mencoba permen yogurt rosella ini sangat terkesan dengan rasanya “Kalau saya lihat komposisinya juga ini pemanisnya stevia, produk baru yang perlu dicoba karena sensasinya beda. Kalau dipasarkan untuk target anak-anak dan anak muda rasanya sangat pas”ujar Biksa. Senada dengan Biksa, Bayu juga terkesan dengan rasa dari permen tersebut. “Teksturnya pas tidak terlalu keras dan tidak terlalu lembek, ketika dimakan langsung terasa yogurtnya pas kena lidah”jelasnya.

    Selain permen yogurt, ada beberapa produk PKM yang menarik perhatian para pengunjung. FelVibe misalnya yang merupakan pakan diet kucing urinary care berbahan dasar prebiotik dan herbal dengan berbagai manfaat. FelVibe menjadi solusi untuk pakan preventif, selama sakit, dan pasca FLUTD untuk kucing dengan bahan yang aman dan harga relatif terjangkau. Beberapa pecinta kucing tampak antusias menanyakan hal terkait produk tersebut. Ada pula E-Phote, ROSTER BETON RAMAH LINGKUNGAN yang merupakan roster inovasi berbasis teknologi substitusi Limbah Feses sapi dan Limbah Spent Bleaching Earth (SBE) dalam memaksimalkan potensi limbah dalam mendukung Sustainable Development Goals 2030. Produk ini sudah diuji coba ketahanannya dengan keunggulan yang lebih kuat dan lebih murah dari segi ekonomi. (Femmy)

  • Jurnal ilmiah yang dimiliki perguruan tinggi kerap menjadi media diseminasi informasi hasil karya para peneliti dan akademisi untuk menimbulkan dampak secara nasional dan global. Saat ini, IPB University memiliki 69 jurnal ilmiah aktif, dengan sebaran 4 jurnal yang telah terindeks Scopus, 54 jurnal terakreditasi SINTA, sementara 15 lainnya belum terakreditasi.
     
    Jurnal yang belum terakreditasi, termasuk 3 jurnal yang baru dibentuk, kemudian mendapatkan pendampingan menuju akreditasi dari Direktorat Kajian Strategis dan Reputasi Akademik (DKaSRA) IPB University. Ada 10 pengelola dari 15 jurnal yang belum terakreditasi menghadiri kegiatan pendampingan (24/2) di Ruang Sidang Rektor 2, Gedung Rektorat Andi Hakim Nasoetion (AHN), Kampus IPB Dramaga, Bogor.

    Prof Anuraga Jayanegara selaku Direktur Kajian Strategis dan Reputasi Akademik IPB University dalam sambutannya menyebutkan bahwa bidang reputasi akademik yang berkaitan dengan jurnal ilmiah dapat mengacu pada tiga hal, yaitu kuantitas, kualitas dan kontinuitas.

    “Jadi tentunya target kami ingin memperbanyak jurnal-jurnal IPB University yang terakreditasi SINTA dan terindeks Scopus. Dari sisi kualitas, kami berusaha mendukung upaya-upaya jurnal yang sudah terakreditasi dan terindeks untuk bergeser ke tingkatan yang lebih tinggi lagi. Kemudian dari sisi kontinuitas, berkaitan dengan upaya-upaya yang akan dilakukan untuk menjaga keberlanjutan jurnal,” jelas Prof Anuraga.

    Menurutnya, tujuan dari kegiatan kali ini adalah untuk meninjau sejauh mana progress masing-masing jurnal, sehingga setiap pengelola jurnal semakin siap untuk mengajukan akreditasi SINTA.
     
    “Jurnal itu bukan hanya tentang publikasi. Perjurnalan itu merupakan corong dari reputasi akademik. Sumber daya yang ada perlu di enhance, termasuk berbagai fasilitas yang mendukung. Mohon dukungannya supaya kita semua saling bersinergi,” tutup Prof Anuraga.
     
    Asisten Direktur Bidang Reputasi Akademik, Drh Fitriya Nur Annisa Dewi, PhD, menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan kick off di awal tahun dan harapannya akan ditindaklanjuti untuk menghasilkan luaran nyata di akhir tahun.

    Kegiatan pendampingan jurnal ilmiah menuju akreditasi SINTA menghadirkan Dr Iman Rusmana dan Sulistiyo, AMd sebagai narasumber. Agenda acara terdiri dari pemaparan materi terkait persyaratan akreditasi SINTA oleh Dr Iman yang kemudian dilanjutkan dengan presentasi oleh masing-masing pengelola jurnal terkait progress menuju pengajuan akreditasi. Para narasumber juga memberikan ulasan dan masukan terkait progress setiap jurnal, disertai diskusi yang sangat aktif (ipb.ac.id)

  • Ternak ruminansia berkontribusi secara signifikan terhadap laju akumulasi gas metana di atmosfer yang terkait dengan efek pemanasan global. Kontribusi ini berasal dari fermentasi enterik yang terjadi di dalam rumen dan usus besar ternak ruminansia secara anaerobik. 

    “Secara global, ternak ruminansia memproduksi lebih dari 80 juta ton gas metana setiap tahunnya. Di Indonesia, sapi pedaging merupakan kontributor terbesar emisi gas metana dari sektor peternakan. Ini karena populasinya yang dominan di antara ternak ruminansia besar lainnya,” ujar Prof Anuraga Jayanegara saat Konferensi Pers Pra Orasi Ilniah Guru Besar IPB University, (16/9).

    Dalam paparannya, Guru Besar Fakultas Peternakan IPB University ini mengatakan bahwa sekitar 6-14 persen dari energi pakan yang dikonsumsi ternak ruminansia, dikonversi menjadi gas metana. Proporsi tersebut semakin tinggi pada ternak yang mengkonsumsi pakan berserat tinggi yang umumnya didapati di berbagai negara tropis, termasuk Indonesia. 

    “Dengan demikian, upaya mitigasi emisi gas metana tidak hanya bermanfaat bagi konservasi lingkungan dalam menurunkan laju pemanasan global. Tapi juga sebagai upaya menurunkan energi yang hilang dari ternak sehingga juga menunjang terhadap peningkatan produktivitas ternak ruminansia,” imbuh Profesor Termuda IPB University ini.

    Dalam risetnya, Prof Anuraga menemukan bahwa polifenol yang terdapat pada tanaman dapat digunakan untuk menekan emisi gas metana. Ada korelasi negatif antara kadar polifenol berupa tanin dalam hijauan dengan emisi gas metana. 

    “Artinya, pakan ternak yang ditambahkan tanaman mengandung tanin (yang sudah dipurifikasi) dapat menurunkan metana. Baik tanin terhidrolisis maupun tanin terkondensasi berkontribusi dalam mitigasi gas metana,” jelas dosen IPB University di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan ini.

    Menurutnya, penggunaan dua persen tanin di dalam pakan dapat menurunkan emisi gas metana sebesar 5,3 persen secara in vivo pada ternak ruminansia. 

    “Polifenol atau tanin juga memiliki efek lain yang bermanfaat terhadap ternak ruminansia. Tanin dapat meningkatnya produktivitas ternak ruminansia melalui proteksi protein dari degradasi rumen. Senyawa ini juga menekan infeksi nematoda saluran pencernaan sehingga meningkatkan status kesehatan ternak,” terangnya.

    Ia menambahkan, tanin juga dapat mempertahankan kualitas pakan fermentasi (silase) dengan cara menghambat proteolisis dan deaminasi yang terjadi selama proses fermentasi. Dan mampu meningkatkan konsentrasi sejumlah asam lemak yang bermanfaat terhadap kesehatan manusia pada daging dan susu. Seperti conjugated linoleic acid (CLA), asam lemak omega-3 dan asam lemak tak jenuh ganda. "Tanaman yang bisa dimanfaatkan untuk ini adalah kaliandra dan lamtoro, " ungkapnya

  • Dalam menghadapi krisis pangan dan lingkungan, berbagai inovasi produk pakan alternatif mulai bermunculan. Lalat Tentara Hitam atau Black Soldier Fly (BSF) merupakan salah satu inovasi produk pakan yang kaya akan nutrisi. Potensi BSF amat besar terutama sebagai pakan ternak alternatif dan pengendali lingkungan. Mengingat 30 persen bahan pakan di Indonesia masih diimpor dan sulit dicari pengganti yang berkualitas sebanding.

    Untuk menggali lebih dalam mengenai potensi BSF beserta status kehalalannya, Asosiasi Profesor Indonesia (API) bersama dengan Dewan Guru Besar (DGB) IPB University menyelenggarakan Webinar "Hermetia Illucens: Peningkatan Nilai Ekonomi dan Lingkungan", (2/3).

    Prof Evy Damayanthi, Ketua DGB IPB University berharap hasil diskusi webinar tersebut dapat berguna sebagai penyusunan policy brief bagi pemerintah dalam menanggapi kebijakan yang ada.

    Sementara itu, Prof Dewi Apri Astuti, Guru Besar IPB University dari Fakultas Peternakan menyebutkan bahwa potensi BSF sebagai pakan hewan amat besar. Kandungan nutrisi dalam BSF juga tinggi dan keunggulannya adalah amat mudah dibudidayakan serta terjamin ketersediaannya.

    Untuk mendapatkan kualitas BSF yang konstan, diperlukan media dengan bahan berkualitas misalnya limbah sawit.  Limbah sawit digunakan karena ketersediaannya baik dan amat mendukung pertumbuhan BSF.  Produk BSF berumur muda cocok bagi unggas karena kadar lemaknya rendah dan proteinnya cukup tinggi.

    “Yang harus jadi perhatian adalah BSF ini rendah akan kalsium, fosfor dan juga metionin dan lisin sehingga esensial bagi pakan unggas, namun juga tidak bermasalah bagi ruminansia. Yang menarik, BSF juga mengandung asam laurat yang tinggi dan memiliki fungsi khusus sebagai antimikrobial dan juga asam linoleat dan oleat yang tinggi. Dari kajian saya, ternyata pakan BSF juga dapat meningkatkan reproduksi atau kesuburan ruminansia yang lebih baik,” jelasnya.

    Bahkan, limbah frass atau hasil sisa media pemeliharaan BSF juga dapat dijadikan pakan ruminansia. Selain itu dapat juga dijadikan susu formula pengganti bagi anakan kambing, pakan kucing dan anjing, serta pakan burung berkicau. BSF juga dapat dimanfaatkan dalam biokonvesi limbah organik rumah tangga menjadi kompos. Caranya pun tergolong sederhana dan tanpa menggunakan bahan kimia.  

    Penerapan BSF juga dinilai akan mendorong penurunan biaya pengelolaan limbah padat di perkotaan, bahkan bernilai ekonomi.

    Bila memandang dari status kehalalannya, Prof Khaswar Syamsu, Guru Besar IPB University dari Fakultas Teknologi Pertanian yang juga Kepala Halal Science Center, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (HSC LPPM) IPB University, menyebutkan bahwa larva BSF telah ditetapkan fatwanya. Yakni fatwa No 24 Tahun 2019.

    Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) berpandangan bahwa perlu adanya penetapan fatwa tentang hukum mengonsumsi, membudidayakan, serta memanfaatkan BSF. Hal tersebut juga berkaitan dengan faktor keamanaan pangan dan kebersihan serta kualitas produk.

    Larva BSF tersebut termasuk dalam kategori hasyarat atau hewan melata kecil sehingga mengonsumsinya dianggap haram. Namun, bila dimanfaatkan bagi keperluan pakan hewan hukumnya boleh atau mubah.

    “Larva ini barangkali hanya boleh dimakan apabila sudah tidak ada alternatif maupun sumber pangan lainnya,” imbuhnya

  • Guru Besar IPB University dari Fakultas Peternakan berhasil menemukan marker genomik pada domba yang dapat menghasilkan daging domba premium. Dalam kurun waktu tujuh tahun penelitian, Prof Dr Asep Gunawan menemukan marker CYP2AP, LEPR dan CYP2EI yang membuat daging domba menjadi lebih empuk, bobot karkasnya lebih tinggi dan rendah kolesterol.

    Hal ini dipaparkan Prof Asep dalam Konferensi Pers Pra Orasi Ilmiah Guru Besar, (26/11) yang digelar secara daring.

    Menurutnya, saat ini masyarakat cenderung mencari produk pangan yang dapat memberikan efek terhadap kesehatan atau disebut pangan sehat.

    “Adanya kecenderungan masyarakat saat ini enggan mengkonsumsi produk daging dikarenakan kandungan asam lemak jenuh dan kolesterol tinggi yang berkorelasi negatif terhadap kesehatan. Diperlukan diversifikasi protein hewani asal daging ternak dalam upaya menghasilkan produk pangan sehat sesuai dengan gaya hidup masyarakat masa kini. Upaya penyediaan pangan sehat asal ternak dapat dilakukan diantaranya dengan memaksimalkan sumberdaya genetik ternak lokal Indonesia,” ujarnya.

    Pengembangan produk pangan asal ternak dapat diarahkan untuk peningkatan produksi daging baik secara kuantitas maupun kualitasnya. Secara kuantitas produksi daging didorong pada peningkatan pertambahan sifat produksi dan pertumbuhan. Seperti bobot badan, bobot potong, dan karkas. Secara kualitas, perbaikan produksi daging diarahkan menghasilkan produk pangan sehat yang dapat memenuhi preferensi konsumen, aman dan positif untuk kesehatan. Di antaranya perbaikan komposisi asam lemak, kadar kolesterol, off odor flavor (bau prengus pada kambing atau domba, bau amis pada bebek) dan sifat keempukan daging.

    “Dengan teknologi milenum berbasis generasi omics high-throughput RNA sekuensing, kami berhasil meningkatkan nilai tambah daging sebagai pangan sehat asal ternak. Secara umum, dalam kurun waktu tujuh tahun ini, kami telah menemukan penanda seleksi cepat berupa kandidat marker spesifik (CYP2A6, LEPR, dan CYP2E1) untuk menghasilkan daging domba IPB kualitas premium. Keunggulan dari daging Domba IPB kualitas premium ini dibandingkan dengan domba biasa adalah kaya akan kandungan asam lemak tak jenuh, rendah kolesterol,  memiliki off odor dan flavour (prengus) yang rendah, menghasilkan bobot potong dan karkas besar serta memiliki keempukan daging tinggi,” terangnya.

    “Melalui kandidat marker tersebut dapat diketahui secara cepat kualitas daging domba yang dihasilkan. Diharapkan produk daging ternak yang dihasilkan dapat memperbaiki mutu genetik ternak lokal sebagai penyedia pangan sehat yang dalam jangka panjang akan mampu menegakkan kemandirian dan pemenuhan protein hewani,” imbuhnya.

    Menurut Prof Asep, Domba IPB Premium ini akan diperbanyak. Sekarang skalanya masih skala laboratorium dan belum divalidasi pada lingkungan yang sebenarnya. Untuk mendapatkan kondisi yang stabil, Prof Asep mengatakan bahwa diperlukan pemeliharaan hingga lima generasi atau sekitar tiga tahun.
    “Dari 350 ekor domba yang kami pelihara, hanya ada 60 ekor yang sesuai dengan karakteristik yang kita inginkan. Ini nanti yang kita kembangkan. Untuk persoalan harga, karena ke depannya daging ini spesifik, marketnya juga spesifik, pasarnya juga tertentu yang menyesuaikan kebutuhan konsumen, maka tentu harga akan sedikit lebih mahal dari normal. Tapi tidak menutup kemunginan ada grade-gradenya,” terangnya (ipb.ac.id)

  • Telur yang dihasilkan oleh binatang halal sudah jelas dan disepakati bahwa telur tersebut juga halal untuk dikonsumsi. Lalu bagaimana hukumnya telur yang dihasilkan oleh binatang yang haram dikonsumsi seperti ular, buaya, penyu, katak dan lainnya?

    Memang ada sebagian orang yang berpendapat bahwa telur dari hewan haram hukumnya suci. Tetapi Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan bahwa telur yang berasal dari binatang yang tidak halal, haram untuk dikonsumsi.

    Prof Dr Niken Ulupi, Guru Besar IPB University dari Fakultas Peternakan mengulas secara ilmiah tentang telur pada Rapat Bersama MUI, pekan lalu.
     
    "Saya diminta oleh MUI untuk mengulas tentang telur secara ilmiah, jadi tidak dilibatkan secara langsung dalam memutuskan halal atau haramnya. Sebenarnya jenis kandungan gizi (protein, asam lemak, vitamin atau mineral) dalam telur dari hewan halal dan haram hampir sama komposisinya. Yang membedakan adalah konsentrasinya. Hal tersebut sesuai dengan kebutuhan perkembangan embrio dari spesies yang menghasilkannya. Oleh karenanya hal tersebut juga berpengaruh pada lama waktu yang dibutuhkan untuk proses pengeramannya," terang Prof Niken.

    Secara umum, semua telur memiliki struktur yang sama, yaitu kerabang, membran telur, putih telur (albumen), dan kuning telur (yolk) yang di dalamnya terdapat keping germinal.

    Dalam pemaparannya, Prof Niken menerangkan tentang telur penyu yang telah mendapatkan fatwa haram. "Kandungan kolesterol penyu itu tinggi. Jadi apabila ada yang bilang bahwa telur penyu itu menyehatkan, maka itu terbantahkan secara ilmiah. Telur penyu juga tidak memiliki cangkang yang keras sehingga berpeluang besar terkena kontaminasi kuman dari lingkungannya. Pada penyu, baik pada daging maupun telurnya ditemukan senyawa beracun PCB (Poly Chlorinated Biphenyl), dalam kadar 300 kali di atas ambang batas harian manusia (menurut WHO). Hal ini terjadi karena habitatnya tercemar merkuri maupun logam berat lainnya," tambahnya.

    Keputusan MUI memberikan fatwa haramnya telur dari binatang haram ini, masalahnya bukan hanya berdasarkan faktor keamanannya saja. Meskipun telur binatang haram yang dihasilkan oleh induk dan pejantan yang sehat dan berasal dari lingkungan hidup yang sehat, sebenarnya masuk kategori aman dikonsumsi, tetapi telur yang dihasilkan tersebut membawa materi genetik dari tetuanya (binatang haram). Maka tetap saja status telur tersebut adalah haram.

    "Telur yang dihasilkan dari tetua jantan maupun betina menurunkan materi genetiknya. Materi genetik inilah yang merupakan pertimbangan mendasar untuk memutuskannya. Selama telur itu mengandung materi genetik induknya, yang berasal dari binatang haram, maka tetap diputuskan sebagai produk yang haram" tutup Prof Niken (ipb.ac.id)

  • Menanggapi hebohnya pemberitaan terkait pemasaran daging buatan (artificial meat) dimana Singapura mengijinkannya secara komersil, Prof Ronny R Noor menyatakan bahwa isu daging buatan ini memang tidak dapat dikesampingkan.

    Menurut Guru Besar IPB University dari Fakultas Peternakan ini, fenomena ini terkait erat dengan pemenuhan protein hewani yang menjadi masalah nyata di masa depan. Pada tahun 2050, diperkirakan penduduk dunia akan mencapai 9 milyar orang.  Dengan tingkat produktivitas yang telah dicapai saat ini, dunia hanya mampu memberi makan untuk sekitar 8 milyar orang.

    Menurutnya, di tengah tekanan peningkatan penduduk dunia, industri peternakan harus meningkatkan produksi daging  sekitar 65 persen di tahun 2020 untuk memenuhi kebutuhan daging dunia.  "Jadi memang sangat wajar jika pemenuhan akan daging ini harus dilakukan tidak saja melalui sistem peternakan komersil yang ada saat ini  namun juga melalui berbagai alternatif lain seperti misalnya daging buatan,” ujarnya.

    Prof Ronny menyatakan bahwa isu terkait daging buatan bukanlah sesuatu yang baru. Era daging buatan dimulai pada tahun 1998 lalu ketika Jon Vein mempatenkan daging buatannya yang dikembangkan di laboratorium dengan menggunakan teknik kultur sel dan jaringan untuk tujuan konsumsi manusia.

    Sejak saat itu daging buatan mendapat perhatian dan teknologinya mengalami perkembangan yang pesat. Bahkan di tahun 2009, majalah TIME menjuluki daging buatan sebagai terobosan besar.
    Pada tahun 2013 lalu, perhatian dunia terpusat pada pengumuman keberhasilan pembuatan burger berbahan daging buatan pertama yang ditumbuhkan dengan menggunakan kultur jaringan di laboratorium dengan total biaya penelitian dan pengembangan mencapai US $300.000.  
    Keberhasilan ini tentunya membawa imajinasi masyarakat bahwa ke depan kemungkinan daging buatan ini akan dapat menggantikan peran daging tradisional yang didapat dengan cara beternak.

    “Perkembangan teknologi daging buatan memang sangat pesat. Sebagai contoh di tahun 2015 Maastricht University melakukan konferensi internasional pertama yang khusus membahas perkembangan teknologi daging buatan ini,” imbuhnya.

    Di tahun 2018 lalu, salah satu perusahaan bernama Meattable juga menyatakan akan memproduksi daging buatan secara komersil yang dikembangkannya melalui teknologi kultur jaringan asal tali pusar ternak.  Melalui pengamatan perkembangan teknologi, daging buatan umumnya dapat dikategorikan dalam empat kelompok, yaitu daging alternatif (alternative meat) yang umumnya dibuat dengan menggunakan sumber protein dari tanaman dan jamur atau yang disebut juga dengan mycoprotein.
    Kelompok kedua dinamakan daging substitusi (meat substitute) atau dikenal juga dengan in vitro meat yang dibuat berbasis pengkulturan sel dan jaringan di laboratorium.
    Kelompok ketiga melibatkan rekayasa blueprint genetik ternak untuk menghasilkan daging dengan spesifikasi tertentu yang biasanya disesuaikan dengan keinginan konsumen ataupun kebutuhan kesehatan.
    Kategori keempat didapat dengan cara melakukan cloning dengan menggunakan teknologi somatic cell cloning. Yaitu menggandakan ternak dengan cara mencopy ternak untuk menghasilkan ternak lainnya tanpa melalui teknik perbuahan alami untuk memproduksi daging dengan spesifikasi dan kualitas tertentu.

    Dalam pemenuhan kebutuhan daging dunia ini, menurut Prof Ronny, harus dicari alternatif lain disamping apa yang sudah dilakukan saat ini, termasuk mencari alternatif sumber protein lainnya. Seperti protein asal tanaman, jamur, ganggang dan juga serangga yang kesemuanya memiliki kandungan protein yang tinggi yang bermanfaat bagi kesehatan manusia.
    Lebih lanjut Prof Ronny mengemukakan bahwa sangat wajar jika banyak kalangan yang berpendapat bahwa keberadaan daging buatan dapat mengurangi risiko kita tertular penyakit dari ternak. Namun demikian, tetap harus diperhatikan dampak positif dan negative dari keberadaan teknologi ini.

    "Secara teoritis proses pembuatan daging buatan memang memerlukan kontrol proses dan lingkungan yang sangat ketat dan berdampak pada pengurangan tingkat kontaminasi dan bakteri pathogen yang ditularkan melalui makanan seperti Salmonella dan E. Coli.
    Namun demikian dalam melakukan kultur sel dan jaringan, dampak negatifnya tidaklah dapat seratus persen dikontrol secara pasti karena melibatkan proses biologi yang sangat kompleks. Oleh sebab itu sesuatu yang berdampak negatif dapat saja terjadi walaupun prosesnya sudah dikontrol secara ketat, " jelasnya.

    Menurutnya, kekhawatiran sel mengalami modifikasi melalui proses yang dinamakan epigenetic tetap saja dapat terjadi selama proses pengkulturan jaringan dan dapat saja berdampak negatif pada metabolisme dan kesehatan manusia.
    Terkait dengan kemungkinan beredarnya daging buatan di Indonesia, Prof Ronny berpendapat bahwa secara umum dapat dikatakan bahwa konsumen umumnya akan membeli daging dengan bentuk, warna dan tekstur yang sudah biasa dikonsumsi.  Oleh sebab itu akan menjadi tantangan tersendiri bagi produsen daging buatan untuk membuat daging buatan yang mirip dengan daging yang ada di pasaran.

    Tantangan lain yang akan dihadapi oleh daging buatan ke depan menurutnya adalah aturan dan sertifikasi yang harus secara jelas menyatakan bahwa daging buatan itu aman untuk dikonsumsi, tidak membahayakan kesehatan dan harus halal.

    Di pasaran, daging buatan harus dapat bersaing dengan daging tradisional dari segi penerimaan konsumen, rasa dan tekstur.  Sehingga menurutnya saat ini daging buatan berbasis protein tumbuhan masih sangat terbatas seperti misalnya untuk vegetarian.

    “Saat ini dunia peternakan yang lebih ramah lingkungan dan memperhatikan animal welfare memang menjadi keharusan.  Perkembangan teknologi peternakan ke depan mamang harus mengakomodasi isu ini,” jelasnya.

    Sebagai contoh, Uni Eropa di abad 21 mendatang akan menerapkan konsep agroecology dan industrial ecology dalam dunia peternakan. Melalui konsep ini, peternakan akan menggunakan hanya jenis ternak yang telah diseleksi dan dikembangkan selama ratusan tahun dan dinilai  cocok pada lingkungan peternakan dan juga sistem produksi yang akan diterapkan.
    Dengan visi baru ini diharapkan industri peternakan mendatang diharapkan akan lebih ramah lingkungan dan juga memperhatikan dengan baik animal welfare yang menjadi kunci industri peternakan masa depan.

    Arah perbaikan industri peternakan dalam menghasilkan susu, daging dan telur yang ramah lingkungan ini memang menjadi keharusan mengingat peternakan akan tetap menjadi tulang punggung dunia dalam pemenuhan akan protein hewani.
    Ke depan diperkirakan walaupun teknologi daging buatan akan terus berkembang dan tingkat penerimaan konsumen meningkat, namun peran daging tradisional tidak akan pernah tergantikan (ipb.ac.id)

  • Prof Dr Ronny Rachman Noor, Guru Besar IPB University dari Fakultas Peternakan, sebut Indonesia bisa berperan dalam Penerapan Teknologi  Pengeditan Gen (gene editing).

    Teknologi pengeditan gen (gene editing) merupakan teknologi baru yang diterapkan pada ternak  dan tanaman untuk keperluan peningkatan kualitas dan produktivitas pangan. Teknologi pengeditan gen (gene editing) merupakan tren teknologi  yang tidak dapat dihindari lagi.

    Di Indonesia teknologi ini sudah mulai diterapkan terutama pada tanaman pangan dan tingkat keamanan dan regulasinya sudah mulai didiskusikan dan dirumuskan sekitar tiga tahun yang lalu. Dan sampai saat ini masih dalam tahap pembahasan yang mendalam.

    “Bagi Indonesia, kemajuan dan perkembangan teknologi gen editing ini memang tidak dapat dihindari dan ke depan seharusnya Indonesia dapat berperan dalam pengembangan dan penerapan teknologi ini. Jika Indonesia terlambat mengantisipasinya, maka bukan tidak mungkin Indonesia akan menjadi pasar produk pangan hasil teknologi ini,” ujarnya.

    Melalui teknik mengedit gen ini, Prof Ronny menyampaikan bahwa para ilmuwan secara teknologi dapat melakukan pengaturan kembali DNA tanaman maupun hewan untuk menghasilkan varietas baru. Terobosan baru di bidang Biologi Molekuler ini merupakan salah satu bidang ilmu yang paling dinamis sehingga hampir setiap saat ditemukan hal hal baru.

    Perkembangan bidang ilmu biologi molekular ini sangat dinamis dan cepat.  "Di era tahun 70 an misalnya, ditemukan teknologi bayi tabung dan tikus hasil rekayasa genetik, tahun 90 an menghasilkan domba kloning sel somatik,” jelasnya.

    Tahun 2003, melalui berbagai perkembangan teknologi ini, gen manusia berhasil dipetakan. Perkembangan yang sangat pesat ini ternyata tidak berhenti sampai di sini saja karena di tahun 2012 lalu ditemukan teknik pengeditan gen yang dikenal dengan CRISPR-Cas9 yang membuka kembali kotak pandora ilmu pengetahuan dan teknologi.

    Teknologi pengeditan gen ini tidak melibatkan teknik rekayasa genetik (genetic engineering) dengan cara mengintroduksikan materi genetik dari spesies yang berbeda, namun hanya melakukan perubahan dan pengaturan kembali gen suatu individu sebagaimana halnya teknologi yang selama ini telah lama diterapkan yaitu pemuliaan secara konvensional.

    “Teknologi pengeditan gen memang memungkinkan para ilmuwan secara akurat melakukan perubahan DNA yang memungkinkan dihasilkannya varietas tanaman dan ternak baru yang ke depan berperan besar dalam menciptakan produksi produksi pangan yang berkelanjutan,” tambahnya.

    Teknologi baru ini memungkinkan para pemulia tanaman dan ternak menghasilkan tanaman maupun ternak yang dapat bertahan di lingkungan ekstrim, marjinal dan tahan penyakit. Di samping itu, dengan menggunakan teknik pengeditan gen ini, dapat diproduksi pangan yang lebih sehat.
    Keberadaan teknologi baru ini memang memunculkan harapan baru akan kekurangan pangan dan ketahanan pangan dunia yang di tahun 2050 dunia dikhawatirkan tidak dapat memenuhi kebutuhan pangan yang meningkat tajam.

    Berdasarkan asal usul DNA yang diedit, teknologi pengeditan gen dikategorikan sebagai teknologi yang berbeda dengan Rekayasa Genetik (Genetic Engineering) karena teknologi ini hanya melakukan pengaturan kembali DNA yang ada pada suatu individu, sedangkan rekayasa genetik melakukan pengaturan dan mengkombinasikan DNA yang berasal dari organisme yang berbeda.

    Kontroversi perbedaan antara rekayasa genetik dan pengeditan gen ini memang terus berlanjut, sehingga pada tahun 2018 lalu misalnya pengadilan di Eropa memutuskan bahwa kedua teknologi ini sama dan penerapannya di negeri Eropa harus berdasarkan prosedur yang sangat ketat.

    Bagi kalangan tertentu teknologi pengeditan gen ini menimbulkan kekhawatiran akan dampak negatif dari teknologi ini pada manusia dan lingkungan.

    Akan tetapi Prof Ronny menyampaikan jika di analisis lebih dalam, maka teknologi pengeditan ini sebenarnya meniru teknik pemuliaan secara konvensional yang pada intinya menyeleksi tanaman dan ternak yang memiliki tingkat produktivitas yang tinggi dan juga dapat bertahan di lingkungan tertentu. Hanya saja bedanya jika pemuliaan konvensional melakukannya ini melalui rekayasa.

    Jadi pada intinya teknologi pengeditan gen ini masih erat hubungannya dengan hukum alam yang secara alami, perlahan namun pasti mempengaruhi tanaman dan ternak sehingga terjadi perubahan agar dapat bertahan di lingkungan yang selalu berubah.

    Teknologi pengeditan gen ini bahkan sudah digunakan dalam bidang pengobatan dan juga menimbulkan harapan besar sebagai salah satu teknologi terobosan untuk memecahkan masalah yang dihadapi di bidang pertanian yang terkait dengan keamanan pangan, perubahan iklim dan pertanian yang berkelanjutan.

    Sebagai contoh dengan menggunakan teknologi ini pemulia tanaman dan ternak dengan melakukan pengeditan gen, yang terkait langsung dengan ketahanan terhadap penyakit, dapat menghasilkan tanaman dan ternak yang tahan penyakit, sehingga dapat secara signifikan mengurangi penggunaan pestisida dan obat obatan yang tidak saja berdampak pada lingkungan namun juga pada kesehatan
    manusia.

    Penggunaan teknologi pengeditan gen ini tentunya akan berdampak besar pada pengurangan penggunaan antibiotik, pestisida dan secara langsung meningkatkan animal welfare dan tentunya menghasilkan pangan yang lebih sehat dan mengurangi limbah. Melalui teknologi ini masa simpan buah buahan, sayuran, produk peternakan dapat diperpanjang.

    “Kehadiran teknologi baru memang selalu menghadapi tantangan karena pasti ada pro dan kontranya. Meski tidak memasukkan gen baru karena hanya mengedit gen yang ada, namun tetap saja teknologi ini perlu dipagari oleh peraturan yang memadai agar dampak negatif nya di masa mendatang dapat diminimalisir,” tandasnya. (ipb.ac.id)

  • Berita  tentang para pedagang daging sapi yang mogok jualan di wilayah Jabobetabek mulai hari Rabu sampai Jumat (20-22 Januari 2021) dengan alasan melonjaknya harga daging yang membuat omset penjualannya menurun drastis, kembali terulang.

    “Kalau diibaratkan seorang pasien yang sedang sakit, perdagingan nasional kita dapat dikatakan sedang mengidap kanker stadium satu. Artinya kita memang sedang sakit namun kalau ditangani dengan serius sakit tersebut masih dapat disembuhkan,” ujar Prof Dr Ronny Rachman Noor, Dosen IPB University dari Divisi Pemuliaan Dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan (IPTP-Fapet).

    Tertumpunya impor sapi dari Australia dengan jumlah yang demikian besar menurutnya telah lama membuat terlena semua pihak. Pola pemikiran instan untuk mencari untung sesaat dan kemudahan mencari solusi, sehingga sebagian pihak yang terlibat di dalam dunia peternakan sapi ini enggan untuk keluar dari kotak pemikiran tradisionalnya dan menjadikan bangsa ini kecanduan impor.  Puncak impor sapi dari Australia yang pernah mencapai setara dengan 1 juta ekor sapi hidup mencerminkan besarnya gap antara produksi dan permintaan daging nasional. Oleh sebab itu, program swasembada daging nasional, yang sampai saat ini masih belum tercapai, lebih tepat diartikan sebagai kecukupan daging nasional yang di dalamnya ada komponen produksi daging dalam negeri dan komponen impor daging.

    Impor sapi dari Australia dengan jumlah yang sangat besar dan sudah dilakukan dalam kurun waktu yang sangat lama ini sebenarnya tidak saja membuat Indonesia tergantung pada Australia tapi Australia juga tergantung dengan Indonesia.

    “Syarat utama terjadinya impor dari negara lain untuk mengurangi ketergantungan impor sapi dari Australia adalah merevisi isi larangan yang tercantum dalam peraturan dan undang-undang yang sekarang masih diberlakukan. Dengan kemajuan teknologi seperti misalnya karantina terbatas dan pengembangan dan penerapan sistem biosekuriti yang baik, tentunya kita tidak harus melarang secara total impor sapi dari negara yang belum bebas penyakit mulut dan kuku,” ujarnya.

    Menurutnya, pemasalahan sapi ini memang kompleks namun apabila ada keinginan kuat, benang kusut ini dapat diurai untuk dicarikan jalan pemecahannya. Salah satu hal yang harus segera dilakukan adalah penyederhanaan tata niaga sapi dan daging. Pengangkutan sapi dari pulau Bali dan Lombok ke wilayah Jabodetabek lewat darat, melewati terlalu banyak titik pungutan restribusi, baik yang legal maupun yang illegal. Pembelian kapal pengangkut ternak dan produk pertanian lainnya yang sudah dilakukan, perlu diintensifkan penggunaannya untuk memotong rantai yang panjang ini.

    Penunjukan Bulog sebagai aktor utama untuk mengimpor sapi diharapkan dapat mengontrol gejolak harga jual daging sapi, disamping itu Bulog dapat difungsikan sebagai penjaga stok sapi nasional.

    Lebih lanjut Prof Ronny mengatakan, pengalaman menunjukkan bahwa kuota impor yang diberikan oleh pihak tertentu selama ini terbukti tidak dapat mengendalikan harga daging di pasar.  Bulog dalam hal ini harus berfungsi sebagai regulator harga daging sapi sekaligus sebagai stabilisator pasokan daging. Dalam mengemban tugas yang cukup mulia ini, pemerintah dan Bulog harus menghitung secara cermat kebutuhan impor sapi untuk menutupi kekurangan pasokan daging dari sapi lokal.

    “Keberhasilan Bulog dalam menjaga stabilitas harga beras dan cadangan pangan nasional diharapkan dapat juga dilakukan untuk komoditas daging sapi,” imbuhnya.

    Dengan perhitungan yang cermat, maka kekhawatiran yang menghinggapi pikiran sekelompok orang akan terkurasnya sapi betina produktif tidak terjadi. Apalagi jika didukung oleh kebijakan pemerintah untuk mengimpor sapi betina produktif untuk dijadikan indukan yang akan dikembangkan oleh peternak rakyat.

    Menurutnya ada satu hal yang sangat jarang dibahas dalam kebijakan impor daging sapi ini, yaitu pelemahan nilai rupiah kita dalam kurun wakti 35 tahun terakhir. Sehingga kita cenderung salah kaprah menyimpulkan bahwa harga daging terus melambung tinggi semata-mata terkait dengan permasalahan daging impor dan pedagingan nasional.

    “Jika kita analisa, perubahan harga daging sapi di Australia sebagai pemasok utama daging impor, maka pergeseran harga daging dalam kurun waktu 30 tahun terakhir sangat kecil bahkan relatif stabil. Harga daging kualitas biasa kisarannya antara AUD$20-28 setiap kilogram (tergantung kualitas dagingnya). Coba bandingkan nilai tukar rupiah sekitar 30 tahun lalu dengan nilai tukar rupiah terhadap dolar Australia sekarang.  Nilai tukar rupiah di era tahun 1980-an hanya sekitar Rp 3000 untuk setiap satu dolar Australia, namun sekarang sudah mencapai Rp 9000. Artinya peningkatan harga daging di Indonesia salah satu penyebab utamanya adalah pelemahan nilai rupiah,” jelasnya.

    Hal yang perlu diingat juga adalah konsumen daging tentunya memiliki keterbatasan kemampuan daya belinya. Jika harga daging terlalu tinggi, konsumen akan mengalihkannya kepada jenis daging lainnya seperti ikan, ayam dan telur yang suplainya dapat sepenuhnya dipenuhi dari dalam negeri. Pada situasi dimana daya beli daging sapi berkurang, harga daging akan turun. Pertemuan antara kemampuan daya beli konsumen dan harga daging yang realistis inilah yang perlu diupayakan oleh pemerintah.

    "Kita harus berpikir lebih realistis bahwa permasalahan gejolak dan tingginya harga daging di Indonesia sebagian besar bersumber dari dalam negeri bukan dari impor. Keterbatasan lahan, masalah perbibitan  dan rendahnya produktivitas sapi lokal yang menyebabkan produksi daging nasional belum mampu memenuhi tekanan permintaan daging yang terus meningkat tajam dan  bukan hal yang gampang untuk diselesaikan.
    Saat ini daging impor hanya ditujukan untuk memenuhi kekurangan pasokan daging dalam negeri yang diperkirakan telah mencapai 20-25 persen dari kekurangan pasokan daging secara nasional, " jelasnya.

    Ia mengurai, hal lain yang harus kita sadari bahwa pemenuhan kebutuhan protein hewani ini bukan hanya berasal dari daging sapi saja. Daging kerbau, domba, kambing, ayam dan telur ayam serta protein yang berasal dari laut seperti ikan dapat dijadikan andalan. Oleh sebab itu, menurutnya pemerintah perlu lebih mendorong upaya diversifikasi sumber protein hewani

    "Mengubah kebiasaan dan selera itu memang bukan hal yang gampang dilakukan, namun jika sosialisasi gencar dilakukan, bukan tidak mungkin daging kerbau, misalnya, secara perlahan akan diterima oleh masyarakat luas. Impor sapi memang mau tidak mau harus dilakukan karena kebutuhan akan daging sapi kita masih melebihi suplai daging, namun tentunya impor harus dilakukan secara terbatas dan tidak hanya dari satu dua negara saja, " urainya.

    Pengurangan impor memang pada awalnya akan mengguncang harga dan pasokan daging, namun dalam jangka panjang akan dapat membuat bangsa ini menjadi mandiri dan tidak malas untuk terus berupaya memajukan dunia peternakan.

    “Negara Indonesia memang tidak harus menjadi negara anti impor, namun membiarkan negara ini menjadi negara yang kecanduan impor akan selalu diingat oleh anak cucu kita sebagai suatu tindakan yang menunjukkan ketidakmampuan kita menjadikan negara ini sebagai negara yang berdaulat pangan. Kemandirian pangan merupakan harga diri bangsa, oleh sebab itu langkah nyata harus segera dilakukan, dalam kasus sapi ini retorika tidak diperlukan lagi,” tuturnya.

    Ia menandaskan, para insan yang bergerak dalam bidang peternakan harus mulai keluar dari pola pikir tradisionalnya. Keberpihakan pemerintah pada dunia peternakan melalui kebijakan fasilitasi modal, penyederhanaan aturan, bantuan teknik peternakan dan investasi jangka panjang dalam membangun pembibitan sapi sangat diperlukan untuk membawa bangsa ini menjadi bangsa mandiri pangan