Hadirkan Dosen Tamu dari California, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan IPB University Gelar Kuliah Umum Bahas Manajemen Pupuk dalam Industri Peternakan
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (IPTP) Fakultas Peternakan IPB University hadirkan Alice Rocha dari Departemen Peternakan University of California, Amerika Serikat sebagai dosen tamu dalam Kuliah Tamu dengan tema Manajemen Limbah Peternakan, (04/05).
Dalam kegiatan ini Alice menjelaskan tentang manajemen pupuk di Amerika Serikat. Kegiatan tersebut dimoderatori oleh Windi Al Zahra M Si, Dosen IPB University dari Departemen IPTP Fakultas Peternakan.
Alice menyebutkan bahwa di Amerika Serikat telah diberlakukan beberapa kebijakan manajemen pupuk khususnya bagi industri peternakan. Kebijakan tersebut termasuk ke dalam kategori National Pollutant Discharge Elimination System (NPDES) yang merupakan bagian kecil dari lembaga Enviromental Protection Agency dengan memberlakukan tiga jenis kebijakan.
“Tiga kebijakan tersebut adalah permits and regulatory programs, non-regulatory tools dan integrated approaches. Setiap wilayah di Amerika Serikat dapat memberlakukan kebijakan yang berbeda sesuai dengan wilayah masing-masing. Kebijakan permit and regulatory programs memiliki elemen peraturan yang umumnya mengatur penggunaan dan produksi pupuk,” jelasnya.
Kebijakan non regulatory tools merupakan kebijakan yang berlaku sebagai pedoman, sehingga tidak diberlakukan hanya untuk membatasi petani. Namun juga memberikan program edukasi, relokasi dan advisory tools.
Contohnya bagi wilayah Oregon yang memberlakukan manure spreading advisory tools sehingga dapat membantu petani menilai risiko cuaca yang terkait dengan limpasan nutrisi dalam tanah. Sedangkan kebijakan integrated approach merupakan kombinasi dua regulasi sebelumnya. Tools tersebut dipakai oleh petani untuk mendapatkan pendekatan baru untuk mengatur kualitas pelayanan air, dampaknya, serta kualitas udara, bahkan respon darurat atas kontaminasi pupuk.
Kebijakan tersebut lebih ditekankan pada industri susu dan turunannya karena konsumsi susu di Amerika Serikat sangat tinggi. Serta terdapat beberapa wilayah yang padat akan industri susu seperti di wilayah pesisir timur yakni California.
Industri peternakan di Amerika Serikat memiliki dua bentuk yakni confined system dan pasture system, tergantung pada akses lahan. Pasture system diterapkan dengan melepasliarkan sapi perah di lahan rumput yang luas sedangkan dengan confined system dipelihara dalam kandang besar selama hidupnya.
“Mengapa perlu adanya manajemen pupuk karena di Amerika Serikat terdapat lebih dari 9,4 juta hewan ternak yang tergabung baik sebagai industri unggas, sapi, domba, dan kambing. Bila tidak dikontrol maka akan mencemari kualitas badan air dan terjadi nutrifikasi yakni tingginya konsentrasi nutrien dalam air sehingga dapat menimbulkan ledakan populasi alga,” jelasnya.
Lebih lagi, industri peternakan menyumbang emisi gas rumah kaca dalam jumlah yang cukup besar. Sehingga perlu adanya upaya intensif untuk mencegah polusi lebih lanjut dimulai dengan manajemen pupuk yang berkaitan erat dengan pemeliharaan ternak. Pemberian pakan ternak yang berasal dari tanaman yang kaya nitrogen atau pupuk berlebih akan terbuang kembali sebagai pupuk.
Upaya manajemen pupuk dimulai dengan pengumpulan pupuk yang ‘diproduksi’ oleh hewan ternak dengan metode scrapping ataupun flushing. Metode flushing lebih direkomendasikan daripada metode scrapping dengan alat tradisional, seperti sekop, karena menggunakan air daur ulang serta dapat mengumpulkan pupuk dan amonia lebih baik.
Setelah dikumpulkan, limbah pupuk tersebut disimpan dalam sebuah kontruksi mirip laguna yang dibangun dengan peraturan tertentu dan jauh dari sumber air minum warga. Kemudian diolah kembali sebagai kompos, anaerobic digester, ataupun slurry fertilizer.
“Kelebihan praktik manajemen pupuk dalam industri peternakan tersebut tidak hanya mereduksi produksi pupuk yang lolos menjadi limbah, namun juga menghasilkan energi terbarukan. Selain itu dapat mengatasi patogen berbahaya, meningkatkan konservasi tanah, mencegah limpasan nutrien, serta meminimalisir penyebab polusi udara,” imbuhnya (ipb.ac.id)