News

  • Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dunia, permintaan konsumsi daging turut meningkat. Para ilmuwan ‘memutar otak’ dengan cara membuat daging sintetis sebagai alternatifnya. Terlebih lagi dengan meningkatnya kesadaran akan lingkungan berkelanjutan dan aspek kesejahteraan hewan.
    Terkait dengan daging síntesis ini, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) IPB University menggelar kajian kauniyah Teropong Cercah Kauniyah (TerCerahKan) dengan topik “Daging Sintetis”, Selasa (05/04). Terutama untuk mengupas daging síntetis dari perspektif Islam.

    Prof Nahrowi, Dosen IPB University dari Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan menilai bahwa produksi daging sintetis bisa menjadi peluang baik untuk industri peternakan. Terdapat kelebihan dan kekurangan terutama terkait aspek nutrisi. Daging sintetis biasa terbuat dari protein nabati hingga yang berbasis sel.

    “Daging sintetis ini merupakan hal yang tidak boleh dielakkan karena teknologi akan terus berkembang menurut pemikiran manusia agar lebih efisien,”ungkapnya.
    Menurutnya, alasan rasional lain ilmuwan mengembangkan daging sintetis ini terkait persoalan lingkungan. Umat muslim juga telah diajarkan untuk tidak merusak lingkungan. Selain itu, aspek kesejahteraan hewan (animal welfare) juga tidak kalah penting. Alasan lainnya yakni terkait penyusutan dan konversi lahan, penyakit menular dan meningkatnya tren hidup ala vegan. 

    “Maka saya katakan ini merupakan peluang industri peternakan untuk memperbaiki cara-caranya (industri peternakan) dalam mengelola industri. Agar lingkungan tidak rusak serta mengikuti animal welfare. Bila industri peternakan menjalankan syariat maka animal welfare ini seharusnya sudah dijalankan,” tambahnya.  

    Ia menambahkan, produksi daging síntetis masih terbilang mahal. Industri peternakan harus bersikap bijak untuk menganalisis produksi daging sintetis ini. Daging sintetis dinilai lebih cocok untuk olahan makanan. Namun ada kekhawatiran daging ini dioplos.

    Dari segi nutrisi, tambahnya, nutrisi makronya terbilang cukup baik. Namun nutrisi mikronya belum bisa disejajarkan dengan daging alami. Daging asli dan daging síntetis tidak dapat dipertukarkan secara nutrisi. Persepsi negatif terhadap daging alami juga kecil kemungkinan untuk berubah.  “Kekurangan dari industri peternakan ini menjadi peluang untuk berproduksi secara eco-friendly,” imbuhnya.

    Sementara itu, Prof Hamim, Dosen IPB University dari Departemen Biologi FMIPA menambahkan bahwa dalam perspektif ajaran Islam, binatang ternak telah dianjurkan untuk dipergunakan menjadi baju hingga dikonsumsi. Dagingnya memiliki berbagai manfaat, untuk memenuhi kebutuhan protein dan asam amino esensial. Islam dan Al-Qu’ran memandang daging penting sebagai sumber pangan.

    Menurut, Allah hanya membatasi konsumsi dan penggunaan beberapa jenis daging serta aturannya tidak menyulitkan umatnya. Al-Qu’ran lebih menekankan pada aspek kehalalannya. Selain itu, Islam menekankan agar daging tidak hanya dikonsumsi oleh orang kaya. Oleh karena itu, penyembelihan hewan kurban sejatinya dianjurkan agar daging dapat terdistribusi kepada fakir miskin.

    “Saya dorong bagi Bapak Ibu yang bergiat di industri peternakan bagaimana membuat industri yang baik. Karena Allah menekankan pentingnya ini (daging) menjadi barang yang tidak terlalu mahal dan bisa terjangkau bagi seluruh umat manusia,” sebutnya.

    Ia menambahkan, daging disebut sebagai salah satu hidangan surga. Dalam memenuhi permintaan daging ini, adanya daging sintetis masih diperdebatkan aspek kehalalannya. Paling tidak, unsur, proses, dan komponennya harus terbebas dari bahan haram.

    “Daging sintetis juga memiliki perbedaan dengan daging sembelih terutama harus bebas dari ghoror (penipuan). Terlebih industri daging ini termasuk ke dalam sistem yang kompleks dan mekanismenya panjang. Selain itu, dagingnya juga harus memenuhi kualitas yang baik yakni bergizi dan bebas dari unsur yang membahayakan. Aspek-aspek ini harus menjadi bagian yang harus diperhatikan dan menjadi PR bersama (ipb.ac.id)

  • Program Dosen Pulang Kampung IPB University sosialisasikan pembuatan silase bagi peternak kerbau di Desa Ujungjaya, Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang, Banten.  Kegiatan ini merupakan salah satu cara untuk meningkatkan pengetahuan peternak mengenai kebutuhan pakan ternak dan juga meningkatkan kepedulian terhadap kecukupan nutrisi ternak. Kegiatan Dosen Pulang Kampung IPB University ini  bekerjasama dengan Taman Nasional Ujung Kulon.

    Dr Afton Atabany, dosen IPB University dari Fakultas Peternakan menerangkan kebutuhan pakan kerbau di Desa Ujungjaya selama ini hanya mengandalkan pakan alami. Ia menyebut, kerbau biasanya dibiarkan untuk mencari makan sendiri, yaitu dengan melepaskan kerbau di sekitar lokasi penggembalaan.  “Kami mencoba untuk memberikan teknik pengawetan pakan yaitu silase, yang dinilai paling mudah agar para peternak mudah untuk meniru,” katanya.

    Dosen IPB University itu melanjutkan, jenis tumbuhan yang digunakan juga sangat mudah ditemukan karena hanya menggunakan jenis tumbuhan yang ada di sekitar desa, seperti rumput dan dedaunan. Tidak hanya itu, pengawetan ini juga tidak perlu menggunakan campuran apapun. 

    “Media yang digunakan juga sangat mudah dicari, bisa menggunakan drum bekas atau menggunakan plastik berukuran besar. Hanya saja perlu diperhatikan saat penyimpanan benar-benar dipastikan tidak ada udara yang masuk,” kata Dr Afton.

    Ia menekankan, pakan sudah dapat digunakan dan diberikan pada kerbau setelah 14 hari pengawetan. Apabila berbau asam, katany, maka dapat dipastikan proses fermentasi berhasil.

    Para peternak mengakui bahwa teknik pengawetan pakan ini merupakan hal baru yang belum pernah mereka coba. Dengan adanya pakan awetan ini diharapkan dapat memberikan alternatif pakan bagi para peternak di Desa Ujungjaya. Pakan awetan ini juga dapat digunakan dalam waktu yang cukup lama sehingga dapat memudahkan peternak dalam menyediakan pakan untuk kerbau, terutama pada musim kemarau.

    “Saya berharap kegiatan seperti ini akan rutin dilaksanakan, karena selain kami mendapatkan ilmu baru, kami juga bisa lebih banyak berdiskusi mengenai peternakan kerbau bersama para ahli,” ujar Jahri, anggota Kelompok Ternak Kerbau Desa Ujungjaya (ipb.ac.id)

  • Meningkatnya permintaan pangan produk ternak mengakibatkan perbesaran skala usaha dan perubahan dari sistem ekstensif menjadi intensif. Hal ini menyebabkan meningkatnya akumulasi jumlah kotoran dan dapat menyebabkan masalah lingkungan apabila limbah tidak dikelola dengan baik.

    Dr Salundik, dosen IPB University dari Departemen Imu Produksi dan Teknologi Peternakan (IPTP)  menjelaskan pengelolaan dan pengolahan  limbah peternakan harus memperhatikan sifat dan karakteristik limbah. Sifat dan karakteristik limbah perlu diketahui untuk perencanaan pengolahan limbah ke depannya.

    Menurutnya, limbah ternak dapat dikategorikan menjadi limbah cair (5 persen padatan), lumpur atau semi padat (5-25 persen padatan), padat (lebih dari 25 persen padatan) dan gas. Jumlah, sifat dan karakteristik limbah tersebut dipengaruhi oleh identitas ternak (spesies, umur, ukuran dan kondisi fisiologis), sistem perkandangan, sistem pembersih kandang dan penanganan limbah, jenis ransum yang diberikan, industri ternak dan lingkungan.

    Perencanaan pengelolaan dan pengolahan limbah yang perlu diperhatikan antara lain: penentuan sistem dan tipe pengolahan limbah, penentuan skala pengolahan, lokasi pengolahan, fasilitas pengolahan, biaya instalasi dan manajemen proses pengolahan.

    “Pengelolaan dan pengolahan limbah ternak berfungsi mengurangi potensi pencemaran baik fisik, biologi maupun kimia. Pengelolaan dan pengolahan limbah ini juga dapat meningkatkan atau menambah nilai guna limbah tersebut,” jelas Dr Salundik pada sebuah Online Training yang diselenggarakan oleh Fakultas Peternakan IPB University bekerjasama dengan Forum Logistik Peternakan Indonesia (FLPI) beberapa waktu lalu.

    Limbah padat, lanjutnya, dapat diolah secara composting, vermicomposting, penguburan atau penimbunan, penggunaan black soldier fly, anaerobik, pembakaran maupun penekanan. Sementara limbah cair dapat diolah melalui pengendapan, flotasi, penyaringan, riverse osmosa, maupun menggunakan bahan kimia seperti ion exchange.

    “Limbah ternak ini terutama limbah kotoran juga dapat dimanfaatkan sebagai biogas maupun pupuk organik. Dengan demikian pengolahan limbah ternak dapat menghasilkan nilai ekonomi bagi peternak,” pungkas  Dr Salundik (ipb.ac.id)

  • Perkembangan industri tekstil di Indonesia yang sangat cepat memang telah menjadi andalan perekonomian nasional, namun dampak dari industri ini berupa pencemaran lingkungan juga semakin besar.

    Oleh sebab itu Dr Yuni Cahya Endrawati yang merupakan pakar sutera alam IPB University mengatakan, “Salah satu fokus penelitian dan pengembangan Laboratorium Non Ruminansia dan Satwa Harapan Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (IPTP) Fakultas Peternakan adalah mengembangkan komoditas yang menunjang industri tekstil nasional. Yakni berupa serat alami, baik yang dihasilkan dari ulat sutera murbei maupun non murbei berbasis Zero Waste Technology.”

    Dalam penjelasannya, riset hasil kerjasama lintas disiplin ilmu dari Divisi Pemuliaan dan Genetika IPB University maupun dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), menghasilkan benang sutera kualitas unggul.

    “Benang ini dihasilkan dari galur ulat sutera non murbei Samia Cynthia ricini unggul yang dapat dipelihara dengan pakan 100 persen menggunakan daun singkong dan wilayah marjinal yang panas dan kering,” ujar Dr Yuni.

    Ia menambahkan, saat ini pengembangan serat sutera alami ini sangat diperlukan dan tentunya akan mendukung perekonomian nasional. Melalui pengembangan sutera alam, hal ini sangat berperan dalam mengurangi ketergantungan Indonesia pada impor benang sutera yang saat ini jumlahnya sangat besar.

    Dr Yuni Cahya sangat optimis bahwa ke depan Indonesia akan dapat secara bertahap mengurangi ketergantungannya pada impor benang sutera. Hal ini mengingat Indonesia merupakan wilayah yang sangat ideal untuk mengembangkan jenis ulat sutera non murbei Samia Cyntia Ricini yang pakannya berbasis daun singkong dan daun jarak, sehingga jenis ulat sutera ini dapat dikembangkan secara luas.

    “Kelompok peneliti kami saat ini tidak saja memfokuskan pada pengembangan galur unggul saja namun juga mengembangkan berbagai teknologi pengolahan produk samping yang memiliki nilai lebih. Seperti biskuit khusus balita untuk mencegah stunting yang proteinnya berbasis pupa sutera dan juga tepung pupa sebagai feed suplement untuk pakan ikan dan ternak,” ujar Dr Yuni.

    Ia menambahkan, pengembangan teknologi serat sutera alam jenis Samia cyntia ricini yang panjang dan berkilau ini untuk meningkatkan nilai jual benang sutera. “Ini sangat penting, kami telah memiliki teknologinya,” tambahnya.

    Dr Yuni dan tim juga telah menerapkan konsep zero waste dalam mengembangkan budidaya sutera alam ini. Mereka mengembangkan teknologi pengolahan pupuk dari sisa pakan, kotoran dan urine ulat sutera.

    “Di samping itu kami juga mengembangkan teknik eco printing dengan menggunakan bahan-bahan alami dari berbagai tumbuhan dan bahan lainnya untuk pewarnaan kain suteranya yang ramah lingkungan,” ujar Dr Yuni.

    Menurutnya, dengan teknik eco printing ini tim peneliti berusaha agar industri tekstil nantinya akan ramah lingkungan. Hal ini juga dapat menggairahkan perekonomian nasional karena tren permintaan produk tekstil dari sutera semakin meningkat. Selain itu, produknya sangat eksotik dan diminta pelaku industri fashion.

    Dr Yuni mengharapkan bahwa apa yang telah dikembangkan selama ini dapat menarik minat generasi muda dalam membuka usaha baru yang sangat prospektif dan ramah lingkungan.

    “Kami sudah sejak dini memberi bekal pengetahuan pada mahasiswa terkait teknik budidaya sutera alam berbasis Zero Waste Technology. Nantinya setelah lulus, mereka dapat mengembangkan wirausaha yang unik dan berdaya saing tinggi dan ramah lingkungan,” pungkas Dr Yuni Cahya Endrawati (ipb.ac.id)

  • Dosen muda IPB University melakukan kegiatan pengabdian kepada masyarakat melalui program Dosen Mengabdi. Program Dosen Mengabdi kali ini mengenai peningkatan keterampilan pembiakan sapi potong di Yayasan Arriyadl Bogor, di Desa Pangkal Jaya, Kecamatan Nanggung, Bogor (20/10). Tim IPB yang terdiri dari M Baihaqi, MSc, Edit Lesa Aditia MSc dan Prof Asep Gunawan yang merupakan dosen Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, serta Dr Iwan Prihantoro dari Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, IPB University.

    Baihaqi mengatakan, “Kegiatan pengabdian masyarakat ini merupakan respon IPB University atas permintaan langsung dari masyarakat setempat yang mempunyai permasalahan pada usaha peternakan yang telah dijalankan.” 

    Ia juga menjelaskan, program ini bertujuan meningkatkan keterampilan masyarakat dalam pembiakan ternak sapi potong. Selain itu, kegiatan ini dilakukan untuk memeriksa kondisi saluran reproduksi sapi calon induk yang ada di lokasi pengabdian serta pemberian bantuan pakan, bibit pakan dan sarana produksi sapi.

    Terdapat tiga kegiatan utama yaitu pelatihan budidaya sapi potong untuk pembiakan; pemeriksaaan dan evaluasi performa dan saluran reproduksi sapi dan diskusi identifikasi sumberdaya pakan dan evaluasi ketercukupan pakan. 

    Menurut Iwan Prihantoro, sumberdaya pakan merupakan hal yang penting karena merupakan pondasi pada peternakan khususnya pembiakan. “Beberapa potensi pakan yang sudah ada merupakan basis by product pertanian padi dan jagung serta hijauan pakan. Potensi yang memungkinkan dikembangkan adalah kebun pakan potongan seperti odot, rumput gajah dan indigofera,” ujarnya. 

    Pada kegiatan ini juga, diserahkan bantuan bibit tanaman pakan odot dan Indigofera sp. sebagai upaya untuk peningkatan ketersediaan pakan. Masyarakat pada umumnya belum memahami tentang kebutuhan nutrisi pakan program pembiakan. Sehingga kegiatan ini sangat tepat dilakukan.

    Selain itu, tim kegiatan melakukan identifikasi kondisi tubuh (body condition score) serta pemeriksaan saluran reproduksi yang dilakukan melalui palpasi (perabaan). Kegiatan ini juga melibatkan Gatot Muslim, MSi dan Winarno, S.P yang merupakan mahasiswa S3 dan S2 Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Ternak, IPB University.

    “Rata-rata kondisi reproduksi sapi-sapi yang ada di desa tersebut masih mempunyai kemampuan untuk bereproduksi dengan baik. Hal tersebut dapat dilihat dari kondisi BCS dan organ reproduksi yang kami identifikasi melalui palpasi yang dilakukan. Meskipun ada beberapa ekor perlu dilakukan peningkatan skor BCS nya,” ujar Edit Lesa Aditia. 

    Ketua Yayasan Arriyadl Ust. Saminan Al Ghiffary menyampaikan rasa terima kasih yang dalam atas respon cepat dari IPB University melalui program dosen mengabdi LPPM IPB University. Ia berharap kerjasama terus terjalin dengan pihak IPB University untuk membimbing peternakan (ipb.ac.id)

  • Telur merupakan salah satu sumber protein hewani yang menjadi favorit keluarga Indonesia. Mayoritas keluarga di Indonesia akan menyimpan telur di dapur sebagai cadangan makanan. Hal tersebut karena selain harganya yang relatif murah, telur juga merupakan bahan makanan yang mudah diolah menjadi berbagai macam hidangan.

    Sebagai upaya menjaga nilai gizi telur, perlu memastikan telur yang dimasak merupakan telur yang masih berkualitas baik. Oleh karena itu, Dr Zakiah Wulandari, Dosen Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (IPTP) Fakultas Peternakan IPB University, membagikan tips untuk menentukan kualitas telur sebelum diolah.

    Telur dilapisi oleh cangkang yang melindungi bagian dalam telur dari kontaminasi lingkungan. Oleh karenanya, sangat penting memastikan cangkang telur dalam keadaan utuh tanpa adanya keretakan. Selain itu, cangkang telur yang baik akan berwarna cerah dan bertekstur halus tanpa bintik. Selain dari kondisi cangkang, kualitas telur juga dapat diuji dengan tes apung.

    “Telur yang berumur masih baru dan berkualitas baik akan tenggelam dalam air. Sedangkan telur yang berkualitas rendah akan mengapung,” ujarnya.  Dosen IPB University itu melanjutkan, telur yang tenggelam ke dasar dan terletak menyamping (horizontal), menunjukkan bahwa telur sangat segar. Apabila telur tenggelam namun berdiri di salah satu ujung (vertikal), menunjukkan adanya penurunan kualitas telur. Meskipun demikian, telur tersebut masih layak dan enak untuk dikonsumsi.

    Dr Zakiah menjelaskan bahwa telur segar akan tenggelam di dalam air karena kantung udara yang terdapat pada telur masih kecil. Telur tersebut juga belum banyak memiliki uap air dan senyawa gas lain yang menguap. Ia pun menyebut, semakin lama masa penyimpanan menyebabkan membesarnya kantung udara di dalam telur. 

    “Kantung udara semakin membesar disebabkan oleh penguapan air dan gas-gas yang ada di dalam telur seperti CO2 dan gas-gas hasil reaksi zat-zat organik seperti NH3 dan H2S,” papar Dr Zakiah lebih detail.  Semakin lama usia telur, katanya, akan semakin besar pula kantung udara yang terbentuk di dalamnya. Keberadaan kantung udara ini membuat berat telur semakin berkurang sehingga telur akan berangsur naik ke atas permukaan air dan mengapung.

    Merujuk pada test apung di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa sebaiknya mengkonsumsi telur yang tenggelam ataupun mengapung di tengah. Tidak hanya itu, perlu dihindari telur yang mengapung di atas. (SWP)

  • Salah satu polemik pertambangan yang saat ini masih terjadi adalah tidak adanya pemanfaatan area bekas tambang. Padahal apabila area tersebut dimanfaatkan, dapat menjadi area bisnis baru.

    Hal ini mendorong, Himpunan Alumni Fakultas (HANTER) bersama dengan Himpunan Alumni IPB University Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Kalimantan Timur mengadakan seminar pemanfaatan area bekas tambang, 10/10. Salah satu pemanfaatan bekas tambang adalah sebagai lahan peternakan.
     
    Dosen IPB University dari Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan (INTP), Fakultas Peternakan, Prof Dr Luki Abdullah menyampaikan lahan bekas tambang dapat digunakan untuk peternakan. Dengan demikian, diharapkan mampu menjadi solusi pemulihan ekonomi daerah setempat.

    “Area bekas tambang nikel dan emas memang perlu waktu lama untuk menghilangkan residu pada hijauan pakan. Kalau bekas tambang batu bara relatif lebih aman untuk ditanam tanaman pakan,” kata Prof Luki.
     
    Meskipun demikian, masih ada karakter pembatas pada area bekas lahan untuk menanam. Karakter pembatas itu adalah pH rendah, bahan organik rendah, kapasitas tukar kation rendah, dan daya menggenang air yang eksrim. Daya menggenang air ini bisa sangat tinggi bahkan bisa tidak ada airnya.

    Degan demikian, menurutnya perlu upaya pembenahan tanah agar dapat mendekati karakteristik lahan yang sesuai untuk tanaman. Upaya pembenahan tersebut dapat dilakukan dengan inokulasi mikroba tanam, pengapuran, pemupukan anorganik tanah dan menambah bahan organik atau sumber karbon organik. Bahan organik dapat berasal dari pupuk kandang, kompos, atau asam humat.

    “Apabila area bekas tambang sudah dilakukan perbaikan tanah, ada lima spesies tanaman pakan yang dapat ditanam. Spesies tersebut yaitu, Pennisetum purpureum, Mott dwarf pennisetum (odot), Panicum maximum cv. Mombasa, dan Mulato,” tambah Prof Luki.

    Senada dengan Prof Luki, Ir Dadang Sudaryana, Anggota HA IPB University mengatakan area bekas tambang dapat dimanfaatkan untuk peternakan yang berbasis mini ranch.

    "Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Kalimantan Timur telah meneliti di tiga Kabupaten pada tiga lokasi bekas tambang batubara. Berdasarkan penelitian tersebut, lahan dapat digunakan untuk budidaya peternakan khususnya ternak sapi potong,” ungkapnya (ipb.ac.id)

  • Black soldier fly (BSF) atau dikenal sebagai lalat tentara hitam memiliki manfaat yang banyak baik untuk pangan maupun sebagai pakan. Umumnya, BSF dapat ditemukan dan hidup pada limbah organik seperti limbah pertanian, limbah organik rumah tangga maupun limbah organik dari pasar.

    Dosen IPB University dari Fakultas Peternakan, Prof Dr Dewi Apri Astuti menjelaskan lalat BSF juga dapat dibudidayakan pada media limbah sawit. Limbah sawit yang dimaksud adalah bungkil sawit, pelepah sawit, serat, daun sawit (tanpa lidi), tandan kosong maupun batang sawit.

    “Limbah sawit tentunya dihancurkan terlebih dahulu supaya tidak keras bagi larva lalat BSF. Kadar protein dari limbah sawit ini berkisar antara 2-16 persen, kalau serat kasarnya bisa mencapai 48 persen,” jelas Prof Dewi dalam sebuah Online Training yang diselenggarakan oleh Fakultas Peternakan IPB University bekerjasama dengan Forum Logistik Peternakan Indonesia (FLPI).

    Kandungan nutrisi lalat BSF yang tinggi, dapat dimanfaatkan sebagai pakan ayam, puyuh, kambing, ikan udang maupun dibuat sebagai bahan chitosan dan anti bakteri. Ekstrak lalat BSF juga dapat digunakan sebagai alternatif pengganti antibiotic growth promoters (AGPs) pada industri pembesaran ayam. Sementara untuk pakan puyuh, formula pakan BSF dapat meningkatkan performa produksi puyuh mencapai 62 persen.

    “Lalat BSF dapat diekstrak dalam bentuk protein murni dan minyak. Kulit pupa BSF juga dapat diekstrak menjadi chitosan,” tambah Prof Dewi.

    Ekstrak kitin maupun chitosan BSF dapat dimanfaatkan pada berbagai bidang seperti pertanian, pangan, farmasi dan medis, kosmetik, bioteknologi, tekstil, industri kertas maupun sebagai purifikasi air (ipb.ac.id)

  • Bagi sebagian orang, cacing tanah identik dengan hewan menjijikkan. Namun, faktanya tak sedikit masyarakat yang membudidayakan cacing tanah sebagai mata pencahariannya. Meskipun menjijikkan, ternyata cacing tanah memiliki nilai ekonomi dan dapat dijadikan sebagai bahan baku obat medis.

    Untuk itu, dosen IPB University dari Fakultas Peternakan, Verika Armansyah Mendrofa, SPt, MSi memberikan penjelasan tentang budidaya cacing tanah sebagai pakan ternak dan pangan. Menurutnya, cacing tanah memiliki kadar protein sebesar 64-76 persen. Harga jual cacing tanah lumayan fantastis, satu kilogram cacing tanah dihargai 40 ribu sampai 120 ribu untuk di wilayah Bogor. Tidak hanya cacingnya yang bisa dijual, tetapi produk cacing seperti pupuk cair dan bekas cacing (kascing) juga dapat dijual.

    “Pupuk cair dan kascing sangat bermanfaat untuk kesuburan tanah dan tanaman. Ini merupakan peluang usaha yang menjanjikan,” kata Verika dalam Online Training yang diselenggarakan oleh Fakultas Peternakan IPB University bekerjasama dengan Forum Logistik Peternakan Indonesia (FLPI) belum lama ini.

    Manfaat cacing tanah, lanjutnya, dapat digunakan sebagai pakan ternak, pangan manusia, obat-obatan, kosmetik, pengolah sampah, pengolah limbah industri, pupuk tanaman dan penyubur lahan pertanian. Sementara, kascing memiliki kandungan N sebesar 1.40 persen, P sebesar 4.33 persen dan K sebesar 1.20 persen. Kandungan ini lebih tinggi daripada kotoran sapi, kuda, kambing maupun kotoran babi.

    Dari sisi medis, cacing tanah mengandung enzim lumbrokinase yang berguna untuk menurunkan tekanan darah, ischemic dan stroke. Cacing tanah juga mengandung enzim peroksidase dan katalase yang berfungsi untuk mengobati penyakit degeneratif seperti diabetes melitus, kolesterol maupun rematik. Tidak hanya itu, cacing tanah juga mengandung enzim ligase dan selulase yang berfungsi untuk melancarkan pencernaan serta enzim arakhidonat sebagai obat antipiretik.

    Sayangnya, manfaat cacing tanah yang banyak ini belum mampu dimanfaatkan secara maksimal di Indonesia. Masyarakat di Indonesia umumnya baru memanfaatkan cacing tanah sebatas sebagai pakan ternak maupun sebagai penyubur tanah dan tanaman.

    Supaya cacing tanah memiliki kualitas dan nilai jual tinggi, Verika menjelaskan tentang teknik budidaya yang baik. Sebelum melakukan budidaya, ia menyarankan supaya lokasi budidaya berada di tempat yang teduh dan lembab. Pemilihan lokasi yang teduh dan lembab dimaksudkan supaya cacing tanah tidak kepanasan dan tidak terendam air secara berlebihan.

    “Sekalipun cacing hidup di dalam tanah, sebenarnya cacing itu tidak suka kalau banyak air apalagi sampai tanahnya tergenang air. Air ini bisa menutup lubang-lubang jalur cacing sehingga cacing tidak nyaman dengan air itu. Kalau bisa tempat budidayanya tidak menyerap air,” jelasnya.

    Untuk pakan atau media hidup, ia menjelaskan, dapat berasal dari limbah rumah tangga, rumah makan, pertanian, peternakan dan bahan organik lainnya. Media hidup cacing disarankan bukan dari bahan yang tajam, berduri, berbulu, asam, pedas, mengandung minyak maupun bahan kimia berbahaya. Sebelum diberikan, media tersebut dianjurkan untuk dicacah terlebih dahulu dan sedikit dilembabkan tetapi tidak sampai basah.

    Bibit cacing tanah dapat diperoleh dengan cara mencari di kebun atau tumpukan sampah atau kotoran ternak maupun membeli dari peternak cacing. Bibit cacing sebaiknya diperoleh dari beberapa tempat dan berbagai ukuran.

    Selama budidaya, disarankan untuk melakukan perawatan dengan cara mengaduk media dua minggu sekali agar aerasi media terjaga. Apabila media telah berubah warna menjadi hitam, media bisa dipecah dan ditambahkan dengan media baru.

    “Jangan lupa senantiasa mengecek kelembaban dan pH media. Kalau media terlalu asam, cacing banyak muncul di permukaan media dan aktif bergerak. Sementara kalau media terlalu basa, cacing akan muncul di permukaan tetapi tidak banyak bergerak, berwarna pucat dan kurus,” jelasnya.

    Kegiatan panen cacing tanah dapat dilakukan apabila media telah matang. Tanda media matang adalah warna menjadi coklat kehitaman, teksturnya gembur seperti tanah, bentuknya sudah berbeda dari media awal dan umumnya pH sekitar 7. Untuk panen media atau vermikompos, disarankan supaya media bersih dari cacing maupun kokonnya. Media tersebut selanjutnya dikeringanginkan agar kering, bila perlu media disaring. (ipb.ac.id)

  • Dalam memenuhi kebutuhan akan kalsium dan menjaga stamina tubuh, masyarakat cenderung mengkonsumsi susu sapi. Susu juga bermanfaat untuk mendorong pertumbuhan anak-anak dan remaja. Susu juga dinilai dapat melengkapi kebutuhan gizi selain buah dan sayur. Terlebih di masa pandemi ini, kebutuhan susu lebih kepada untuk menjaga stamina dan daya tahan tubuh.

    Tapi tahukah anda bahwa susu terbagi menjadi dua tipe? Meski semua susu terlihat sama secara kasat mata tetapi di dalamnya memiliki kandungan yang berbeda. Dari kandungan dan asal produksi sapi perahnya, susu pun terbagi menjadi dua yaitu susu A1 dan susu A2.

    Dosen IPB University yang merupakan Guru Besar Divisi Pemuliaan dan Genetika Ternak Departemen llmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Prof Dr Ir Ronny Rachman Noor, MRurSc berikan penjelasan tentang cara tepat dalam memilih susu sapi yang memiliki kandungan kalsium dan memiliki kandungan nilai gizi.

    Menurutnya, susu A1 dan susu A2 dihasilkan dari jenis sapi yang berbeda. Berdasarkan Swarna Kapila, susu biasa (A1) umumnya dihasilkan oleh bangsa sapi Bos Taurus sedangkan susu A2 dihasilkan oleh Bos Indicus. Susu A2 merupakan susu yang diproduksi dari sapi perah hasil seleksi secara genetik yang dilakukan oleh pakar dan pelaku peternakan untuk kepentingan kesehatan.

    “Susu A2 adalah susu premium yang dihasilkan dari sapi yang telah diseleksi secara genetik, memiliki Genotipe A2/A2 dan telah melalui uji DNA yang hanya mengandung protein beta-casein A2. Protein beta-casein A2 nya mengandung 209 asam amino yang pada urutan ke 67 nya memiliki asam amino Proline. Sedangkan susu sapi biasa pada posisi ini asam aminonya.

    Histidine. Susu superfood A2 sangat bagus untuk pencernaan karena mengurangi kembung, diare dan sembelit karena tidak mengandung peptida opinoid C-7. Susu A2 juga mengandung kalsium susu yang tinggi yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan tubuh. Selain kandungan gizinya yang lengkap, susu A2 juga mudah diserap dan sangat bermanfaat dalam membantu menjaga kebugaran tubuh,” ujarnya (ipb.ac.id)

  • Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Peternakan (BEM Fapet) IPB University kembali menghadirkan kegiatan Diskusi Kandang dengan tema “Swasembada Daging 2026: Menjadi Nyata atau Hanya Rencana?"  Diskusi yang dilaksanakan pada (4/11) ini menghadirkan Prof Dr Muladno, Guru Besar IPB University dari Fakultas Peternakan.

    Dalam paparannya, Prof Muladno berharap kegiatan tersebut tidak hanya berakhir sebagai diskusi semata namun juga  dapat terwujud aksi nyata yang dapat memberikan kontribusi dan kritisi terhadap program-program pemerintah yang berkaitan dengan swasembada daging.  Ia juga mengatakan pemerintah harus mencermati landasan hukum yang dipakai dalam mencapai swasembada daging.

    Menurutnya, selama ini Indonesia telah mengimpor daging hingga ratusan ribu ton, namun kebutuhan masyarakat masih belum terpenuhi. Sementara, posisi Indonesia saat ini masih jauh dari angan-angan swasembada daging yang ditargetkan terwujud di tahun 2026. Prof Muladno juga menjelaskan, sejak kemerdekaan hingga saat ini, rasio jumlah sapi terhadap jumlah penduduk hanya meningkat 1,05 persen.

    Dengan angka tersebut, ia mengatakan bahwa mustahil apabila Indonesia ingin mencapai swasembada daging di tahun 2026. Lebih lanjut ia menandaskan, swasembada daging yang dikelola oleh peternak lokal di jaman kemerdekaan dinilai lebih baik meskipun tanpa ada campur tangan pemerintah.

    “Kini, peternak lokal sering tidak diperhatikan bahkan di saat kebutuhan pasokan daging meningkat. Pemerintah menggeser potensi perkembangan bisnis daging sapi kepada pihak luar dengan jalan impor sapi dari Australia, bukan pada peternak lokal,” kata Prof Muladno. Ia menilai, pemerintah harus mulai berorientasi pada bisnis dengan penggunaan regulasi yang kondusif sehingga peternak lokal akan merasa nyaman.

    Sementara, Kepala Sub Direktorat Standarisasi Mutu Ternak Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementerian Pertanian RI, M Imron turut menanggapi pernyataan Prof Muladno. “Sangat sulit bagi pemerintah untuk menyusun regulasi dari hulu ke hilir yang dapat memuaskan tiap stakeholder. Namun begitu, impian swasembada daging 2026 tetap akan didorong melalui kebijakan pengembangan sapi potong,” katanya.

    Ia menegaskan, dengan grand design pengembangan sapi 2026, pemerintah menargetkan populasi sapi di Indonesia akan mencapai angka 33 juta. Percepatan peningkatan rasio populasi sapi juga didorong dengan program kinerja Sikomandan yang baru-baru ini diluncurkan.

    Selain itu, intervensi terbaru berupa program 1000 Desa Sapi 2020 melalui pemberian indukan dan pengadaan sapi juga dilakukan untuk pengelolaan peternakan yang lebih komersial. Namun demikian, pendekatan kooperatif dengan orientasi keuntungan tersebut belum sempat diketuk palu oleh DPR.  

    Ia juga mengatakan, perlu dukungan rakyat terutama kaum milenial. "Kaum milenial diharapkan mampu membungkus peternakan yang selama ini dikelola secara sederhana di level rakyat yang hanya 2-3 ekor, dengan bungkus-bungkus teknologi yang baru, dengan pemikiran yang sekarang mungkin bisa lebih menarik dan menguntungkan,” jelasnya.

    Di sisi lain, Teguh Boediyana, Ketua Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSI) menegaskan bahwa swasembada daging 2026 sulit untuk diwujudkan. Menurutnya, roadmap yang dibentuk oleh pemerintah tidak masuk akal dan masih berdasarkan pada asumsi dan data-data yang tidak akurat.

    “Program swasembada daging  sapi sejak tahun 2005 hingga saat ini tidak memberikan hasil yang diinginkan. Di tahun 2026, walaupun Indonesia berencana mengimpor indukan hingga  2 juta ekor sapi, dinilai tetap tidak akan mencapai swasembada daging. Pembuatan roadmad seharusnya berangkat dari data populasi dan produksi sapi yang faktual bukan data yang menjerumuskan,” sebutnya (ipb.ac.id)

  •  

    Prof Nahrowi, Guru Besar Fakultas Peternakan IPB University tetap dampingi Pesantren Darul Falah, Bogor meski ada kebijakan PPKM Darurat. Pendampingan berupa pelatihan dan pabrikasi bahan pakan dilakukan secara daring.
    “Keputusan ini diambil berdasarkan Surat Keputusan Rektor yang menghimbau kepada seluruh warga IPB University untuk tetap di rumah dan menunda seluruh kegiatan akademik yang dilaksanakan secara langsung,” ujar Prof Nahrowi.

    Dalam pelatihan ini Prof Nahrowi dan tim dari Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan IPB University memberikan materi pengenalan dan uji cepat bahan pakan serta materi tentang penyediaan dan pengawetan bahan pakan.

    “Terlepas dari program yang kami jalankan secara online, kami harapkan ilmu ini bisa terus diterapkan dan diturunkan pada setiap generasi di yayasan ini. Sehingga ilmu yang diberikan tidak hanya bermanfaat bagi dunia namun juga dapat memberikan manfaat di akhirat nanti. Saya berharap program ini dapat terus berlanjut hingga agenda akhir. Selain itu, ilmu yang diberikan dapat dirasakan dampaknya oleh masyarakat di lingkungan Yayasan Pesantren Darul Falah. Khususnya pada para santri sehingga dapat memberikan manfaat di dunia atau diakhirat,” ucap Pakar Nutrisi Pakan Ternak IPB University ini.

    Dekan Fakultas Peternakan IPB University, Dr Idat Galih Permana dalam sambutannya mengatakan bahwa pelaksanaan program ini menjadi bagian penting dari keberlanjutan kerjasama yang dilakukan oleh Fakultas Peternakan dengan Pondok Pesantren Darul Falah. “Ke depan pembinaannya adalah menjalankan produksi peternakan serta cara mengolah hasilnya sehingga dapat dijual,” ujarnya.

    Sementara itu, Ketua Yayasan Pesantren Darul Falah, H Abdul Hanan mewakili yayasan mengucapkan terimakasih dan mendukung bentuk kerjasama ini. “Terima kasih kepada IPB University yang telah mendidik dan mengajari kami dalam mengelola hasil ternak kami,” ujar H Abdul Hanan

  • Dalam rangka Stasiun Lapang Agrokreatif (SLAK) program Dosen Mengabdi  tahun 2019, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB University mengirimkan dua dosen ke Desa Sinarsari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, (22/11). Program Dosen Mengabdi merupakan kegiatan pengabdian kepada masyarakat bagi dosen non Guru Besar dan Dosen Guru Besar. Salah satu tujuan dosen mengabdi adalah mendorong dan memfasilitasi dosen dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat.

    Sosialisasi dilaksanakan di Kantor Desa Sinarsari dengan dua narasumber yaitu Dr Sri Murtini  dari Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) IPB University dan Dr Sri Darwati dari Fakultas Peternakan (Fapet). Sosialisasi dihadiri sebanyak 40 peserta dari Desa Sinarsari dan sekitarnya. Peserta yang hadir merupakan tokoh masyarakat, peternak ayam kampung, anggota masyarakat, dan masyarakat umum.

    Dr Sri Murtini menyampaikan tentang pencegahan zoonosis untuk mewujudkan keluarga sehat melalui Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). “Perilaku hidup bersih dan sehat adalah semua perilaku kesehatan yang dilakukan atas kesadaran sehingga anggota keluarga dapat menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan,” tuturnya.

    Salah satu jenis zoonosis yang disampaikan adalah penularan cacing dari hewan ke manusia. Penularan cacing dari hewan ke manusia dapat secara langsung tidak sengaja seperti tertelan telurnya dan melalui media makanan seperti sayuran yang terkontaminasi telur atau larva cacing.

  • Kegiatan Dosen Mengabdi IPB University kembali hadir menyapa masyarakat. Kali ini, para peternak dan pecinta kelinci dari berbagai wilayah Bogor dan sekitarnya mendapatkan ilmu mengenai budidaya kelinci dari dua orang narasumber yang berasal dari Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, IPB University. Acara yang digelar oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) dan bertemakan  "ASUH Kelinci Kita" ini digelar di Ruang Sidang Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (PSP3), Kampus Baranangsiang, Bogor (14/12).

    Kegiatan bimbingan teknis (bimtek) ini dihadiri oleh 30 peserta yang mayoritas merupakan para peternak kelinci. Hadir sebagai salah satu narasumber, Dr Ir Henny Nuraini, MSi membawakan materi tentang "Sertifikasi Halal pada Industri Peternakan Kelinci" dan "Teknik Pemotongan yang ASUH (Aman, Sehat, Utuh, dan Halal)".

    Dr Henny memaparkan bahwa daging kelinci memiliki banyak keunggulan jika dibandingkan dengan daging dari jenis ternak lain. Daging kelinci memiliki kadar protein lebih tinggi, memiliki kadar lemak, kolesterol dan garam lebih rendah serta mengandung senyawa kitotefin yang disinyalir merupakan obat dari penyakit asma. Namun masyarakat di Indonesia belum begitu awam dengan jenis daging yang satu ini. Salah satu penyebab kurang minatnya masyarakat Indonesia untuk mengkonsumsi daging kelinci adalah terkait dengan status kehalalan dagingnya.

    Pada bimtek ini, para peserta diedukasi mengenai standar penentuan kehalalan suatu makanan, khususnya daging. Selain mengedukasi bagaimana teknik pemotongan kelinci yang benar, konsep ASUH ini sendiri merupakan suatu standar kualitas daging kelinci nantinya.  “Penerapan standar Aman, Sehat, Utuh, dan Halal ini akan semakin membuat masyarakat lebih yakin untuk mengkonsumsi daging kelinci karena kualitasnya akan lebih terjamin,” ujarnya.

    Sementara itu, Dr Ir Komariah, MSi menyampaikan materi terkait "Teknologi Pengawetan dan Penyamakan Kulit". Menurutnya selama ini para peternak kelinci memang lebih memfokuskan untuk menghasilkan produk berupa daging  beserta olahannya. Padahal, kulit dari kelinci pun akan memiliki nilai tambah yang menarik jika dikelola secara tepat. Selain dijadikan bahan dasar pada Industri pembuatan tas, sepatu, ataupun jaket, kulit kelinci yang sedikit baret tampilannya tetap dapat dimanfaatkan untuk diolah menjadi kerupuk kulit atau krecek untuk dikonsumsi. Hal ini pun termasuk ke dalam upaya pengurangan limbah hasil produksi.

    Kegiatan ini pun turut menjadi wadah penyampaian aspirasi para penggiat usaha kelinci terhadap pemerintah. Turut hadir sebagai salah satu partisipan, drh Patriantariksina Randusari, MSi yang berasal dari Dinas Pertanian Kota Bogor. Menurutnya kegiatan seperti ini dapat dijadikan agenda rutin. Dengan adanya kegiatan seperti ini, industri kelinci akan semakin dikenal di kalangan masyarakat luas dan pemerintah.

    “Saya menghimbau agar wacana-wacana bagus yang hadir di sini dapat ditindaklanjuti, khususnya untuk rumah potong kelinci. Semoga peternakan kelinci di Indonesia akan terus berkembang dan maju menjadi sebuah industri yang besar, layaknya industri dari berbagai ternak seperti ayam dan sapi. Dibutuhkan kerjasama dari berbagai pihak agar usaha peternakan kelinci dapat menjadi industri besar,” ujarnya.

    Sementara itu, Ahmad Syahril, salah satu peserta yang berasal dari komunitas Bogor Rabbit Center mengatakan bahwa tanpa adanya dukungan dari pemerintah, peternak seperti mereka akan sulit sekali maju.(ipb.ac.id)

  • Dosen Fakultas Peternakan IPB University, Dr Afton Atabany menjadi salah satu narasumber pada Forum Dialog Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), (29/3). Dalam kegiatan yang mengangkat tema “Mahalnya Harga Daging Sapi dan Kerbau, Apa Solusinya?” tersebut, Dr Afton memberikan pandangan terhadap fenomena kenaikan harga daging sapi dan kerbau.  Dalam paparannya, Dr Afton memberikan skenario solusi jangka pendek dan panjang untuk menjadi masukan bagi keputusan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

    “Skenario untuk jangka pendek ialah pertama sapi reconditioning (penambahan biaya), maksudnya datang sapi dan dipelihara untuk pemulihan maka menambah biaya, kedua mengurangi penyusutan daging dalam transportasi (penyusutan bisa mencapai 30 persen) dan lakukan penggemukan di daerah sumber ternak. Terakhir tidak ada transportasi ternak hidup, jadi sapi atau ternak yang dikirim ke kota/konsumen sudah dalam bentuk daging beku. Jadi di sini diperlukan edukasi kepada konsumen khususnya ibu rumah tangga, bahwa daging beku itu sehat,” tuturnya.

    Solusi jangka panjang adalah “Breeding is Leading”. Menurutnya, jika Indonesia tidak mempersiapkan industri pembiakan sapi potong, maka akan selamanya tergantung pasokan daging dari luar negeri. Kekuatan breeding tidak hanya akan memperkokoh industri peternakan tetapi juga memperkuat sektor lainnya.

    Menurutnya, program yang bisa dilakukan dalam breeding  di antaranya agribisnis (pola kemitraan), sistem produksi (teknologi terapan yang proven), pasar (kerjasama supplier), cross breed Sapi Bali atau lokal dengan Sapi Angus, Limmosin dan Simmental, penyediaan pakan (integrasi), dan pasar (kerjasama supplier).

    “Solusi yang dapat dilakukan saat ini, jangka pendek dan jangka panjang, yang pertama menghadapi Idul Fitri, melakukan impor daging beku dari luar negeri atau dalam negeri. Kedua melibatkan pengusaha, koperasi dan asosiasi. Ketiga melakukan breeding sapi lokal atau sapi silangan dengan pola intensifikasi dan ekstensifikasi terintegrasi dengan perkebunan, kehutanan dan pertanian,” lanjutnya.

    Menurutnya Indonesia bisa mencapai swasembada daging pada tahun 2026 jika ada kenaikan (produksi) empat persen per-tahun, dengan populasi sapi sebanyak 37 juta ekor. Hal ini harus diimbangi dengan peningkatan jumlah peternak di Indonesia, salah satu caranya dengan memfasilitasi lulusan peternakan untuk memelihara 100 ekor, juga diberi insentif dan lainnya. Selain itu kelahiran ternak harus mencapai 70 persen dan kematian induk sekitar 30 persen.

    Selain Dr afton, kegiatan ini juga menghadirkan Luluk Nur Hamidah selaku Anggota Komisi IV DPR RI, Joni Liano dari Gabungan Pelaku Usaha Peternakan Sapi Potong Indonesia (GAPUSPINDO), Harry Warganegara selaku Direktur Utama PT. Berdikari (persero), Ishana Mahes selaku Asosiasi Industri Pengolahan Daging Indonesia (NAMPA) dan Ir Ahmad Hadi selaku Asosiasi Distributor Daging Indonesia (ipb.ac.id)

  • Pemanasan global membuat suhu bumi semakin meningkat. Kondisi ini  menyebabkan penurunan produktivitas dari sektor pertanian dan peternakan. Jika terus dibiarkan, pemanasan global akan mengancam food security. Namun di sisi lain, sektor peternakan juga ikut menyumbang dalam proses pemanasn global. “Emisi gas rumah kaca sektor pertanian menyumbang 24 persen dari total gas rumah kaca. Sementara itu Gas Metana dari peternakan saja sudah menyumbang sebanyak 16 persen. Peternakan penyumbang nomor dua emisi gas rumah kaca. Akumulasi gas metan terus meningkat secara drastis,” ungkap Dr Anuraga Jayanegara dalam Webinar Potensi Green Bisnis dalam Dunia Peternakan yang diselanggarakan oleh Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Terbuka (10/4).

    Dr Anuraga merupakan Pakar Teknologi Pakan Ternak sekaligus Ketua Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan (Fapet) IPB University. Menurutnya isu peternakan yang paling utama adalah produktivitas pangan yang memadai. Kedua adalah kualitas dari produk peternakan. Bukan hanya mencukupi secara kualitas tapi kuantitas.

    “Ketiga adalah isu lingkungan yang berkaitan dengan emisi metan. Isu lingkungan ini yang banyak dibicarakan dan perlu dicari solusinya. Selain menyebabkan global warming, gas metan ini menyebabkan ternak kehilangan energi sebanyak empat sampai 16 persen. Jika proses ini bisa dikurangi maka produktivitas ternak bisa ditingkatkan,” ujarnya.

    Menurutnya, ada tiga tahap penting yang bisa mengurangi produksi gas metana di bidang peternakan. Yakni menurunkan produksi hidrogen. Lalu dicari alternatif pengganti hidrogen. Dan yang terakhir adalah menghambat metanogen sebagai mikroba yang memproduksi gas metana.

    “Mitigasi emisi ini pertama adalah menggunakan zat adaptif alami yaitu polifenol. Zat ini berfungsi sebagai anti mirkoba yang menghambat metanogen. Kami sudah melakukan penelitian dari tahun 2008 hingga sekarang terkait hal ini. Hasilnya adalah gas metan akan berkurang saat pakan dicampurkan dengan polifenol,” ungkap Dr Anuraga.

    Ia menjelaskan bahwa penambahan zat polifenol memberikan efek yang sinergitis. Saat gas metan turun ternyata akan menambah nilai ternak, baik secara kualitas dan kuantitas. Keuntungan pertama adalah berat badan naik sekitar 0,35 kilogram (kg) per ekor per hari. Penggunaan zat polifenol juga menambah keuntungan peternak sebanyak 500 rupiah per kilogram pakan.

    Ekstrak polifenol menambah kualitas produk peternakan. Pengurangan gas metan dapat mengurangi asam lemak jenuh yang berbahaya bagi kesehatan. Daging ternak akan lebih banyak mengandung lemak tidak jenuh yang bagus untuk kesehatan. Kualitas daging yang dihasilkan peternak akan semakin baik dengan inovasi ini.

    Produk inovasi untuk membuat ekstrak polifenol ini tidak sulit untuk diproduksi. Salah satunya  adalah dengan memanfaatkan limbah pengolahan kulit kayu. Limbah ini mengandung polifenol yang tinggi, salah satu yang paling bagus adalah kayu akasia.

    Kayu ini diekstrak dari dari potongan limbah kayu. Caranya dengan direbus dalam suhu tinggi dan diambil airnya. Selanjutnya ditepungkan dan diekstrak sampai siap digunakan  dalam bentuk cair.

    “Kami juga terus berupaya agar inovasi ini bisa sampai di masyarakat. Salah satunya adalah melakukan diseminasi inovasi bekerja sama dengan bebera lembaga industri peternakan. Selain itu kami juga mengikuti kegiatan expo pengenalan inovasi–inovasi teknologi peternakan. Perlu upaya upaya kolaboratif agar inovasi ini bisa terus dikembangkan dan bisa dimplementasikan di masyarakat (ipb.ac.id)

  • Belakangan ini sebagian masyarakat mengalami panic buying terhadap susu merek tertentu. Masyarakat berspekulasi bahwa susu dapat menjadi penangkal bahkan obat bagi virus COVID-19.

    Menanggapi fenomena ini, Dr Epi Taufik, dosen IPB University menegaskan bahwa susu bukan obat maupun vaksin. Menurutnya, susu merupakan bahan pangan seperti lainnya yang memiliki sumber nutrisi bagi tubuh. Sumber nutrisi ini bermanfaat dalam menjaga proses metabolisme, meningkatkan imunitas tubuh dan mencegah inflamasi.

    “Oleh karena itu, konsumsi susu dapat membantu menjaga kondisi fisiologis tubuh dan meningkatkan imunitas tubuh untuk mencegah infeksi COVID-19,” ujar Dr Epi Taufik, Koordinator Mata Kuliah Inovasi dan Teknologi Susu, Fakultas Peternakan, IPB University.

    Terkait panic buying terhadap susu dengan merek tertentu, Dr Epi mengakui bahwa susu tersebut salah satu jenis susu steril. Dalam konteks kandungan nutrisinya, susu tersebut tidak berbeda nyata dengan jenis susu steril maupun UHT dari merek-merek lain.

    “Perbedaan yang ada biasanya pada bahan baku atau formulasi susu steril maupun UHT. Kita bisa menemukan di pasar, ada merek susu dengan 100 persen berbahan baku susu segar, ada juga merek susu yang menggunakan bahan tambahan lain seperti susu bubuk skim, laktosa maupun penstabil,” kata Dr Epi, Kepala Divisi Ternak, Fakultas Peternakan IPB University.

    Biasanya, susu mengandung komponen makronutrien seperti protein, karbohidrat dan lemak. Susu juga mengandung mineral, vitamin dan mikronutrien lainnya.

    Ia juga menjelaskan, protein susu memiliki kandungan asam amino esensial dan nilai biologis atau net protein utilization sebesar 90%. Nilai ini lebih tinggi dibanding sumber protein lainnya. Nilai biologis menunjukkan persentase protein yang benar-benar diserap dan digunakan oleh tubuh.

    Selain menjadi sumber nutrisi, susu juga memiliki karakteristik bio-fungsional atau bioaktif. Bio-fungsional atau bioaktif artinya komponen atau senyawa asal susu turut berkontribusi terhadap perbaikan fungsi fisiologis tubuh. Dengan demikian dapat meningkatkan status kesehatan tubuh. Di samping itu, komponen bioaktif yang terkandung dalam susu juga berfungsi sebagai antikanker, antipatogen, antiinflamasi, dan aktivitas antioksidan.

    Untuk memenuhi kebutuhan gizi, dosen IPB University itu menyarankan supaya masyarakat memperhatikan Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan. Nilai AKG yang dianjurkan untuk masyarakat Indonesia adalah suatu nilai yang menunjukkan kebutuhan rata-rata zat gizi tertentu yang harus dipenuhi setiap hari bagi hampir semua orang dengan karakteristik tertentu yang meliputi umur, jenis kelamin, tingkat aktivitas fisik, dan kondisi fisiologis, untuk hidup sehat.

    Dengan demikian, kata Dr Epi, masyarakat tidak perlu panik. Hal ini karena semua jenis olahan susu cair baik itu pasteurisasi, steril maupun UHT memiliki kandungan gizi yang hampir sama. Sehingga manfaat kesehatan yang didapatkan pun relatif sama.

    Terkait panic buying yang terjadi, Dr Epi menghimbau supaya para pelaku pasar tidak mengambil keuntungan sesaat dengan menaikkan harga jual produk susu di luar kewajaran. Ia juga menghimbau agar pemerintah bersama industri pangan dan peternak dapat menjamin pasokan produk-produk olahan pangan. Hal ini dalam rangka membantu menjaga status kesehatan masyarakat sehingga ketersediaan dan keterjangkauan belinya dapat terjaga bagi masyarakat secara umum.

    “Bagi masyarakat atau konsumen, teruskan mengonsumsi susu dan protein hewani lainnya, tentunya protein nabati juga sebagai sumber serat yang tidak dimiliki susu, dalam rangka melakukan pola makan yang sehat beragam dan seimbang,” pungkas Dr Epi (ipb.ac.id)

  • Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terkait manfaat susu bagi kesehatan, penjualan susu terutama drinking milk seperti susu UHT dan pasteurisasi mengalami peningkatan tajam. Menurut data BPS dan Kemenperin pada tahun 2021 kebutuhan susu nasional adalah sejumlah 4,19 juta ton sedangkan kemampuan produksi SSDN (susu segar dalam negeri) hanya 0,87 juta ton. Dengan kata lain produksi SSDN hanya mampu memenuhi 79 persen kebutuhan susu nasional, selebihnya harus dipenuhi melalui import.

    “Kementerian Perindustrian pada tahun 2022 menyebutkan bahwa kebutuhan susu dalam enam tahun terakhir mengalami peningkatan dengan rata-rata enam persen per tahun, sedangkan produksi susu segar dalam negeri hanya tumbuh satu persen saja,” ujar Dr Epi Taufik, dosen IPB University dari Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan.

    Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2022 menyebutkan bahwa pada tahun 2021 populasi sapi perah di Indonesia hanya sebesar 578.579 ekor. Dari jumlah tersebut, sapi betina dewasa laktasi (yang sedang memproduksi susu) hanya sekitar 252.467 ekor dengan rata-rata produksi susu sekitar 12,47 liter per ekor per hari. Angka produksi susu harian per ekor tersebut jauh jika dibandingkan dengan peternakan sapi perah rakyat di Jepang yang mampu memproduksi sampai 50 liter per ekor per hari.

    “Kesenjangan supply dan demand ini diperparah dengan adanya serangan penyakit mulut dan kuku (PMK). Menurut Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) per 22 September 2022 tercatat sebanyak 122.742 ekor sapi yang terserang PMK. Dari angka tersebut, 8.812 ekor sapi dipotong paksa dan 4.353 ekor sapi mati. Ini adalah sebuah kerugian besar yang harus ditanggung para peternak,” paparnya lebih lanjut.

    Ia menyebutkan setidaknya terdapat tiga strategi yang dapat dilakukan guna menutup jurang kesenjangan supply-demand susu di Indonesia. Pertama, meningkatkan populasi sapi perah melalui meningkatkan kapasitas perbibitan di dalam negeri dengan dibantu oleh impor sapi perah indukan atau dara. Setelah jumlah sapi perah meningkat, hal yang selanjutnya dilakukan ialah memastikan kualitas peternakan sehingga produktivitas susu sapi perah meningkat.

    Di dalam pemaparannya Dr Epi menyatakan sekitar 25 persen produksi susu dipengaruhi oleh kenyamanan sapi (cow comfort). Sapi akan mencari kenyamanan sendiri di dalam kandangnya, sehingga perlu disediakan tempat kering yang cukup di dalam aendang untuk merebahkan badannya tanpa harus mengantri. Sapi memerlukan waktu paling tidak 7 jam untuk beristirahat, setelah 7 jam maka setiap tambahan 1 jam istirahat mampu meningkatkan produksi susu sekitar satu kilogram.

    “Strategi kedua adalah dengan memilih rumpun baru sapi perah yakni sapi Jersey. Sapi ini memiliki banyak kelebihan dibandingkan sapi perah hitam putih atau Friesian Holstein. Bobotnya lebih ringan sehingga jarang terjadi kasus kepincangan. Fertilitas juga tinggi, karena jarak waktu mengandung lebih pendek. Kandungan nutrisi susu pada sapi Jersey juga lebih tinggi. Sapi ini juga mudah beradaptasi dengan suhu panas sehingga tahan stress,” katanya.

    Kemampuan sapi Jersey dalam menghadapi cuaca panas membuatnya memiliki tingkat konversi pakan menjadi nutrisi yang lebih efisien, limbah lebih sedikit. Hal ini tentu merupakan sebuah kabar gembira mengingat peternakan sapi seringkali dijadikan sebagai salah satu sumber emisi gas rumah kaca (greenhouse gas emission).

    Strategi terakhir adalah dengan mulai melakukan pemerataan lokasi peternakan di Indonesia. Saat ini lokasi peternakan sapi terfokus di Pulau Jawa. Sedangkan masih banyak wilayah terutama di pulau Sulawesi dan juga Sumatera yang potensial untuk dijadikan pusat peternakan sapi perah karena ketersediaan sumber daya pakan yang tinggi (ipb.ac.id)

  • Selama ini kita semua mengenal susu sebagai minuman yang sangat menyehatkan karena mengandung sejumlah besar nutrisi yang diperlukan oleh tubuh, seperti vitamin, mineral, protein, lemak, dan karbohidrat.  Susu adalah sekresi kelenjar ambing hewan mamalia atau dalam hal ini lebih spesifik lagi sapi atau ternak perah lain (kambing, unta, kerbau) yang sehat.

    Dr Epi Taufik, SPt, MVPH, MSi, Kepala Divisi Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, IPB University uraikan manfaat konsumsi susu dan produk-produk olahannya.

    Secara taksonomi, manusia termasuk dalam kelas mamalia yaitu ditandai dengan adanya produksi susu dari ibu (air susu ibu tentu merupakan susu terbaik untuk bayi karena dapat merangsang pelepasan hormon), kekebalan tubuh, kesehatan mental plus ikatan ibu dan anak. Namun demikian, ketika bayi mulai lepas sapih, kemudian menjadi balita lalu tumbuh dewasa, maka kebutuhan akan susu dapat dipenuhi dari ternak perah.

    "Di antara ternak perah, susu asal sapi perah (termasuk produk-produk olahannya) merupakan yang terbanyak dikonsumsi manusia, diikuti dengan susu kambing, kerbau, domba, unta. Bahkan di beberapa daerah susu keledai, kuda dan rusa juga dikonsumsi oleh manusia," katanya.

    Lantas untuk apa kita masih harus minum susu, termasuk produk-produk olahannya? Dalam konteks pola makan yang beragam dan berimbang yang telah disinggung sebelumnya, di zaman dulu dikenal konsep 4 Sehat 5 Sempurna. Kesempurnaan tadi itu adalah dipenuhi dengan minum susu. Oleh karena itu minum susu adalah seperti meminum suplemen nutrisi cair yang dibutuhkan dalam pola makan yang beragam dan berimbang tadi.

    Para ahli nutrisi pun merekomendasikan untuk meminum susu 1-3 porsi per hari. Satu porsi susu setara dengan sekitar 200 mililiter susu cair. Selain komponen makronutrien seperti protein (kasein dan whey), karbohidrat (gula susu sama dengan laktosa) dan lemak, susu juga mengandung banyak komponen mikronutrien.  Susu dianggap salah satu sumber protein yang terbaik selain telur.  

  • Pernahkah Anda mengkonsumsi daging kerbau? Ternyata ada banyak manfaat kesehatan bila anda mengkonsumsi daging kerbau. Daging kerbau kaya akan nutrisi terutama kandungan protein.

    Dr Ir Komariah, MSi, Dosen Divisi Produksi Ternak Daging, Kerja dan Aneka Ternak Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan IPB University ungkap fakta kandungan daging kerbau yang baik untuk kesehatan. Menurutnya daging kerbau mengandung protein tinggi untuk pertumbuhan sel bagi anak-anak dan dewasa, menjaga sistem peredaran darah dan juga dapat meningkatkan massa otot. Selain itu, konsumsi daging kerbau ternyata dapat memperkuat sistem kekebalan tubuh karena mengandung mineral zink (Zn),” ujarnya.

    Tidak hanya itu, daging kerbau juga mengandung Asam Lemak Linoleat yang dibutuhkan tubuh dan mengandung vitamin B1 dan B12 yang bagus untuk pertumbuhan otak janis dan kesehatan ibu hamil. Untuk itu Dr Komariah menghimbau agar masyarakat jangan sampai melupakan daging kerbau untuk konsumsi protein hewani kita. Nah jika anda berada di daerah penghasil daging kerbau jangan ragu untuk mengkonsumsi daging kerbau. "Mari konsumsi kerbau ternak lokal Indonesia," ucapnya.(ipb.ac.id)