Nutricell Pacific adalah perusahaan nutrisi ternak dan binatang kesayangan yang tengah berkembang. Kesuksesan perusahaan ini, tentu tidak bisa lepas dari peran pimpinan yang menjalankan roda perusahaan secara profesional.
Adalah Suaedi Sunanto (D28), yang kini memimpin CEO PT. Nutricel Pacific sejak tahun 2018 hingga sekarang. Awalnya, Edi – sapaan akrabnya – memulai karir di bidang marketing pada tahun 1995 dengan menjadi Technical Sales Representative di Elanco Animal Health Indonesia. Dua tahun berselang, karir Edi merangkak naik dengan menduduki jabatan Manager of New Business Development ASEAN di BASF South East Asia, salah satu perusahaan kimia terbesar di dunia.
Bertahan hingga tahun 2007, Edi kemudian memutuskan pindah ke Trouw Nutrition Indonesia sebagai Manager. Selanjutnya, pada tahun 2009, Edi diangkat menjadi Direktur di DSM Nutritional Products Indonesia. 20 tahun sejak menjalani karir pertamanya, pada tahun 2016, Edi memutuskan untuk kembali ke perusahaan tempat pertamanya bekerja, yaitu PT. Elanco Animal Health Indonesia, dengan posisi menjadi Direktur.
Perjalanan karirnya yang terbilang mulus itu, didukung dari latar belakang pendidikan yang ditempuhnya. Pria kelahiran Pekalongan 28 Februari 1973 ini, adalah lulusan Fakultas Peternakan IPB University tahun 1995, pada bidang nutrisi dan pakan ternak. Kemudian, pada tahun 1997 melanjutkan pendidikan di Universitas Indonesia pada program master degree in material science.
Edi masuk kuliah di IPB University tahun 1991. Jauh sebelum memasuki dunia kerja, Edi hanyalah remaja daerah pada umumnya yang ingin kuliah dengan memilih jurusan favorit seperti teknik. “Kuliah jurusan peternakan sebenarnya tidak ada dalam cita-cita. Saya inginnya masuk jurusan teknik, tapi karena dapat jalur undangan dari IPB, akhirnya saya daftar saja,” kenangnya.
Menurutnya, keputusan untuk masuk kampus yang berlokasi di Bogor itu secara tidak sadar ada sumbangsih dari Prof. Andi Hakim Nasution. Perjumpaan pertama dengan pakar statistik itu saat Edi masih di bangku SMA. Saat itu Edi sedang mengikuti olimpiade matematika tingkat nasional di Yogyakarta yang salah satu jurinya adalah Prof. Andi.
“Saat penjurian, beliau itu tanya ke saya begini, kalau kamu sudah lulus, kamu tertarik tidak masuk IPB? Kemudian beliau menjelaskan tentang pertanian dan sebagainya, mungkin karena itu saya akhirnya mau masuk ke IPB,” ujar Edi menirukan ucapannya.
Tahun 2011, Edi kembali melanjutkan pendidikan pada program Master Business of Administration di Insead Business School, Singapura. Berdasarkan pengalaman menjalani pekerjaan di bidangnya, Edi mengikuti program profesi insinyur peternakan di Universitas Gadjah Mada untuk mendapatkan gelar Insinyur. Dari situ, ia mendapat gelar IPU karena pengalamannya yang cukup lama dalam menjalani keprofesian bidang peternakan.
Bekal keilmuan tersebut juga digunakan Edi untuk berbagi ilmu melalui publikasi pada kegiatan bertaraf internasional. Sebut saja Indolivestcok Forum, World Aquaculture Conference dan Asia Pacific Poulty Conference. Tak hanya itu, Edi juga memiliki publikasi di Aquaculture Asia Pacific Edition.
Jiwa kepemimpinan Edi, terus berkembang dan tidak perlu diragukan lagi. Dalam berorganisasi, kini Edi menjabat Ketua III Pengurus Besar Perkumpulan Insinyur dan Sarjana Peternakan Indonesia (PB ISPI). Ia membawahi bidang III yaitu Keanggotaan, Pembinaan Cabang dan Pengembangan Usaha.
Nama Suaedi Sunanto tentu tidak asing lagi bagi para pelaku perunggasan di Tanah Air. Karir panjangnya yang malang melintang di berbagai perusahaan, menempatkan namanya pada tingkat yang paling tinggi dalam struktur organisasi sebuah perusahaan.
Sebagai orang nomor satu di PT Nutricell Pasific, perjalanan hidup dan manajemen diri Suaedi Sunanto bisa menjadi teladan bagi generasi muda. Salah satu sikapnya yang patut dicontoh adalah keberaniannya dalam mengambil keputusan. Menurutnya, ketika seseorang akan memberi sebuah keputusan, minimal dari diri sendiri dulu sudah yakin bahwa keputusan tersebut adalah benar.
“Saya harus yakin dulu bahwa keputusan yang akan diambil tersebut benar. Keputusan tidak boleh atas dasar ragu karena itu akan menjadi masalah. Logikanya begini, jika keputusan itu benar, mau ditanya oleh seribu orangpun pasti akan bisa menjawab dan tidak takut karena merasa bahwa itu benar,” pungkasnya.
Dalam menjalankan usahanya, Edi menganggap bahwa mengelola sebuah perusahaan mirip dengan mengelola sebuah keluarga maupun pertemanan. Ada dua asas yang harus dipegang yaitu asas kepercayaan (trust) dan kerja sama (team work) harus bisa berjalan.
Edi meyakini, yang disebut percaya itu haruslah 100 persen dan tidak boleh ada keraguan, karena sekali level kepercayaan itu turun akibat sebuah kesalahan, maka akan menimbulkan asumsi untuk kurang atau bahkan tidak percaya lagi kepada orang tersebut.
Kemudian yang kedua, dasar utama perusahaan adalah kerja sama. Pilar utama dari kerja sama adalah tim ini lebih penting dari saya. Ketika merasa saya lebih penting dari sebuah kelompok maka kerja sama akan bubar. Semua anggota harus merasa tim ini lebih penting. Sebuah tim yang bagus diibaratkan dalam dunia sepakbola adalah tim dengan kekuatan menyerang bukan bertahan.
Edi mengibaratkan sebuah roda organisasi perusahaan seperti pertandingan sepakbola. Tim yang menang dalam bertanding dipastikan adalah tim yang diisi oleh pemain yang mampu bekerja sama dengan baik. Tidak ada yang merasa paling bisa bermain sepakbola dan juga harus bisa saling percaya kepada pemain lain.
“Kalau dalam keadaan menang, mau saling ejek antarpemain juga tidak ada yang sakit hati. Akan tetapi, kalau mainnya buruk dan tidak mau saling mengumpan yang berakibat pada kekalahan, kita dituduh bermain buruk pasti akan sakit hati dan tim justru bisa bubar karena tidak saling percaya,” imbuhnya.
Ia menuturkan, tantangan lain yang menghadang ialah menarik minat sumber daya manusia (SDM) terbaik. “Makanya, yang pertama bagaimana kita menciptakan kondisi kompetitif. Membuat tim merasa ini adalah tempat terbaik,” jelasnya.
Oleh sebab itu, tim harus bisa meyakinkan pelanggan akan benefit yang diperoleh saat aplikasi produk Nuticell. Tim harus bisa memahami apa yang terjadi pada peternak dan dunia peternakan sehingga bisa memberi manfaat lebih, bukan sekadar mendistribusikan produk.
PT. Nutricel Pacifiic berhasil mengembangkan pakan hewan kesayangan melalui jejaring (pet shop) di seluruh Indonesia hinga memiliki brand ternama pakan hewan peliharaan yang cukup terkenal dan go Internasional.
“Ada perputaran uang 2 trilyun rupiah. Ironinya, ada 91,2 persen market sizenya ternyata import,” imbuhnya.
Sebagai perusahaan lokal, Nutricell berpikir global dengan menjadi perusahaan regional. Suaedi pun menyampaikan bahwa pihaknya memiliki komitmen untuk menghadirkan produk yang memenuhi standar kualitas global yang meliputi kualitas produk, ketelusuran (tracebility), standar keamanan pangan serta standar keberlangsungan (sustainabilllity).
“Dengan diterimanya produk Nutricell, termasuk di negara Eropa menunjukkan bahwa kualitas dari produk Nutricell setara dengan produk-produk global lainnya. Karena itu, produk yang dijual untuk pasar dalam negeri, maupun pasar ekspor berasal dari gugus kendali mutu yang sama. Walhasil, dapat berdampak positif terhadap people, planet, dan protein,” dia menjelaskan
“Di pasar regional, kita cukup kompetitif di perunggasan. Pola budidaya, pola bisnis perunggasan di Vietnam, Myanmar, Kamboja, hampir mirip dengan yang kita lakukan saat ini sehingga akan menjadi market paling gampang buat kita berkontribusi,” urainya.
Ekspor Nutricell semakin menguat ke berbagai negara di Asia dan Eropa dengan produk unggulan berbahan baku sawit. Selain mengandung antibakteri, pria yang 25 tahun bergelut di dunia peternakan ini meyakini sawit merupakan bahan baku energi yang paling murah dibandingkan jagung dan kedelai. Terlebih, sawit sangat melimpah dan merupakan produk unggulan Indonesia